"Oowuooo, kamu adalah bukti ... dari cantiknya paras dan hati, kau jadi harmoni saat ku bernyanyi tentang terang gelapnya hidup ini ... asekkk! Suara gue mantep dah."
Ujung kelas IPA 5 itu riuh sekali, ulah siapa lagi jika bukan Devan dan gengnya itu. Apalagi Devan yang hobi bermain gitar. Pastilah ia akan berkoar nyanyi tak jelas jika jam kosong seperti ini.
"Eh ganti lagu, mau apa wouy?" tanya Devan menawarkan reques.
"Boleh reques asal bayar pake semangkok bakso dengan dua sendok micin, huaa ... ngiler gue." Devan mengelap ujung bibirnya yang basah.
"Najis lo, Van." Ridho bergidik ngeri. Cowok itu tengah memainkan gamenya tapi sempat-sempatnya mendengar celotohen unfaedah dari Devan.
"Gue, Van!" Siska mendekat sambil membawa hpnya. Cewek alay yang sering meminta Devan menyanyikan lagu diiringi gitar kemudian ia vidiokan dan dishare lewat Status WA.
"Asik, bakso dengan ekstra micin ya, Sis!"
"Tenang, lo mau sama pabriknya juga gue jabenin," balas Siska seraya duduk di bangku depan Devan.
"Lagu apa?"
"Bukti."
"Sama aja kek tadi, elah." Devan mulai memetik senar gitarnya dengan lihai.
"Me~menangkan hatiku bukanlah satu hal yang mudah."
"Asek!" pekik Devan.
"Kau berhasil membuat ku tak bisa hidup tanpamu."
"Men~jaga cinta itu bukanlah satu hal yang mudah."
"Namun sedetik pun tak pernah kau berpaling dariku."
"Beruntungnya~ aku, dimiliki kamu~" Devan ikut bernyanyi sendu.
"Kamu adalah bukti, dari cantiknya paras dan hati."
"Kau jadi harmoni saat ku bernyanyi,"
"Tentang terang dan gelapnya hidup ini~"
"Kaulah bentuk terindah, dari baiknya Tuhan pada~ku. Waktu tak mengusaikan cantikmu. Kau wanita terhebat bagiku, tolong kamu camkan itu."
"Hobaah! Digoyang, mas!" teriak teman-teman Devan yang lain.
"Tarikk, asek!"
Devan sudah mangap akan menyanyi lagi tapi ia berhenti mengenjreng gitarnya karena masuknya beberapa murid bersama seorang guru di belakangnya. Otomatis kerumunan cowok tadi bubar juga Devan yang ikut berdiri menuju bangkunya.
"Nanti lagi, Van." Siska menepuk bahu Devan sebelum pergi ke bangkunya paling depan.
"Asal bakso satu mangkok."
"Materi kita sampai mana?" tanya Bu Endis selaku guru Biologi itu.
"Bab Jaringan Tumbuhan, Bu."
"Hm, oke. Kita lanjutkan dengan mencatat."
Semua murid mulai mengeluarkan buku catatan masing-masing siap mencatat. Kecuali Devan, ia malah menyiapkan jaketnya di atas meja. Untuk apalagi jika bukan untuk menyembunyikan ponselnya selama bermain game.
Baginya selain bakso, game juga adalah hidupnya.
Devan mulai sibuk dengan penampilan layar ponsel tengah berlaga antara dua orang dengan gesekan pedang. Jari jempolnya bergerak lincah seolah tak mendapat halangan. Kenikmatan yang haqiqi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, PLUTO!
HumorDisarankan follow sebelum baca. |Complete| Pluto, cewek yang pintar Biologi harus terjebak dengan situasi dimana ia menjadi partner belajar seorang cowok. Cowok yang berwatak petakilan, bertolak belakang dengan dirinya yang dingin. Sayangnya, seirin...