7. Ngangkut hati gue bisa?

3.8K 302 8
                                    


"Lusa gue ada pelajaran Biologi," ucap Devan saat setelah mendaratkan bokongnya di kursi kantin.

Pluto yang duduk di sebrang mejanya mengangkat sebelah alis heran. Dia membolak-balik lembar buku paket Biologi yang ada di dekat piring siomainya tanpa ada niat menatap Devan balik.

"Terus?" tanya Pluto tanpa peduli.

Bibir Devan berdecak kesal, dia sampai meletakkan sendok dan garpu di mangkok baksonya menimbulkan bunyi keras.

"Ya lo jalanin tugas lo sebagai partner gue," ujar Devan masih menahan sabar.

"Gue tanya, apa hubungannya tugas partner sama ulangan lo besok lusa?" tanya Pluto yang masih menatap buku Biologi.

"Ck," Devan benar-benar harus ekstra sabar menghadapi cewek satu ini. Dia mulai menyangga dagunya, mencoba bersikap manis.

"Lo bantuin gue belajar, cewek planet."

Pluto mendelik tajam mendengar panggilan Devan barusan, sebelum akhirnya kembali mencatat dengan raut datar.

"Waktu gue jadi partner lo cuman sebulan, dan itupun bantuin lo buat dapet nilai bagus di UNBK nanti, bukan ulangan nanti lusa."

"Bantuin gue menghafal kek," gumam Devan pelan, lebih ke menggerutu. Dia mendengkus kemudian memasukan bakso ke dalam mulut sambil menahan kesal.

Pluto masih tak peduli, mencatat materi dari buku paket. Sesekali ia membenarkan posisi kaca mata bulatnya. Jujur, Devan baru kali ini melihat kaca mata itu betengger di hidung mancung cewek ini. Dan itu menambah kesan manis menurutnya.

Devan menatap piring siomay di depannya. Masih penuh, karena sepertinya belum tersentuh sama sekali.

"Makan dulu, To," suruh Devan tanpa mengalihkan tatapannya dari Pluto.

Pluto hanya membalas dengan deheman. Devan menghela napasnya pelan dan lagi-lagi meninggalkan sendoknya di mangkuk bakso. Kini ia beralih mengambil sendok yang ada di piring siomay.

"Mau? Ambil aja---" Pluto seketika terdiam saat melihat sebuah sodoran sesuap siomay, dan yang menyodorkannya itu tidak lain adalah Devan.

Sebelah alis Pluto naik, menatap heran seolah bertanya 'ngapain lo?'. Seakan mengerti Devan segera memberi penjelasan.

"Biar lo bisa nulis dan makan secara bersamaan, sekarang buka mulut lo."

Pluto tak kunjung membuka mulutnya, setia dalam tatapan bingung dan datarnya itu. Tapi perjuangan Devan membuahkan hasil, Pluto akhirnya membuka mulut menerima suapan dari Devan. Terus mengunyah sambil kembali mencatat.

Entah kenapa Devan tersenyum lega. Melihat wajah lelah Pluto dan tangan kurus cewek ini membuat Devan tak tega. Jadinya dia merasa iba dan berinisiatif untuk menyuapi Pluto, ia juga berpikir pasti cewek ini kurus karena belajar keras sampai lupa makan.

"Lo sering ya abaikan makanan kayak gini?" tanya Devan sambil kembali menyuapi Pluto.

Cewek itu hanya mengendikkan bahunya karena mulutnya sibuk mengunyah. Matanya masih menyorot buku paket.

Devan diam-diam memperhatikan wajah Pluto, terlihat damai meski kerap berekspresi datar. Rambutnya yang panjang terurai membuat wajah bulatnya tertutup imut. Tiba-tiba senyum Devan muncul, kenapa dia jadi menelisik wajah Pluto dengan detail?

"Aaa?" pinta Pluto.

Eh? Lagi tah?

Devan dengan spontan menyodorkan lagi sendoknya. Pluto menerimanya dengan cepat, kelihatan sekali aura kelaparannya.

Hei, PLUTO! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang