Part 15

6.9K 684 29
                                    

Maafkan atas typo dan antek-anteknya 🙏

Enjoy it.

---OutofSight---

Clay pov.

Aku melangkah gontai memasuki apartement ku, dapat ku lihat Vale yang tengah bersantai di ruang televisi. Tapi tak ku hiraukan.

Langkah kakiku hanya tertuju pada dapur, aku ingin minum. Rasanya haus sekali.

Kubuka kulkas, mengambil sekaleng soda dari dalamnya. Membuka lalu meminumnya dengan rakus dalam sekali tegukan.

Aku mengatur nafasku, dada ku terasa sakit. Ntah karna soda ini atau karna pukulan-pukulan kuat yang menghantam dadaku.

Aku meremas kuat kaleng soda yang masih ku pegang, menyalurkan segala rasa sakit yang menghimpit dadaku.

Aku terkaget dengan tangan lembut yang menggenggam tanganku yang masih meremas kaleng minuman itu. Aku melihat si pemilik tangan, melemaskan genggamanku. Aku tak kuasa menahan tangisanku.

Dia memelukku, erat sekali. Seakan tau apa yang tengah terjadi padaku. Aku butuh ini, penguatku. Seseorang yang menguatkanku disaat aku merasa seisi dunia menyalahkanku. Disaat otak dan hatiku sendiri menyalahkanku. Disaat orang yang ku cintai pun menyalahkan dan menolakku.

Lalu aku bisa apa selain membalas pelukannya tak kalah erat. Menangis tersedu-sedu di bahunya. Meremas erat kaos longgar yang di pakainya.

Persetan, jika nanti dia memarahiku karna meninggalkan ingus di bajunya. Karna sekarang, aku hanya ingin menangis sepuasku. Menangis hingga beban di bahu ku runtuh sedikit demi sedikit. Hingga rasa bersalahku memudar walau hanya sedikit.

Sekuat apapun aku terlihat diluar, dalamnya aku hanya sebatang kayu rapuh yang akan roboh dalam sekali hentakan.

Ku rasakan ia menepuk-nepuk pelan punggunggku, sesekali akan mengusapnya. Dia tidak bicara atau bertanya 'kenapa' padaku, tapi justru membiarkanku mengeluarkan semuanya.

Dia melepaskan pelukannya.

"Sudah baikan ?" tanyanya, aku hanya mengangguk. Menuntunku untuk duduk di sofa ruang tv yang sempat ia duduki tadi. Lalu bergerak duduk ke sebelahku. Mataku terfokus melihat ke arah televisi besar itu, tapi tidak dengan pikiranku.

"Ceritakan saja," katanya. Membuatku mau tak mau mengalihkan pandanganku ke arahnya. Sedetik kemudian, aku hanya mampu menunduk.

"Vale, bagaimana rasanya saat kau di paksa menjauh dari seseorang yang kau cintai ? Ntah oleh semesta atau orang yang kau cintai itu sendiri" Aku menatapnya, ia hanya diam.

"Rasanya seperti nyawamu di renggut paksa tapi ragamu tak mau meelepaskannya," aku melihat ekspresi diwajahnya. Dia menyerngit, mungkin bingung dengan arah pembicaraanku.

Aku tertawa hambar beberapa detik, lalu diam.

"Itu yang sedang kurasakan," mataku kembali melihat kearah televisi.

"Maksudmu ? Aku tidak mengerti," katanya.

"Asya... dia... dia tidak menginginkan aku lagi. Dia... membenciku," mataku mulai berkaca-kaca.

"Maksudmu Asya sudah sadar ?" Vale berteriak histeris. Aku tidak menjawab. "Dan kau bilang Asya membencimu ? Bukankah kau sudah tau resikonya sejak awal ?" lanjutnya.

Aku masih diam. Memikirkan keadaan Asya yang memburuk karnaku dan bagaimana bisa semesta mempermaikan takdirku seperti ini. Rasanya aku ingin marah tapi ntah kepada siapa.

Tuhan ? Haruskah aku marah pada tuhan ?

"Aku bersalah. Aku pantas dihukum. Asya... D-Dia buta, Vale. Dan itu karna ku," aku tersadar oleh suaraku sendiri.

Out of Sight (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang