14. Khawatir? Sama lo? Cih.

3.3K 302 6
                                    

Selamat tahun baru, dan

Selamat membaca :*

________

Devan menatap ponselnya dengan mata yang tinggal berapa watt lagi akibat mengantuk. Dia sudah benar-benar tidak kuat menahan berat matanya, bosan menunggu chat dari Pluto hasil ulangannya tadi sore. Kepalanya kembali menoleh menatap jam dinding kamarnya, sudah menunjukan pukul 11 malam. Kemana gadis yang ia tunggu?

Menyerah, Devan menutup matanya rapat. Mungkin ia akan membuka pesannya nanti pagi. Baru saja ia akan terbawa ke alam mimpi, getaran dari ponselnya terasa begitu kentara. Devan langsung terlonjak duduk, keningnya mengerut karena bukan chat yang ia dapat dari Pluto, melainkan panggilan telpon.

"Halo?"

Hening, hanya terdengar sebuah isakkan. Tiba-tiba Devan meraba pundaknya, merinding sendiri. Ini benar Pluto 'kan yang menelpon?

"To?" panggil Devan lagi.

"Van."

Ketakutan Devan seketika menguap kala mendengar suara lemah dari Pluto dari sebrang. Tanpa berpikir panjang Devan langsung menyambar jaketnya serta mengambil kunci motor. "Lo kenapa? Gue ke rumah lo sekarang."

"Gak usah, gue udah di rumah sakit."

Seperti mendapat bogeman dalam hatinya, Devan menyugar rambutnya frustasi. Ia mondar-mandir sambil terus mendengarkan isakkan tangis dari Pluto.

"Gue takut, gak bisa tidur. Lo bisa temenin gue lewat telpon?"

Devan menarik kursi belajarnya, duduk tak karuan di sana. "Bisa, lo mau gue cerita?"

Gumaman Pluto dianggap setuju oleh Devan. Cowok itu mulai bercerita tentang kancil yang tercebur got, padahal mana ada cerita seperti itu. Dia mengarang, tentu saja.

"Udah tidur?" tanya Devan begitu bodoh.

"Belum." Devan menatap jam, sudah pukul 1 dini hari. Ternyata ia menghabiskan waktu 3 jam untuk cerita absurdnya itu.

"Ya udah gue temenin lagi, mau tidur kapan? Nanti besok gue ngantuk lho di jam Fisika, mau tanggung jawab?"

Tiba-tiba Pluto tertawa kecil, mulai bersuara bindeng akibat terlalu lama menangis. "Nanti gue ajarin, gampang."

"Aduh, sombong ya, Mbak." Devan ikut tertawa, lupa akan kecemasannya beberapa waktu yang lalu.

"Van, sorry hasil ulangan lo belum gue kirim." Pluto terdengar seperti bangun dari tidurnya. "Mau gue kirim sekarang?"

Devan langsung berdiri panik, tangan kanannya sampai melambai kontras. "Gak usah, gak pa-pa lusa juga. Asal lo ... lo sembuh dulu."

Pluto tergelak sendiri. Menurut Devan gadis itu banyak tertawa malam ini. "Gue gak papa lagi."

Devan menggeleng tak setuju, merubah mimik wajahnya sok galak. Padahal percuma karena Pluto tidak melihat ekspresinya. "Lo tuh masuk rumah sakit dibilang gak pa-pa, bohongnya ketauan."

"Heem, gue bohong. Jahat gak?" tanya Pluto kembali lirih.

Devan langsung menjawab, "Lo gak pernah jahat, sama sekali gak pernah. Tapi lo lindungin diri lo sendiri dari hal yang menurut lo mengancam keamanan lo."

Di balik ponsel Pluto tersenyum tipis, menatap jemarinya yang mulai kembung karena air infusan. "Hm, makasih Van. Gue udah ngantuk."

Devan mengangguk kecil. "Bobo kalo gitu, jangan lupa do'a abis itu mimpi indah."

Hei, PLUTO! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang