aku lupa kalau ini sandiwara

4.4K 253 3
                                    

"Mau beli minum apa, Pak?"

"Terserah Nyonya"

"Nyonya?"

"Iya kamu. Jangan pura-pura tidak tahu. Aku jadi gemas."

"Apa sih? Emang aku bayi apa?"

"Iya, kamu bayi gedeku"

"Pak, gak lupa kan kalau kita hanya sandiwara?"

"Iya, engga kok. Maaf."

"Gak papa"

Sepanjang perjalanan kami sama-sama terdiam. Bingung harus membicarakan tentang apa. Pikiranku penuh dengan 'apa aku mencintainya?' dan itu berhasil membuat kepalaku berdenyut.

"Ah!"

"Kenapa, Rika? Sakit?"

"Gak papa, Pak. Hanya pusing sedikit."

"Kita ke rumah sakit."

"Eh? Tidak perlu, Pak. Saya hanya pusing saja. Tidak parah sampai harus ke rumah sakit"

"Gak. Bagiku itu penting. Karena kalau kamu sakit, aku jadi ikutan pusing dan khawatir.."

Kurasakan pipiku merona mendengar omongannya.

"Aku khawatir kamu sakit parah dan aku harus bertunangan dengan orang yang tidak aku inginkan."

"Oh"

Ada nyeri di hati. Jadi dia hanya menganggapku teman sandiwaranya. Jadi apa maksud gombalan dan modusnya selama ini? Apa dia mempermainkanku? Jahat!

"Rika?"

"Em." Jawabku singkat. Malas rasanya melanjutkan obrolan dengannya.

"Masih sakit?"

"Sudah engga. Kita cepat beli minum dan kembali ke hotel. Saya capek."

"Kamu marah?"

"Engga, Rendra. Aku ga marah."

Aku melihatnya tersenyum.

"Kenapa kamu senyum-senyum gitu?"

"Karena kamu memanggil namaku"

Karena aku memanggil namanya? Apakah itu alasan yang wajar? Aneh!

****

Daging dan peralatan untuk memanggang telah selesai semua. Aku sengaja memilih cola sebagai teman daging malam ini. Padahal lebih enak Soju* kalau untuk "teman" makan daging. Tapi aku sudah taubat, tidak mau minum-minum seperti itu lagi.

"Lama amat? Pacarannya ke Mars, ya?" Tanya Tasya sambil terkekeh.

"Gak kok. Tadi macet."

"Kamu nangis?"

"Nangis? Gak kok. Tadi kelilipan waktu di jalan." Jawabku berkilah.

Semua tampak bahagia malam ini. Pesta barbeque, bermain gitar, dan candaan malam ini mampu mengusir penat setelah bekerja. Tidak salah aku memilih liburan sebagai syarat agar aku menyetujui sandiwara ini. Ah, sandiwara..

Netraku berkeliling mencari Rendra. Dimana dia? Aku berusaha mencari ke kamar. Namun nihil. Kemana dia?

"Aku harus bagaimana, Karin?"

Itu Rendra! Tapi dengan siapa dia? Aku berhenti sejenak dan menajamkan pendengaranku. Apa ini tidak apa-apa? Tapi aku sungguh penasaran.

"Tenang lah, Rendra. Cepat atau lambat, Rika akan mengetahui semuanya."

Siapa wanita itu? Kenapa dia tau namaku?

Aku mundur beberapa langkah. Berusaha mencari jarak. Lalu mulai berdehem.

"Hemm, Rendra mana sih? Harusnya dia makan bersama kami. Aku khawatir kalau dagingnya akan aku makan semua dan dia tidak kebagian." Suaraku sengaja di keraskan. Agar dia mendengar dan aku tidak terlihat seperti seorang yang habis menguping.

"Rika? Ngapain ke sini?"

"Lho, Pak Rendra?"

"Panggil Rendra saja. Kenalkan, ini Karin, sepupuku."

"Oh, hai kak. Aku Rika."

"Iya, Rika. Salam kenal ya!"

"Ya sudah Pak, saya balik ke yang lain dulu. Takut mereka menunggu."

"Eits, tunggu sebentar dong. Calon istriku mana boleh berjalan sendirian malam-malam." Katanya sambil memegang tanganku.

Duh! Dadaku bergemuruh. Tenang lah hati! Jangan bikin malu!

Kami berjalan masih sambil berpegangan tangan, sesekali kurasakan jarinya mengelus pelan punggung tanganku.

"Apa kamu ada masalah? Kamu boleh cerita sama aku kok. Gratis!"

"Di suruh bayar pun aku ga mau."

"Eh? Kebalik!"

"Hahaha. Rika, terima kasih."

"Untuk?"

"Untuk semua yang telah kamu korbankan. Padahal aku memintamu untuk berbohong, tapi kamu hanya meminta ini sebagai persyaratan. Jeongmal kamsahamnida*."

"Nae gwenchana*, asalkan kamu tidak merusak kepercayaanku"

"Iya"

Aneh! Kenapa dia lemas sekali?

"Rika?"

"Ya?"

"Boleh aku meminta tolong lagi?"

"Apa?"

Seketika tangannya merengkuh tubuhku. Dia memelukku erat sekali.

"Nah, sudah. Terima kasih, Sayang. Kamu pasti senang kan aku peluk?"

Mulai lagi!

"Gak! Dasar ganjen!"

"Saya bukan lelaki ganjen kok"

"Lalu?"

"Saya adalah lelaki yang mencintaimu"

Aku tersenyum. Dapat kurasakan pipiku memanas. Duh! Perasaan ini lagi.

****

Pagi ini kami semua sudah siap untuk ke pantai. Aku membawa keperluanku dan yang lain dalam satu tas. Untuk menghemat tempat di bagasi.

Tok tok tok!

"Sudah siap?" Tanya Rendra begitu aku membukakan pintu.

"Let's go!"

Setibanya di pantai, kami langsung menyewa tempat untuk berjemur dan beberapa papan selancar.

Aku memilih duduk. Sambil menyiapkan beberapa cemilan untuk mereka. Lihat! Aku sudah seperti seorang ibu 'kan?

"Wah rajinnya. Pasti buatku ya?"

"Dan yang lain.."

"Huh! Aku kira untukku!"

"Ga usah pura-pura ngambek. Rasanya ingin kutenggelamkan saja jika kamu ngambek kaya gitu!"

"Kenapa? Aku imut ya?"

"Bukan, tapi amit-amit!" Kataku sambil mengelus perutku.

"Wah, Sayang. Kenapa kamu mengelus perutmu? Kamu hamil? Bahkan kita belum melakukannya"

"Dasar edan!"

Biarlah dia terus menggodaku, asal dia bahagia. Bahagia lah terus, kekasih sandiwaraku..

BOSS GANJEN (Season 1 Dan 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang