TIGABELAS

458 36 0
                                    


"Shawn, kenapa kamu pulang larut lagi? Aku dari tadi menunggumu pulang, kamu sudah makan?" Tanya Camila beruntun.

"Aku sedang banyak kerjaan baby, dan aku sudah makan."

"Kamu selalu menyuruhku cepat pulang. Dan selama dua bulan ini, kamu selalu pulang larut."

"Aku tidak ingin membuatmu kelelahan."

Camila memilih mengalah, melihat wajah lelah Shawn, ia menjadi kasihan. " Ya sudah, sekarang kamu mandi saja."

Shawn membalas perkataan Camila dengan mengecup singkat kening Camila.

Kemudian Shawn berjalan meninggalkan Camila, dan masuk ke dalam kamar mandi.

Setelah beberapa menit menyelesaikan ritualnya, Shawn bergabung dengan Camila yang telah lebih dulu berada di atas ranjang. Shawn lalu memeluk Camila dari belakang.

"Baby, maafkan aku. Aku janji tidak akan pulang larut lagi. Ini yang terakhir."

Camila memegang tangan Shawn yang ada diperutnya. Lalu mengangguk.

"Sayang, apa tidak sebaiknya kamu berhenti kerja saja? Aku tidak ingin kamu terlalu lelah."

"Aku sudah bilang, aku akan tetap bekerja. Aku tidak ingin menjadi wanita yang hanya tinggal di rumah."

"Tapi, kita akan punya anak. Aku mau kamu fokus pada rencana kita."

"Tapi,-"

"Sudah, kali ini jangan membantahku lagi."

Camila diam. Meresapi perubahan sikap Shawn selama dua bulan ini. Dia sangat aneh, tidak lagi seperti saat bulan pertama pernikahan mereka.

Camila meremas dadanya yang sesak. Lalu, air matanya mengalir perlahan. Ia menangis tanpa suara.

Seharusnya ini semua tidak terjadi. Seharusnya dia tidak mengambil langkah gegabah dalam hidupnya. Seharusnya dia berpikir matang tentang keputusannya.
Tapi, itu hanyalah penyesalan belaka. Tak berguna.

Mulai sekarang, ia berjanji akan melakukan apapun agar pernikahannya tetap berjalan baik. Walaupun dengan itu, ia harus merelakan pekerjaannya.

***

Pagi harinya, Camila bangun dengan kepala pening dan perut yang seakan diaduk-aduk. Ia lalu melangkahkan kakinya cepat ke arah kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya.

Beberapa kali ia mengurut tengkuknya agar bisa mendapat sedikit rasa nyaman, tapi ia malah terkulai lemas.

Setelah beberapa lama menetralkan tubuhnya, ia lalu bangkit lagi dan mencuci wajahnya. Setelah itu ia keluar kamar membangunkan Shawn yang masih lelap dalam tidurnya.

"Shawn bangun, sudah jam setengah enam." Seru Camila dengan lemah.

Shawn bergerak tidak nyaman karena tidurnya di ganggu. Lalu ia mulai merenggangkan otot-ototnya dan perlahan membuka matanya.

"Morning my wife, morning kiss?" Ucap Shawn.

"Cepat bangun, kau sudah terlambat. Aku akan menyiapkan makanan untukmu." Kata Camila dan langsung meninggalkan Shawn.

Camila ingin memasakkan sup ayam untuk Shawn, ia sedang memotong-motong ayam tapi ia merasa aneh dengan bau ayam itu. Seakan bau ayam itu sangat menyengat dan ia tidak suka. Tetapi, tidak ada orang lain yang bisa disuruhnya untuk memotong ayam itu, alhasil ia memotongnya sendiri dengan sedikit memaksakan diri.

Akhirnya, ia sudah tidak tahan. Ia lalu berlari ke arah wastafel dan kembali memuntahkan isi perutnya yang sudah terkuras habis.

Ia merasa sangat lemas sekarang, bahkan untuk berdiri pun ia merasa tidak sanggup. Samar-samar ia mulai tidak tahan dengan kegelapan yang ingin merenggut kesadarannya.

"Camila, Camila, Apa yang terjadi." Ujar Shawn dengan panik saat melihat tubuh Camila terkulai lemas. " Camila bangun .... Hei!" Seru Shawn lagi.

Lalu tanpa banyak bicara lagi, Shawn mengangkat tubuh Camila dan berjalan dengan cepat ke kamar mereka. Shawn lalu menelepon dokter pribadi keluarga Mendes dengan panik.

Tak lama kemudian, Dokter Renne yang biasa merawat keluarga Mendes akhirnya datang dan memeriksa keadaan Camila. Setelah selesai dengan pekerjannya, dokter Renne menjelaskan pada Shawn mengenai penyakit Camila.

"Dia tidak sakit Tuan Shawn, ia hanya kelelahan dan saya kira bahwa dia sedang hamil. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, silahkan mengeceknya ke dokter spesialis kandungan, Untuk memastikan kebenarannya. Dan juga jangan membuat dia memikirkan hal-hal berat, itu dapat menganggu mentalnya sebagai seorang wanita hamil."

Shawn masih belum bergerak di tempatnya. Mendengar kemungkinan bahwa Camila hamil, ia merasa sangat senang. Sangat sangat senang. Shawn menjabat tangan dr. Renne dan mengucapkan terima kasih. Setelahnya, ia mengusap-usap wajah Camila dengan penuh sayang.

"Finally, Tuhan menjawab semua usaha kita, baby." Kata Shawn senang. Ia memutuskan untuk tidak ke kantor hari ini. Ia kemudian menelepon keluarganya dan mengabarkan bahwa Camila sedang sakit. Ia akan menjelaskan nanti tentang kehamilan Camila, ketika ia telah mengeceknya langsung ke dokter kandungan.

Setelah kurang lebih 30 menit tidak sadar, akhirnya Camila membuka matanya, ia masih merasakan sedikit pusing di kepalanya.

"Akhirnya kamu sadar juga sayang, aku sangat mengkhawatirkanmu." Camila tersenyum menanggapi ucapan Shawn. Camila kemudian berusaha bangun dan duduk dengan kepala yang bersandar di kepala ranjang.

Shawn mengangsurkan air pada Camila, dan Camila menerimanya kemudian langsung meneguknya.

"Tadi dokter Renne datang memeriksamu, dia bilang kamu kelelahan dan kemungkinan kamu..." Shawn tak melanjutkan ucapannya. Membuat Camila harap-harap cemas. Mungkinkah ia memiliki penyakit yang parah?

"Dan kemungkinan kamu hamil." Shawn mengatakannya dengan senyum lebar di wajahnya.

Camila kaget. Sangat kaget. Ia tidak menyangka akan hamil secepat ini. Ia bersyukur karena Tuhan mempercayakan satu nyawa untuk hidup dalam dirinya.

"Really? I'm pregnant? Puji Tuhan. Aku sangat bahagia." Katanya senang, dengan mengusap-usap perutnya yang masih rata.

"Mulai sekarang, kamu jangan banyak bergerak, kamu tidak boleh kelelahan, dan tidak boleh stres. Itu tidak baik untuk ibu hamil. Dan juga kita harus segera pergi ke dokter, untuk memastikannya."

Camila mengangguk dengan semangat.
"Akan kulakukan semuanya untuk anakku, anak kita Shawn."

Shawn memeluk tubuh Camila dan mengecup pucuk kepala Camila. Ia sama bahagianya dengan Camila.

Tetapi, dibalik itu, Shawn cemas, bagaimana jika Camila mengetahui kebenaran tentangnya? Akankah Camila tetap bahagia bila bersamanya? Atau ia harus kembali kehilangan orang yang dikasihinya?

*****




[END] Find You AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang