21. Manis Asli Bukan Pemanis Buatan

70.7K 4.7K 222
                                    

Btw di cerita ini aku menulis dengan santai, banyak bahasa non baku dan kadang nggak sesuai kaidah bahasa yang benar, nggak nurut pakem, karena di cerita ini aku ingin refreshing dengan menulis cerita yang ringan. Jadi don't take it seriously kalau banyak yang absurd ahhaaha. Mungkin gaya bahasanya beda sama cerita-ceritaku yang serius. Nikmati saja 😁

Happy reading...

Hari-hari sebagai pengantin baru terasa begitu manis bagi Arham dan Irene. Semua serasa indah. Senyum selalu terkerling. Tawa memecah kesunyian malam. Ciuman dan pelukan menjadi makanan sehari-hari yang tak pernah terlewatkan. Belum lagi malam-malam panas yang selalu mengantarkan keduanya pada puncak kenikmatan tiada ujung. Unch banget pokoknya. Namanya juga pengantin baru.

Keromantisan rumah tangga sudah terbangun sejak awal menikah. Jika Irene merasa pegal setelah beberes rumah, Arham dengan senang hati memijit tubuh istrinya kendati masih lelah sepulang mengajar. Pijatan yang tak hanya sekadar dilakukan dengan memijit-mijit tangan dan kaki tapi dibarengi keusilan Us Us yang memanfaatkan kesempatan dengan menggerayangi tubuh sang istri. Bisa ditebak, pijatan itu berubah menjadi pijatan plus plus dan berakhir dengan pergumulan panas di ranjang. Alamak... Namanya juga pengantin baru.

Belum lagi jika salah satu ada yang terluka. Contohnya ketika jari Irene teriris pisau waktu mengiris wortel. Arham khawatir setengah mati. Diobati luka jari sang istri dengan hati-hati. Diusap-usap rambut sang istri begitu lembut, "Sakit ya sayang? Perih, nggak? Kamu jangan cuci piring dulu ya, nanti perih kena sabun. Kamu istirahat aja, ya, biar Us Us yang masak." Irene yang terluka jarinya, Arham yang cemas bukan kepalang. Begitu juga saat Arham dapat jatah ronda malam. Bolak-balik Irene kirim pesan whatsapp.

Sayang, jangan lupa jaketnya dipakai, biar nggak dingin...

Sayang, jangan merokok, ya. Kalau ada yang nawarin rokok, jangan mau. Biasanya bapak-bapak kalau lagi ronda pasti merokok.

Us Us... Kapan pulang? Mas Irene nggak bisa bobo... Biasanya dipeluk sama Us Us... Dikecup-kecup... Diusap-usap.... Dibelai-belai.... Diremes-remes.... Disentuh... Dicium-cium... Kangen Us Us....

Alhasil Arham yang tengah berkumpul dengan tetangga di Poskamling pun izin pulang sebentar. Unch... Emang ustadz ganteng lahir  batin paling nggak bisa membiarkan sang istri merana sendirian. Manis banget semanis gula asli, bukan pemanis buatan. Namanya juga pengantin baru.

Setiap pagi pun Irene selalu membuatkan kopi atau teh untuk sang suami, tergantung request. Arham selalu bilang, "Jangan manis-manis, soalnya yang bikin udah manis, nanti kemanisan." Irene pun tersipu. Meski sering mendengar lontaran pujian dari Arham, tetap saja Irene tersanjung mendengarnya. Arham juga sering membantu sang istri mengerjakan pekerjaan rumah tangga. "Sayang, kalau kamu capek istirahat saja. Kasian, capek, ya, sayang. Nikah sama aku jadi sering beberes gini. Maaf ya, sayang, belum bisa pakai jasa ART." Irene pun memaklumi kondisi finansial mereka yang belum stabil. Meski orang tua mapan, tapi mereka hidup mandiri, tak ingin merepotkan siapapun. Irene menjawab, "Nggak Us Us, Mas ikhlas mengerjakan semua. Mudah-mudahan jadi pahala untuk Mas." Suasana selalu hangat karena dua-duanya mencoba untuk saling memahami dan menghargai.

Arham dan Irene tak ingin momen-momen manis itu berakhir.  Rasanya ingin menekan tombol pause agar waktu berhenti sesaat hingga mereka bisa menghabiskan waktu berdua lebih lama. Pokoknya tanpa kamu, bagai malam tanpa bintang, gelap dan hampa.

Hari ini seperti biasa Arham berangkat mengajar, sedang sang istri tinggal di rumah. Irene memantau perkembangan toko bukunya dari jauh. Niat membuka satu cabang toko lagi di Purwokerto semakin bulat. Selain itu ia juga ingin membuka perpustakaan mini di rumah agar anak-anak yang tinggal di kompleks bisa membaca buku dengan gratis di perpustakaannya. Anak-anak sekarang darurat gadget. Jarang yang minat membaca karena lebih terpikat bermain game di ponsel. Irene bercita-cita ingin meningkatkan minat baca anak-anak, dimulai dari anak-anak di sekitar tempat tinggalnya.

Nikah Yuk, Mas!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang