first day, first meet, first damned

432 39 46
                                    

A/n: pada cerita ini terdapat dialog dwibahasa, bukan berniat untuk mencampur adukkan bahasa, tapi menyesuaikan dengan gaya bahasa sehari-hari orang Sunda yang memang terkadang bercampur dengan bahasa Indonesia.
Jangan ragu untuk memberi kritik dan saran, terimakasih!❤️

🌻🌻🌻

Rahma tertawa puas begitu mendengar alasanku kelewat terlambat, padahal ketika aku datang dengan terengah tadi dia begitu khawatir. Namun, setelah mendengar cerita konyolku di hari pertama ini, dia malah terbahak-bahak.

"Astaga, kamu ini ada-ada aja masih pagi juga," katanya dengan suara lembut, selaras dengan tubuhnya yang imut.

"Please, Rahmaaa, aku malu banget! Merasa idiot, gitu."

Rahma ngakak lagi, aku baru tahu kalau humornya receh sangat.

Marlena yang duduk di sebelah Rahma juga ikut tertawa, Marlena ini teman baruku juga yang kukenal melalui Rahma. Rahma merupakan orang yang pertama kukenal di jurusanku ini, aku mengenalnya sejak pengumuman hasil tes gelombang pertama.

Tak lama kemudian aku menyuruh keduanya senyap, sebab pembawa acara sudah memasuki panggung dan bersiap memulai acara.

Awalnya si pembawa acara masuk dengan gaya resmi, caranya memegang mikrofon pun terlihat formal. Namun ketika dia mulai berucap, aku ternganga tak percaya.

"Yaaa, assalamualaikum maba-maba semuanya yang cakep dan imut! Asik akhirnya gue punya dede-dede gemes, ini yang duduk di depan astagaa, kenapa kalian lucu sekali?! Ya, gue bingung sama kalian kaum jantan kenapa menumpuk di belakang, apa mungkin sedang arisan? Tak ada yang tahu. Baik, sebelum memulai acara ...."

Rahma dan Marlena menahan tawanya, sedangkan aku masih melongo keheranan. Ini MC lawak atau MC kegiatan mahasiswa sih?

Sang pembawa acara terus saja mengoceh, mungkin ia lelah mengoceh sendirian akhirnya ia mengajak temannya yang lain untuk memperkenalkan diri. Dan ya, teman-temannya pun sama recehnya dengan si pembawa acara tetapi ocehannya terdengar lucu dan cukup menghibur, sih, jadi tidak terlalu bosan.

Puas mengenalkan temannya satu persatu, akhirnya sang pembawa acara mulai berinteraksi dengan para mahasiswa baru lagi. Beberapa teman baruku antusias menimpali si pembawa acara, yaa karena ia memang asyik sih sehingga acara yang bagiku tidak jelas tujuannya apa ini terasa menyenangkan.

"Oke, sekarang aku mau tanya," ujar si pembawa acara lagi. Tuh, kan, mana ada MC yang mengaku dirinya sebagai 'aku'? Kalaupun ada paling pembawa acara di pesta ulang tahun anak-anak. "Degem-degem nan lucu dan imut ini asalnya paling jauh dari kota mana, sih? Aku kepo, siapa tahu aku bisa mampir ke kota kalian sambil bawa rombongan," katanya lagi.

Sorakan mengejek terlontar dari audiens yang hadir, terutama dari mahasiswa baru. Kadang aku merasa tidak pantas disebut degem alias dede gemes, emang tampang sepertiku begini bisa dikatakan gemes ya?

Ah, persetan dengan tampangku yang sebelas dua belas dengan gorden rumah sakit, kini fokusku teralihkan pada cowok di belakangku yang mengangkat tangannya. Wah dia orang jauh nih, kira-kira dari mana, ya?

"Ya pria tampan yang mengacungkan tangan, Anda dari mana?" Begitu ujarnya si pembawa acara.

"Jalan Nangka."

WHAT THE HELL!!

Jalan Nangka, berseberangan dengan jalan Palem yang mana letak jalan kampusku ini. Jauh dari mananya?! Bahkan aku bisa menggelindingkan dia dari kampus untuk sampai ke rumahnya, astaga humor orang-orang di sekelilingku receh sekali. Karena jawaban si cowok berambut gondrong itu, semua jadi ngakak.

Tak Ingin Pisah LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang