tentang musa

118 17 26
                                    

Now Playing: Shallow - Lady Gaga ft. Bradley Cooper

•••

BUGH! BUGH! BRUG!

Bayan menghajar si Bulet, si Bulet menangkisnya. Keduanya kini saling adu jotos, tentu saja atensi semua orang tertuju pada Bayan dan si Bulet. Obrolanku dan Musa menggantung, kami bergegas menghampiri Bayan untuk memisahkannya dengan si Bulet.

"BAYAAN!" teriakku, seraya menarik bajunya. Cowok itu tengah menindih si Bulet dan mencoba menghantamnya lagi. Musa juga mencoba menarik Bayan dari atas tubuh si Bulet, namun tenaga Bayan kuat sekali.

Para mahasiswi menatap ngeri terhadap perkelahian yang terjadi, sedangkan para mahasiswa malah melongo melihat perkelahian antar Bayan dan si Bulet.

"COWOK-COWOK, BEGO! LO LIAT ORANG TENGKAR MALAH BENGONG!" pekikku, tak tertahankan lagi.

Bayan seperti hilang kesadaran, dia mencengkeram kerah baju si Bulet sampai jahitannya merenggang—beberapa bahkan mulai putus. Cowok itu seperti kesurupan.

"Bayan, please, udah. Lo gak kasian sama si Bulet, hah?!" Aku terus melontarkan kalimat tersebut, diluar dugaan si Bulet malah menentang ucapanku.

"Jangan denger, Yan. Hajar gue aja, hajar gue, ayo!" begitu ucap si Bulet.

Kemudian beberapa cowok menghampiri, membantu Musa yang sudah sekuat tenaga berusaha melepaskan si Bulet dalam cengkeraman Bayan. Akhirnya kedua cowok yang tengkar tanpa sebab itu dapat dipisahkan.

Aku menatap nyalang pada Bayan yang menunduk, nafasnya tersengal sampai bahunya naik turun. Si Bulet justru mendekati Bayan, menepuk pundak cowok itu sambil berkata, "Bagus." Entah apa maksudnya.

"Yan. Gue cuma mau ingetin, lo pernah bilang bakal ceritain masalah lo ke gue, dan gue juga udah janji bakal dengerin lo," ujarku, membuat Bayan menoleh padaku dan melempar tatapan sendu.

Aku tak tahu harus apa. Aku tidak bisa meraba apa yang terjadi. Kalau Bayan cemburu lagi melihatku dengan Musa, rasanya aneh saja. Aku kan sudah menjelaskan perihal hubunganku dengan Musa, lagipula kenapa dia tiba-tiba menghantam si Bulet? Memangnya si Bulet salah apa? Kalau si Bulet salah, kenapa dia malah berkata 'bagus' pada Bayan?

Pertanyaanku semua tenggelam, dosen pengampu mata kuliah sudah datang ke kelas.

•••

Mendadak Bayan menjadi asing. Ketika jam pulang kuliah, dia pergi begitu saja tanpa mengucap sepatah kata pun kepadaku. Bahkan aku tidak tahu kapan dia pergi meninggalkan kelas.

Rahma dan Marlena mencoba menghiburku, mungkin mereka melihat aku mendadak lesu. Meskipun kelas sudah dibubarkan sejak sepuluh menit yang lalu, aku dan kedua temanku itu masih bertahan di kelas. Aku duduk dekat jendela, mengedarkan pandanganku pada orang-orang yang berlalu lalang dibawah sana, memunggungi Rahma dan Marlena.

"Za, mungkin gak sih Bayan tuh cemburu liat lo sama Musa?" tanya Marlena tiba-tiba, membuatku berbalik dan menghadap padanya juga Rahma.

"Tapi, ya, kok cemburu malah berantem sama Fauzan, sih?" timpal Rahma.

"Fauzan siapa?"

"Lah, itu temennya. Masa lo gak tau? Yang tadi dihajar sama Bayan kan si Fauzan," Marlena menjelaskan. Ah, aku lupa kalau si Bulet nama aslinya adalah Fauzan, sebab Bayan selalu memanggilnya si Bulet, aku jadi terbawa kebiasaannya.

"Kemaren dia bilang, sih, dia cemburu liat gue sama Musa. Tapi langsung gue jelasin, gue sama Musa cuma sekedar temen lama, gak lebih."

Rahma dan Marlena tercenung mendengar jawabanku, mereka seperti ingin menjawab namun takut salah berkata.

Tak Ingin Pisah LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang