senyumanmu~

214 26 32
                                    

Now playing: Halu - Feby Putri

•••

"Sok¹ kamu yang beli aku tunggu sini," ujar si Nangka ketika kami sampai di salah satu toko ATK.

"Lo nitip semeter doang, kan?"

"Ih, aku mah udah ada."

"Lah, katanya lo belum beli pita! Gimana, sih?!" sinisku. Lagi pula kan tadi dia sendiri yang bilang akan minta punyaku ketika kami masih di tukang fotokopi. Hadeeehhh.

"Oh itu. Ya udah, aku semeter." Dia terkekeh. Ketahuan banget kalau tadi dia cuma modus! Halah dasar cowok!

Aku melangkah ke dalam toko, sebelum membeli aku bertanya dulu apakah disini menjual pita permeter, dan ya! Toko ini menjualnya. Tanpa berpikir lagi aku langsung membeli dua pita merah, masing-masing ukurannya satu meter. Nantinya pita merah semeter ini akan digunakan di kepala sebagai bandana.

Selesai membeli pita aku menghampiri si Nangka, dia baru selesai memutar balik motornya ternyata. "Nih, punya lo," ujarku seraya menyodorkan pita merah miliknya.

"Oke, berapa ini?"

"Satu."

Dia terkekeh pelan, "Harganya berapa maksud aku."

"Udah kantongin aja, yok balik," ajakku, aku sudah naik di jok belakang motornya dan menggunakan helm juga.

"Makasih, ya, kamu. Siapa téh namanya? Sapina?"

"Zafrina," ucapku datar. "Cepet jalan ih, itu udah diliatin tukang parkir."

Lagi-lagi ia menancap gasnya hingga motornya melaju kencang, tidak lupa ia berteriak, "PEGANGAAANN!!"

Aku tepuk saja helmnya dengan kencang sampai tanganku perih, "Nangka, bisa gak sih lo bawa motornya santai?!"

"Atuh kalo aku bawa motor mah berat, Neng."

"Maksud gue kendarain motornya santai ajaa!!"

"Oh, ngomong atuh. Ya udah ini pelan-pelan sok, tapi pegangan." Dia terkekeh.

"Pegangan, pegangan! Dasar tukang modus!!"

Kemudian dia tertawa, dia ngakak sendiri sampai aku malu karena banyak yang melihat ke arah kami.

•••

"Nangka, lo bawa gue kemana, sih?" tanyaku. Pasalnya dia membawaku lewat rute yang berbeda dengan yang seharusnya kami lewati.

"Ke kosan kamu atuh, nganter pulang."

"KOSAN GUE DI JALAN NANGKA, ASTAGA!"

Dia tertawa lagi, kurang ajar. "Kamu nggak bilang atuh."

"Lo nggak nanya, maen ngayap aja! Puter balik ayo!"

Dia terkekeh, "Nggak perlu, kita lewat jalan Bunder aja."

Aku menurut saja, semoga si Nangka ini tidak membawaku kabur, atau menculikku untuk dijual organ dalamnya. Astaga, pikiranku mulai ngawur.

Jalanan yang kami lewati lengang, padahal masih jam setengah delapan malam. Mungkin karena hari ini hari Senin, alias masih hari kerja sehingga tidak banyak orang yang keluyuran malam-malam.

"Kamu téh asalnya dari mana?" tanyanya.

"Dari tanah dan akan kembali ke tanah."

Dia tertawa. "Lucu ih, kamu."

Kemudian hening lagi, aku sibuk melihat-lihat sekeliling supaya bisa menghapal jalan. Entah dengan dia, sepertinya dia juga fokus pada jalanan.

Rupanya jalan Bunder ini jalan yang menghubungkan jalan Nangka dan Merjau selain melewati jalan Palem. Aku kira kalau dari Nangka ke Merjau harus melewati jalan Palem saja, ternyata masih ada jalan lain.

Tak Ingin Pisah LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang