freakin' out

143 17 20
                                    

A/n: Chapter ini tidak disponsori oleh produk mi instan manapun. Murni karena aku suka bgt sama brand mi instan yang satu ini.

Jadi ... kalian tim Indomie kuah atau goreng?

🌻🌻🌻

"HAHAHAHA! Aku nggak bisa lupa liat muka kamu yang merah gitu, lucu pisan siga bool hayam!¹"

Si Bayan kini ada di hadapanku sambil ngakak gak berhenti. Kurang ajar emang, kalau aja ini bukan di warung kopi sudah aku guyur dia dengan kuah Indomie!

Eh tapi, sayang deh kalau pake kuah Indomie.

"Atuh ya kamu téh ih, kenapa atuh malah teriak? Ngobrol mah ngobrol aja padahal." Bayan ngoceh lagi, ia masih mengingatkanku pada kejadian memalukan tadi. Untung saja para aktor drama tidak terganggu, juga MC tidak mengungkit interupsi dariku yang cukup fatal.

"Bisa gak sih, lo gak usah ungkit-ungkit yang tadi?! Gue malu banget nih, pengen cepet-cepet lupa!!" Akhirnya aku hanya meninju lengan si Bayan agak keras.

Bayan terkikik, kemudian melanjutkan makan mi instan dihadapannya.

Ketika drama tadi siang selesai, cowok itu mengambil kesempatan tepat saat Marlena dibawa ke posko kesehatan karena mendadak dirinya masuk angin, dan Bayan langsung duduk di bangku Marlena yang berarti di sebelahku. Lagipula kejadian Marlena masuk angin tepat sekali dengan selesainya drama, sehingga Bayan bisa mengambil kesempatan untuk menempati bangku Marlena.

Dan ketika ospek selesai, ia memaksaku untuk menemaninya ke warung kopi untuk menyantap Indomie. Jadi di sinilah kami, duduk berdampingan sambil menyantap Indomie plus telur dan kornet. Sebelumnya kami tengkar dulu, karena si Bayan dengan sok tahu memesan dua porsi Indomie goreng dengan maksud satu untukku dan satu untuknya. Aku memprotes karena aku lebih suka Indomie rasa soto daripada Indomie yang lainnya.

"Kamu kudu² nyobain Indomie goreng disini," katanya begitu.

"Gak mau, Bayan, astaga, gue bilang gak mau udah delapan kali loh. Bisa gak sih lo gak bikin gue kes—"

"Teh, Indomie sotonya semangkok. Tapi yang goreng dua tadi tetep dibikinin," ujar Bayan pada si Mbak penjaga warkop.

"Lo gila? Ngapain yang goreng pesen dua?!"

Bayan nyengir, "Ya buat aku atuh, geer ya kirain buat kamu?"

Seketika aku malu dan memalingkan wajah, terdengarlah suara Bayan cekikikan.

Bayan betul-betul menghabiskan dua porsi Indomie goreng tersebut. Aku yakin kalau di warkop ini menjual nasi pasti ia akan menambahkannya pada mie goreng tersebut.

"Kenapa kamu belum abis? Katanya suka banget Indomie soto tapi makannya lama pisan, sakit gigi?" tanya Bayan yang sudah selesai makan, sedangkan aku masih tersisa seperempat porsi lagi.

"Lo aja kecepetan makannya, rakus."

Dia ngakak. "Sembarangan ai kamu."

"Kata Nenek aku kalau makannya lama berarti ngapa-ngapain juga lama. Fiks ini mah kamu lelet," katanya lagi.

"Kok lo main vonis gue lelet gitu aja, sih? Sebel banget! Udah kayak netizen gila aja lo, yang lo liat ini kan cuma sepersekian jam kehidupan gue! Bukan seberapa lama gue hidup, sok tau banget jadi mahluk!"

Bayan terkejut, mungkin ia kaget dengam responsku yang langsung mengomelinya. Lagipula aku kesal, masa hanya karena cara makan aku dikatai lelet? Itu, kan, hanya mitos. Sialan.

"Nggak gitu, aduh kan itu mah kata Nenek aku." Dia menggaruk tengkuknya seperti merasa bersalah. "Ya maap atuh, nggak ada maksud ngatain aku mah. Cuma ...."

Tak Ingin Pisah LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang