10. Cabut Yuk!

3.7K 306 11
                                    

Pluto segera menyambar tas sekolahnya setelah mendapat pesan dari Devan bahwa dia sudah tiba di bawah. Entah kenapa, Pluto merasa tidak ingin cowok itu menunggu lama. Sebelum keluar kamar Pluto menata kembali rambutnya yang digerai, kemudian tersenyum kecil merasa puas. Jika diteliti, ini pertama kalinya Pluto memperhatikan penampilan.

Dia menuruni tangga sedikit cepat, bahkan senyum yang tidak pernah menghiasi wajah bulatnya itu kini tercetak rapih. Jessica yang ada di dapur menatap aneh anaknya, jarang sekali Pluto sesemangat ini.

"Pagi, Plu sayang."

Pluto hanya mengecup pipi mamahnya tanpa menyapa balik, kemudian berlari ke arah pintu depan. Jessica sampai bingung sendiri kenapa dengan anak itu.

Ceklek

Pintu dibuka dari dalam, Pluto sudah siap menyapa cowok itu. Sepertinya dugaan kali ini salah, senyum ceria Pluto luntur begitu saja kala melihat ada dua sosok cowok di teras rumah. Salah satunya Devan, dan satunya lagi adalah cowok yang tidak ingin Pluto temui.

Rega.

"Eh ... sini To!" panggil Devan sedikit teriak. Rupanya Devan yang pertama sadar dengan kehadiran Pluto. Sialnya, Rega ikut menoleh menatap Pluto, melempar senyum andalannya.

Mencoba meneguhkan hati, Pluto melangkahkan kaki mendekati kedua lelaki itu. Rega masih memasang senyum lembut, membuat Pluto tak bisa menahan untuk tidak meneguk ludah kasar.

"Pagi," sapa Pluto dingin. Luntur sudah bayangan hari ceria ke depan.

"Pagi, To." Devan lebih dulu membalas disusul kedipan sebelah mata.

"Pagi, mput."

Nyut!

Hati Pluto terasa nyeri, seperti dicubit sangat kecil, perih. Sapaan itu. Kenapa masih bertahan sampai sekarang?

"Kenya lagi sarapan," ucap Pluto mencoba mengalihkan perasaannya.

"Hm, tadi 'kan gue sempet masuk," balas Rega.

Demi kerang ajaib, Pluto ingin pergi sekarang juga karena malu!

"To, tumben rambut lo ... ditata?" tanya Devan meraba rambut Pluto yang dicurly, "tapi tetep cantik, kok."

Pluto menepis tangan Devan pelan. Secara tiba-tiba Pluto menggenggam jemari cowok itu erat.

"Rega, gue sama Devan duluan, ya?" pamit Pluto. Gadis itu menarik lengan Devan secepat yang ia bisa. Rega itu manusia yang harus Pluto hindari. Karena bisa-bisa dia mengingat hal itu lagi.

"Motor lo mana?" tanya Pluto saat tidak menemukan motor Devan di pinggir jalan, justru malah menemukan sebuah mobil.

"Gak gue bawa," jawabnya cuek. Dia membuka pintu penumpang dan menyandar nyaman di sana.

"Gue antisipasi aja, takutnya lo tidur kayak kemarin malam. Gue gak yakin lo mau meluk gue tiap dibonceng. Gih, masuk."

Blush!

Menahan panas di area pipinya, Pluto memalingkan wajah refleks. Dikibaskan rambutnya dengan keras sebelum masuk ke dalam mobil. Pagi ini lebih gerah menurut Pluto.

Selama perjalanan mereka terdiam cukup lama, lebih tepatnya perempuan di samping Devan yang banyak diam. Merenung, hanya itu yang Pluto lakukan sejak mobil melaju.

"To, masa gue ngoceh sendiri?" sarkastik Devan, merasa tak terima dirinya berbicara sendiri sejak tadi.

Helaan napas Pluto keluar juga akhirnya, sebagai tanda ia begitu terganggu. Gadis itu berubah menatap partner belajarnya itu dengan tatapan datar.

Hei, PLUTO! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang