Matahari tentunya besinar sangat terik menyambut mereka berdua. Di tingah padang gurun tentunya membuat sinar matahari langsung masuk menusuk mata Gravity. Mau tak mau Gravity membuka matanya perlahan menyesuaikan cahaya yang masuk menyorot mereka.
Gravity bergerak perlahan agar tidak membangunkan pria yang sedang ada dalam pelukannya. Posisi mereka tak berubah seperti kemarin malam. Dengan kepala pria itu yang diletakkannya dalam cerukan lehernya. Jelas dia tak mungkin terganggu akan matahari karena kepalanya menghadap lehernya.
Dengan pelan Gravity menggerakkan tangannya menyentuh kepalanya membernarkan posisi rambutnya. Apa orang ini tidak capek tidur dalam posisi ini??? tanyanya dalam hati. Memang tak salah banyak wanita yang mengantri padanya karena tak dapat dipungkiri wajahnya sangat tampan. Proporsi wajahnya sempurna tak ada cela. Kemudian tangannya bergerak turun meraba otot lengannya. Sebenarnya Gravity hanya bermaksud mengecek kondisi Gavin apa sudah sembuh. Namun acara mengecek kondisinya bergeser menjadi acara mengagumin Gavin dari dekat. Apalagi posisi mereka masih berpelukan dan Gravity juga dapat merasakan otot badannya yang liat menempel di tubuhnya.
Akhirnya dari pada tangannya nakal berjelajah ketempat yang lain Gravity memutuskan menggerakkan tangannya membelai perlahan rambut Gavin. Untuk ukuran cowok rambutnya lembut juga dan ternyata acara mengagumi rambutnya membuat Gavin terganggu.
"Sudah selesi acara mengagumiku??"bisiknya pelan.
"Kau sudah bangun dari tadi???"
"Heemmm... bahkan sebelum tanganmu bergerak hampir menjelajahi tubuhku."kata Gavin dengan masih di posisi yang sama dan mata tertutup. Mendengar perkataan itu sontak Gravity malu bukan main. Ia berprilaku hampir seperti wanita penggoda. Gravity yakin wajahnya sudah memerah karena malu.
"Ayuk bangun. Kita pulang."kata Gravity mengalihakan pembicaraan. Gravity merusaha melepaskan pelukan Gavin dengan mendorongnya kuat-kuat. Namun apa daya Gavin malah makin mengeratkan pelukannya.
"Buru-buru pulang banget sih. Sekali-sekali menghilang dari realita dan bersenang-senang donk Grav."katanya masih dalam pelukan dan belum membuka mata.
"Gak masalah sih nggak langsung pulang tapi bisa nggak pelukannya di lepas??? capek tau posisi begini terus dari semalam." cerocos Gravity.
"Tunggu bentar lagi. Masih mau menikmati baumu yang menenangkan." sontak jawaban Gavin membuat muka Gravity memerah lagi bahkan lebih merah dari sebelumnya.
Gavin merasa wangi Gravity sangat unik dan berciri khas meskipun berbau bunga namun ada sensasi bau kopi didalamnya. Sungguh pencinta kopi. Parfumnyapun sampai harus ada sensasi wangi kopinya.
"Ayo lah vinnnn... Bangguunnn...." rengeknya.
"Iyaahh... iiyyaahh.. Baby G. Tapi sebelum lepas dari pelukanku pakailah dulu bajumu. Aku nggak mau ada orang lain melihat pemandangan indah ini selain aku."
"Namanya pakai baju ya harus di lepas dulu pelukannya. Mana bisa pakai baju posisi begini."protes Gravity.
"Bisa. Apa perlu aku yang pakaikan." eyel Gavin.
Dari pada berdebat panjang akhirnya Gravity memutuskan mengikuti mau Gavin. Gavin meregangkan pelukannya dan dengan hanya berjarak selengan Gavin dengan terpaksa Gravity memakai baju dalam posisi itu. Selimutpun masih menyelimuti mereka. Gravity memasang muka masam sambil berusaha memakai bajunya. Salain tempatnya yang sempit dengan mata Gavin yang memandangnya membuatnya makin tak leluasa memakai bajunya.
"Sudah !!!! cepat lepasss !!!"
"Gitu aja ngambek. Itu khan demi kebaikanmu kalau ada paparzzi yang memfoto gimana donk??? Nanti jadi headline dimana-mana." kata Gavin santai sambil mengacak rambut Gravity lalu segera memakai bajunya juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
my own world
Romansaterlalu asik dengan dunianya hingga dia seakan buta dengan sekelilingnya. Wanita dengan segala kesuksesannya membuatnya nyaman dengan dunianya sendiri. Perubahan??? Wanita itu akhirnya melangkah kekuar dari zona nyamannya. Akankan langkah yang di am...