konser dadakan

123 18 20
                                    

Ospek hari terakhir ini benar-benar meriah, bertepatan juga sebagai penutupan ospek kampus sih. Kampusku sampai mengundang HIVI! sebagai guest star, tentu saja gymnasium mendadak menjadi arena konser. Barisan jadi amburadul, untungnya aku tidak terpisah dengan Rahma dan Marlena. Meski demikian, para mahasiswa baru ini tidak ricuh sehingga kerumunan tetap rapi dan terjaga.

Suara merdu sang vokalis beradu dengan riuh suara penonton, benar-benar konser yang tak disangka. Pencahayaan yang semula dibuat terang untuk kuliah, kini dibuat redup dan sesekali berkerlip mengikuti degup irama musik. Euforia para mahasiswa baru sudah tak mampu lagi dibendung, kapan lagi nonton konser gratisan, kan?

Tiada masa, masa yang lebih indah dari masa
Remaja ....
Seakan dunia ... milik berdua

Bait terakhir lagu telah selesai dinyanyikan, geruh suara sedikit mereda. Mungkin karena penghuni gymnasium ini butuh napas.

"Denger gak tadi bagian terakhirnya? Kamu lagi ngalamin banget ya, sama Bayan?" ujar Rahma tiba-tiba.

Marlena tertawa, kemudian menimpali, "Bener banget tuh, pas lagunya buat lo sama Bayan, Zaf. Kalo lagi bareng, seakan dunia ... milik berdua," katanya sambil bernada, menyanyikan bagian terakhir senandung Remaja yang barusan selesai ditampilkan.

Rahma dan Marlena tertawa, aku sendiri bingung mau bereaksi bagaimana. Padahal baru saja sepersekian menit aku berhasil mengenyahkan Bayan dari otakku.

"Gak sehat lo berdua," ujarku datar, entah terdengar atau tidak karena sang vokalis band kini tengah menyapa penonton.

Rahma dan Marlena yang semula cekikikan mendadak geming, namun keduanya sama-sama tak bisa menyembunyikan seringainya.

"Lo diem situ, Zaf!" ujar Marlena memperingati.

"Iya, diem dulu," kata Rahma. Aku semakin bingung, mereka berdua kenapa?

"Dor!"

Seseorang tiba-tiba berteriak begitu di telingaku, agak jauh namun tetap saja membuatku terlonjak.

Bayan.

Rahma dan Marlena tertawa-tawa.

"Boleh aku culik temen kalian?" ujar Bayan pada Rahma dan Marlena.

"Bawa aja bawa, dari tadi juga nyariin lo tuh!"

"Lena!" tegurku pada Marlena, yang ditegur malah tertawa-tawa.

Rahma ikut terkikik, "Gak apa-apa, Bayan, nikmati, ya, nonton konser berdua sama Zafi."

"Lo berdua bener-bener, ya! Lagian lo ngap—"

Bayan membekap mulutku membuat ucapanku menggantung. "Ngomelnya jangan disini, malu sama tetangga," katanya. Kemudian dia tersenyum pada Rahma dan Marlena, setelah itu menyeretku ke barisan pojok yang cukup sepi.

"Yan, apa-apaan sih!" Aku protes tepat setelah dia melepaskan diriku dari bekapannya. Kurang ajar emang, bisa-bisanya dia membekap manusia ditengah kerumunan begini.

Bayan hanya menyeringai. "Si Bulet nyamperin pacarnya, jadi aku nggak ada temen. Atuh kamu mau, ya, temenin aku?"

"Yee, orang tuh dimana-mana nanya dulu mau atau nggak! Lo malah nyeret gue dulu baru nanya, gila!"

Bayan terkekeh, "Nggak apa-apa atuh aku gila, asal gila karena kamu mah."

Tubuhku menegang, padahal aku tau Bayan cuma bercanda. Tapi rasanya seperti ada sayap-sayap berbulu yang menggelitik perutku.

"Lagian juga kalau aku nanya dulu emang kamu mau ikut aku?"

Benar juga sih, kalau dia bertanya dulu pasti aku menolaknya mentah-mentah.

Tak Ingin Pisah LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang