He Said

776 139 36
                                    

Halloha guys. Update nih ya? Semangatin aku sama komen-komen kalian ya. Uwu💜

🇰🇷🇰🇷🇰🇷

Verona

Mungkin aku terlalu berharap bahwa Agust D akan menghampiriku, memberikan pelukan yang amat aku rindukan dan mengatakan kata maaf dengan sangat lembut. Nyatanya tidak. Setelah Agust D menginjak putung rokoknya hingga mati, dia mengangkat bahunya, lalu menunjuk mobil yang ada di belakangnya.

Aku mendesah pelan, menyeka ujung mataku. Apa sekarang Agust D berusaha menunjukkan sifat aslinya padaku? Saat aku menatapnya, dia sudah terlanjur membuka pintu mobil dan masuk.

Dengan langkah berat aku memutuskan untuk mendekat, membuka pintu mobil dengan ragu lalu mendaratkan tubuhku tepat di samping Agust D. Saat tubuhku sukses mendarat, mesin mobil langsung dia hidupkan. Aku menatap Agust D ragu-ragu, hatiku mendadak sakit karena nyatanya dia tak menatapku, dia terlalu fokus pada kegiatannya hingga mobil sempurna meluncur di jalanan.

Desing mobil menemani keheningan, Agust D sibuk dengan roda kemudi, sedangkan aku masih menyempatkan sedikit waktu untuk meliriknya. Dia masih sama, wajahnya tampan, ada beberapa bekas luka di pipinya, lengannya masih tersisa beberapa lebam. Aku menatap lekat wajahnya, sekarang otakku mulai berpikir, apa dia tidak sedikit pun ingin menanyai kabarku?

Lalu, seperti magnet, kepala Agust D menoleh padaku. Napasku terhenti, darahku berdesir, mata tajam Agust D menatapku lurus. "Kau baik-baik saja?"

Rasanya jantungku jatuh sampai ke usus, Agust D menampilkan senyuman tipis, lalu dia membuang pandangan ke depan lagi, fokus ke jalanan.

Aku mengangguk, rasanya aku ingin loncat saja saking bahagianya. "Aku baik-baik saja." Aku membasahi bibir. "Bagaimana denganmu?"

Agust D menoleh lagi, tersenyum hambar. "Hari ini jelas kau bisa melihatnya, aku baik-baik saja. Masa depan? Aku ragu." Dapat kudengar Agust D menghela napas berat. "Jimin mengindahkan ucapannya. Dia menjagamu dengan baik."

Aku tatap Agust D dalam-dalam, dia tampak ragu mengatakan itu, tangannya menggenggam stir mobil lebih kuat sekarang. "Sekarang kita mau ke mana?"

"Ke suatu tempat, menghabiskan waktu bersamamu. Banyak yang harus aku jelaskan, aku tahu Jimin sudah menjelaskan banyak hal padamu. Tapi tidak enak rasanya jika kau tidak mendengar penjelasan dariku."

Aku terdiam sebentar. "Tentang buku itu?"

Mata Agust D menyambarku. "Apa kau tertarik mendengar yang satu itu?"

Aku mengangguk dengan ragu, ini topik sensitif. "Jika kau bersedia."

"Tentu saja." Agust D menampilkan senyuman bersemangat. "Tidak ada yang bisa kutolak darimu. Sekarang, mari pergi ke tempat di mana tidak ada yang bisa menyakiti kita. Atau ke tempat di mana tidak ada yang bisa menyakitimu."

Hening, hanya mesin mobil yang kembali menemani. Agust D kembali fokus pada jalanan, Agust D tampak berbeda meski awalnya aku merasa dia berubah. Memang berubah, dia jauh lebih ramah, aku suka tatapan sendunya saat ini. Aku mengingat sesuatu, tas yang ada di kursi belakang, apa Agust D tidak ingin mengambil buku takdirnya?

==

Aku mengangkat punggung dari sandaran kursi, mobil Agust D berbelok ke suatu tempat. Sangat ramai, mobil pengunjung berjejer, hingga Agust D memarkirkan mobilnya di antara mobil tersebut.

Aku belum pernah ke tempat ini, Agust D tidak pernah mengajakku ke tempat ini.

Aku menatap Agust D yang sibuk memperhatikan sekitar. Matanya menelisik setiap orang yang ada di sana. Dia tampak berhati-hati, takut ada seseorang yang membahayakan kami.

The Death Time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang