Malu

156 11 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم  

"Aku tidak bisa menjadi diriku sendiri disaat melihatmu. Kata yang aku fikirkan berbeda dengan yang aku ucapkan. Semuanya karenamu."

Alif  Rasydan Khairy

🍁🍁🍁


1 pekan lagi adalah pernikahan Zahra. Keinginannya untuk menjadi istri dari orang yang dicintainya akan segera terwujud. Mencintai seorang Yusuf adalah anugerah yang sangat ia syukuri, apalagi Allah telah memberikan jalan kepada takdirnya bahwa dalam hitungan hari lagi dia akan memulai hidup baru dan mengejar jannah bersama suaminya.

Menurut Zahra pernikahan adalah moment yang sangat sakral dan diimpikannya. Oleh karena itu dia tidak mau jika pernikahannya terlihat biasa-biasa saja. Segala persiapan sudah dilakukan mulai dari gedung pernikahan, fitting baju pengantin dan lain-lainnya. Persiapannya sudah hampir 100%. Hanya saja persiapan diri dari Yusuflah yang belum sepenuhnya siap. Hatinya masih menjerit ingin melakukan hal yang lain tetapi mulutnya bungkam dan payah tidak bisa melakukan apapun, apalagi jika membantah titah dari abi dan umminya. Zahra menyadari semua itu, Yusuf seperti terpaksa namun coba untuk ia tutup-tutupi dari semua orang. Dia menyadari bahwa disetiap senyum yang ditujukan padanya adalah senyum yang dipaksakan. Binar kebahagiaan pun menjelang pernikahan tidak terlihat diwajah Yusuf. Seperti waktu mereka pergi kesalah satu butik untuk memilih gaun pengantin.

"Ini bagaimana mas, cantik gak sih?" Tanya Zahra sambil memperlihatkan gaun berwana biru muda ditangannya itu dan hanya dibalas anggukan dengan wajah datar dari Yusuf.

"Kalau yang ini bagaimana?" Tanyanya lagi dengan gaun warna putih ditangannya. Namun kini tidak ada respon dari Yusuf yang tatapannya masih kosong tidak jelas arahnya kemana. Zahra kecewa dengan tingkah laku Yusuf yang sering mengabaikannya. Tetapi rasa sayangnya lebih besar dari rasa kecewanya. Terkadang Zahra sendiri bingung kenapa dia bisa sebodoh itu, tetap menyayangi walau sudah sering disakiti dan diabaikan.

"Ummi...ini cantik gak? Aku tanya ke mas Yusuf tapi dia cuma ngangguk diem doang." Rengeknya kepada ummi Yusuf yang ikut menemani mereka.

"Iya sayang, ini bagus kok." Jawab ummi Khadijah lembut.

Suatu ke syukuran Zahra bahwa abi dan ummi Yusuf sangat menyayanginya dan sudah menganggap dia seperti anak sendiri. Sikap dingin Yusuf kepadanya dia tidak terlalu mempermasalahkan karena ia yakin setelah menikah tembok es yang dibangus Yusuf akan mampu dilelehkannya.

***
Menyadari Handphonenya berbunyi Zulaikha dengan cepat mengangkatnya.

"Assalamu'alaikum, iya Zahra."

"Kamu kesini yah sebentar aku kangen tau sama kamu."

"Ehehe iya afwan ya Zahra aku jarang main kerumahmu karena akhir-akhir ini lagi sibuk banget."

"Aku ngerti kok ibu ustadzahku."

"Heeh ini ngomong apa yah kamu?"

"Hehehe sorry, aku suka aja dengar suara marah-marah kamu. Rindu aku tuh."

"Dasar kamu yah, udah mau nikah juga terus masih usil saja."

"Iya, iya maaf. Aku mau ngomong sesuatu yang penting juga sama kamu."

"Penting? Apa itu?"

"Selamat berpenasaran, aku tunggu dirumah yah. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Telfon ditutup dan Zulaikha kembali nelanjutkan membaca bukunya.

Tiba-tiba dia melihat benda tak asing baginya, buku kecil berwarna pink. Ya itu adalah bukunya. Tapi bagaimana mungkin bisa berada ditangan orang itu, darimana ia mendapatkannya?

Kemudian ia berjalan mendekati orang itu dan memberanikan diri untuk bertanya.

"Assalamu'alaikum, Pak. Afwan Saya mau bertanya." Kata Zulaikha yang menghadap kearah lain karena ingin menghindari kontak mata dengan orang didepannya itu.

"Kamu lagi ngomong sama saya?" Bukannya menjawab, orang itu justru bertanya kembali.

"I...iya pak, emang disini ada orang lain selain bapak yang saya tanyai?" Ucap Zulaikha mencoba tenang dan menjawab dengan ekspresi wajah datar. Namun sebenarnya dia sangat gemas dengan dosennya itu. Jika saja Zulaikha yang dulu yang menghadapi Pak Alif, pasti sudah ditabok muka Pak Alif.

"Terus kamu kenapa menghadap kesana terus saya ada disini. Emang kamu fikir saya hantu?"

"Ya bukan begitu maksudnya Pak."

"Maksud kamu apa memangnya?"

"Saya cuma mau nanya itu buku bapak atau bukan sih?" 

"Kalo saya jawab iya memang kamu mau apa?"

"Astaghfirullah..." Ucap Zulaikha dalam hati.

"Jadi bapak penyuka warna pink juga?" Sambungnya sambil mencoba menahan tawa.

"Kalo iya memang kenapa?" Jawabnya ketus.

"Eheheheh bapak lucu." Kini Zulaikha tidak bisa menahan tawanya lagi.

"Kenapa kamu tertawa emang Ada yang lucu???" Tanya Alif yang tidak terima ditertawakan.

"Iya bapak tuh yang lucu, masa iya orang seumuran bapak penyuka warna pink." Zulaikha masih tertawa.

"Emang kamu pikir saya udah tua? Sorry yah umur saya baru 24 tahun. Cuma selisih 4 tahun sama kamu. Jadi jangan pernah beranggapan bahwa saya om atau kakek kamu karena saya masih muda" Ucapnya sinis.

"Ya tetap aja sih pak lucu. Ternyata selera warna seorang pak Alif Rasydan Khairy itu unik dan aneh." Ucap Zulaikha kini dengan senyuman.

"Kamu gak takut jadi Mahasiswa durhaka yang menertawakan dosen?" Tanyanya jengkel karena dari tadi gadia itu terus menertawakannya. Sebenarnya dia merasa malu, untung saja ditempat itu kurang orang yang berlalu lalang jadi setidaknya imagenya masih terjaga. Kecuali kepada Zulaikha.

"Zulaikha minta maaf yah Pak, saya tidak bermaksud kurang ajar. Saya cuma lagi cari buku saya tapi sepertinya bukan yang itu, mungkin cuma mirip saja kali." Ucapnya menyesal.

"Ya sudah saya maafkan, tapi dengan 1 syarat." Kata Alif memberi penawaran.

"Apa itu Pak?" Tanya Zulaikha penasaran. Dia berharap syaratnya bukan hal yang aneh-aneh.

"Saya punya bunga mawar itu didepan Laboratorium, tolong kamu rawat yah. Jangan sampai mati." Pintanya pada Zulaikha.

"Baiklah pak, saya permisi. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Tembok? Mana tembok? Ingin rasanya Alif membenturkan kepalanya ketembok saking malunya. Dia tidak bisa membayangkan wajahnya tadi. Apa mungkin sudah seperti kepiting rebus atau tomat? Ya Allah sepertinya harga dirinya yang dijunjung tingginya selama ini telah jatuh dihadapan gadis itu. Ada pemandangan indah yang baru pertama kaki dilihatnya dari gadis itu. Ya...tawanya. Ternyata gadis aneh yang temuinya juga bisa tertawa. Dan dia senang melihatnya. Walau wajah dan pandangan wanita itu tidak pernah lurus tertuju padanya.

"Aku tidak bisa menjadi diriku sendiri disaat melihatmu. Kata yang aku fikirkan berbeda dengan yang aku ucapkan. Semuanya karenamu." Batinnya.

Selera warna Pak Alif aneh juga yah wkwk.
Jangan pernah ragu untuk vote, comment and share kak 😘

Dalam Dekapan IslamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang