Park Jihye tak berhenti tersenyum. Dalam perjalanan pulang pun, ia terus mengembangkan senyum setiap ada orang berpapasan dengannya.
Bersenandung di daerah komplek rumah, Jihye nampaknya sangat terkejut manakala halaman rumahnya diisi oleh ayah dan anak yang tengah membenarkan pintu utama.
Sejemang, wanita Park itu termangu di ambang pagar rumahnya sembari melihat tak percaya ke arah Jungkook yang fokus memasang pintu baru—dibantu Chloe yang meyerahkan perabotan.
Jihye mengharuskan pikirannya kembali mengingat pagi sebelum keberangkatannya bekerja. Dia seratus persen yakin bahwa pintu utama telah dikunci dari luar. Namun, kenapa mereka bisa keluar dan mengganti pintu yang telah dirusak?
Kerongkongannya mendadak kering. Takut dan curiga bercampur menjadi satu saat mengingat tingkah laku Jungkook yang tak masuk di akal.
Satu, datang memecah kaca pintu utama dan masuk ke dalam rumahnya dengan kondisi luka tembak di tubuh keduanya. Dua, mengeluarkan peluru dan mengobati luka tanpa bantuan tenaga medis. Tiga, Jihye sempat mendengar perseteruan kecil antara ayah dan anak itu bahwa Jungkook bisa berbagai macam bahasa. Dan sekarang ... apakah Jungkook bisa membuka pintu utama sendiri?
“Jihye-ssi ...? Kau tuli? Kesurupan? Atau jatuh cinta padaku?” Jihye lekas tersadar. Terkejut manakala mendapati Jungkook yang berdiri di depannya dengan tubuh bagian atas yang terekspos.
“Tebakan terakhirmu sinting, Tuan,” jawab Jihye ketus, lalu berjalan meninggalkan Jungkook. Namun, baru beberapa ia melangkah, Jihye kembali memutar badan sembari melipat lengan di depan dada. “Kau bisa menembus pintu?”
Jungkook melongo usai menjawab, “H-hah ...?” Tidak mengerti apa maksud pertanyaan Jihye yang ditujukan untuknya. Memangnya Jungkook makhluk tak kasat mata yang bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan cara menembus pintu atau dinding?
Mendengus, Jihye lalu menoleh ke belakang; tempat di mana pintu baru telah dipasang. “Aku mengunci pintu rumahku agar kau tidak kabur sambil membawa televisiku. Tapi ... kenapa kau bisa keluar? Tidak mungkin ‘kan tubuhmu masuk ke lubang pecahan kaca?”
Jungkook sukses tertawa. Mengundang Chloe yang sedang bermain dengan kucing Ragdoll peliharaan Jihye itu mendongak dan memandang keributan tak jauh dari matanya.
Gadis cantik itu mengerjap. Kedua tangannya mengusap bulu lebat kucing bernama Zoey di atas pangkuan dengan manik menatap lekat. Hati kecilnya tentu saja cemburu. Tidak ada pengganti sang ibu sampai kapan pun. Bagi Chloe, hanya ibu dan dirinya yang boleh memiliki Jungkook.
Akan tetapi, bukannya berusaha menjauhkan sang ayah dengan wanita berambut sebahu itu, Chloe malah membiarkan mereka berdebat kecil. Tawa kecilnya nyaris membuat Zoey terbangun usai beberapa menit lalu terlelap karena usapan dari tangan Chloe.
“Untuk apa Tuhan menciptakan otak kanan dan kiri kalau tidak dipergunakan, Nona Park?” jawab Jungkook dengan pandangan seolah mengejek. Telunjuknya menunjuk pelipis kiri sebelum mengerling jail.
Jihye mengerucutkan bibirnya. “Woah, dasar duda tidak diun—”
Umpatan Jihye harus terpotong manakala Jungkook mendahului, “Kau tahu aku duda? Kau penguntit? Mencari tahu tentang aku?” Jungkook mengulum bibir dengan senyum usil. “Kau pasti menyukai duda keren sepertiku, ya?” lanjutnya dengan kedua alis naik turun.
Jihye menatap malas. Kemudian wanita itu berbalik tak memedulikan Jungkook dan menghampiri Chloe yang terus mengawasi langkahnya.
“Cantik, katakan pada daddy-mu untuk menghormati kaum wanita single sepertiku,” kata Jihye kesal. Suaranya dibuat meninggi agar Jungkook yang berada di balik badannya bisa mendengar dengan jelas. “Juga katakan padanya untuk mengunci mulutnya rapat-rapat. Baru sehari saja sudah menyebalkan begitu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
When You Came into My Life ✓
Fanfiction[COMPLETED] Pada siang di musim panas, seorang pria berusia tiga puluh delapan mendadak datang membawa anaknya yang masih duduk di bangku awal SMA. Namanya Jeon Jungkook. Park Jihye mengingat bagaimana kepala dari pria jangkung itu yang berdarah, s...