04

9.9K 1.5K 111
                                    

Jungkook merasa dunia sempit sekali. Entah kebetulan atau memang ia ditakdirkan untuk bertemu dengan Park Jihye dalam keadaaan genting waktu itu. Nyatanya, wanita 29 tahun itu sangat membantu dirinya sekarang.

Mulai dari Jihye yang ternyata merupakan adik ipar dari kawan kerjanya saat di Amerika, juga wanita cantik itu yang menjadi salah satu karyawan Namjoon.

“Jadi ... aku harus melakukan apa? Aku tidak bisa memukul orang, astaga ...” ujar Jihye terdengar berbisik manakala ia dan Jungkook telah berdiri di pintu flat dengan nomor 302.

Jungkook meletakkan jari telunjuk di depan bibir; menyuruh Jihye untuk tetap diam sementara ia memikirkan cara menghancurkan pintu di depannya. Bisa gagal semua rencananya jika si pemilik kamar mengetahui keberadaan mereka saat ini hanya karena suara Jihye yang berisik.

Saat Jihye menutup mulut menggunakan kedua telapak tangan, Jungkook mendadak membuka pintu kamar dengan sangat mudah—hanya mengandalkan jarum panjang yang Jihye ketahui mencuri dari nakas miliknya.

Pintu terbuka. Jihye masih menetralkan jantungnya sebab ini kali pertama ia menyelundup ke kediaman orang lain tanpa permisi—pun berpikir bagaimana cara Jungkook membuka pintu tanpa kendala.

“B-bukankah ini tindakan kriminal?” Jihye mengulum bibir refleks ketika Jungkook menoleh ke arahnya dengan tatapan tajam. “Baiklah. Maaf,” katanya pelan.

Ia mengikuti langkah Jungkook, berusaha tidak menciptakan suara sekecil apa pun itu. Namun, manakala ia menyaksikan Jungkook yang secara tiba-tiba menghantam kepala si pemilik kamar dengan vas bunga yang pria Jeon itu ambil dari atas meja di dekat pintu, Jihye lekas memekik nyaring.

“N-Namjoon!” Jihye hendak berlari ke arah bosnya, tapi Jungkook sudah lebih dulu menahan langkahnya. “Kau menyakitinya, Jeon Jungkook-ssi!”

“Monster memang harus disakiti. Diamlah!”

Jihye tidak menyangka bahwa rencana yang Jungkook maksud adalah seperti ini. Jika Jihye mengetahui rencana duda anak satu itu hanya untuk menumbangkan Kim Namjoon, barangkali Jihye memilih tutup mulut dan tidak mengatakan apa pun informasi tentang Namjoon. Dan kali ini, Jihye kian dibuat pucat pasi ketika Jungkook menyeret tubuh Namjoon tanpa belah kasih ke sudut ruangan. “Bajingan gila! Kenapa kau terus mengincarku dan membunuh teman-temanku?!”

Satu pukulan mendarat di pipi Namjoon saat setelah Namjoon menyingkap mata. Pria Kim itu menyeringai bersamaan dengan ibu jari yang menyeka sepercik darah pada sudut bibirnya.

“Rupanya pukulanmu masih sama seperti dulu, ya? Dasar bocah lima tahun,” ejek Namjoon seakan menyulut api.

Jungkook menggeram sebelum menghantam kembali wajah Namjoon. “Aku sudah berada tepat di hadapanmu sekarang, Pecundang. Berhentilah menghabisi semua rekan kerjaku, Brengsek!”

“Pecundang?” Namjoon bertanya seolah meremehkan. “Siapa yang pecundang di sini, Jeon Jungkook? Aku ... atau kau yang meninggalkan istrimu saat sedang sekarat, hm?”

Namjoon berhasil memancing amarah Jungkook. Namun, saat Jungkook hendak berniat meremukkan wajah Kim tersebut, Jihye dengan gesit memeluk Jungkook lewat belakang. “J-Jungkook-ssi ... jangan lakukan itu. Aku mohon ...” Suaranya terdengar gemetar—tak bohong hal itu membuat Jungkook lekas menurunkan lengan dan menghempaskan kerah kemeja yang Namjoon kenakan.

Jungkook menatap bengis ke arah Namjoon yang kini tersenyum miring. Pelukan Jihye kian mengerat bersamaan dengan napasnya yang berembus tak beraturan.

“Oh, Park Jihye ... kau kah itu? Kasir cantikku?” Sementara Jungkook masih menatap nyalang ke arah Namjoon yang kini tengah berusaha mencari di mana kepala Jihye disembunyikan, wanita Park tersebut dengan susah payah menahan ketakutan sembari meremas kaos di bagian perut Jungkook. “Jadi, pria pengecut ini menidurimu juga, hm?”

When You Came into My Life ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang