Part 22

9.5K 750 345
                                        

Maafkan atas typo dan antek-anteknya.

Enjoy it.

---OutofSight---

Asya pov.

Semenjak kejadian hari itu, Clay tak pernah lagi datang mengunjungiku atau sekedar datang kerumahku. Tak sekalipun ia memberi kabar, sering kali aku mencoba meneleponnya dengan di bantu ibuku, tapi tak sekalipun dia mengangkat panggilan dariku. Dan ini sudah sebulan sejak kejadian itu.

Clay seolah menjauh, seolah menghilang pergi dari kehidupanku. Apa Clay sudah menyerah pada perasaannya sekarang? Apa Clay tak lagi mencintaiku? Tapi bukankah ini yang aku mau? Bukankah ini yang selama ini aku inginkan? Lalu kenapa, kenapa rasanya berat dan malah berbalik menyakitiku?

Aku merindukan Clay setengah mati, tapi gadis itu bahkan tak datang lagi. Aku mengharapkannya, aku mengharapkannya datang lagi padaku. Betapa egoisnya aku sekarang.

Tapi selama Clay tak mengunjungiku lagi, selama itu pula aku memikirkan dan memantapkan hatiku. Tapi aku harus kecewa karna keadaannya sudah berbalik.

Dan sekarang jangan tanya bagaimana kehidupanku, semakin memburuk. Aku sudah tak semangat lagi dalam hal apapun, padahal baru saja kemarin rasanya aku mengecap rasanya kebahagiaan. Tapi tuhan seolah tak menginginkan aku bahagia secepat itu, ia tak lagi mendatangkan Clay padaku. Aku harus apa ? Aku rasanya hampir gila sekarang. Aku tak bebas bergerak karna tak bisa melihat. Ntah kemana pendonor-pendonor yang ada di seluruh dunia. Bahkan dari Bank Mata pun tak ada. Belum ada yang cocok denganku. Haruskah aku ikut menyerah ? Menyerah pada keadaan dan pada perasaanku ?

Aku ingin Clay, aku ingin Clay ada disini. Aku ingin dia seutuhnya, tapi aku tak lagi ingin egois. Memaksa Clay berada disini disaat mungkin Clay sudah berhasil menghapusku, aku seharusnya mendukung bukan ?

Bukankah aku sendiri yang bilang akan mendukung Clay menuju daratan dan lautan manapun yang ingin dia tuju ? Seharusnya aku mendukung Clay sekarang, seharusnya aku sudah merelakan Clay malam itu atau aku seharusnya memaksa Clay untuk kembali menciumku malam itu dan mengatakan jika aku juga mencintainya.

Tapi waktu sudah berlalu. Bukankah tak ada yang bisa mengembalikan waktu ?

"Sayang," kudengar suara mama memanggilku pelan. Aku tau mama turut sedih dengan keadaanku yang sekarang, tapi aku benar-benar tak bisa berpura-pura seperti Clay.

Kudengar langkah kaki mendekat, mengusap kepalaku pelan, lalu ku rasakan mama duduk di sebelahku. Di pinggiran ranjang.

"Asya makan yuk," mama mencoba membujukku, aku menggeleng.

"Aku belum lapar ma," ucapku selembut mungkin.

"Tapi kamu belum makan dari kemarin, nanti kamu sakit nak," kata mama sembari mengusap pelan tanganku. Aku kembali menggeleng.

"Gapapa sakit ma, biar ada yang nandingin sakitnya hati Asya," kataku pelan, mendongak sedikit agar tak menumpahkan air mata. "Maaf Asya jadi anak yang gak berbakti, maaf Asya bikin mama sama papa kecewa, tapi Asya... cinta Clay," lanjutku.

"Gak sayang. Asya gak pernah ngecewain mama sama papa, mama sama papa akan terus disisi kamu, mama sayang sama kamu. Dan mama sama papa pun ingin Asya bahagia," kata mama sembari memelukku erat sekali. Aku menjadi sesak, ntah karna pelukan mama atau karna ucapan mama yang begitu menerimaku. Harusnya aku tak pernah ragu atau takut atas penolakan mereka jika aku mengaku mencintai Clay. Harusnya dari awal aku mengakuinya. Aku menumpahkan segala rasa di dadaku di pelukan dan bahu mama.

"Aku mau ketemu Clay," kataku. Ku rasakan mama mengangguk.

"Tapi kamu makan dulu, baru mama antar kamu ke apartement Clay."

Out of Sight (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang