"Aku tahu rencana Allah selalu unik dan romantis."
Ailah Zulaikha
🍁🍁🍁
Langit nampaknya sedang meringis kesakitan, bulir air yang jatuh sebagai saksi betapa kini ia sedang terluka. Bulir ait itu datang sebagai rahmat dan nikmat dari Sang pencipta. Rahmat bagi insan yang selalu bersyukur kepadaNya dan petaka bagi yang selalu mengeluhkan nikmatNya.
Isakan itu mulai reda dan diganti oleh suara siulan burung yang kini tengah sibuk diatas sarangnya. Jalan-jalan kini mulai dipenuhi oleh para petani yang hendak menuju sawahnya. Pemandangan yang Zulaikha sangat rindukan, sesekali tetangganya menatapnya yang sedang duduk di depan rumah. Mungkin tetangganya itu tidak mengenalinya.
"Assalamu'alaikum Pak Ato." Ucap Zulaikha menyapa.
"Wa'alaikumussalam, nak. Ini Zulaikha? Bapak sampai pangling." Pak Ato tersenyum.
"Iya Pak, bapak apa kabar?" Tanya Zulaikha.
"Alhamdulillah baik nak, kamu hebat nak sudah wisudah. Oh iya Ayah sama Ibu kamu dimana?" Tanya Pak Ato sambil mengedarkan pandangannya.
"Ayah sama Ibu lagi ke sawah Pak, saya juga mau nyusul tapi tunggu Silvia datang dulu." Jawab Zulaikha tersenyum.
"Umm, kalo begitu saya pamit dulu nak. Si Budi sudah nunggu di sawah. Assalamu'alaikum" Pamit Pak Ato.
"Wa'alaikumussalam, Pak." Jawab Zulaikha.
"Apa kabar sahabat kecil?" Gumamnya.
Gadis manis itu berkhimar hitam senada dengan jilbabnya. Walau hanya Mata hazel dan telapak tangannya saja yang terlihat, tidak membuatnya terlihat menyeramkan, namun penampilan Zulaikha justru membuatnya nampak anggun dengan kain serba hitam itu.
Zulaikha menaiki tangga rumahnya, sambil menunggu Silvia. Silvia sedang ada cuti jadi dia akan berkumpul bersama. Rumah Zulaikha adalah rumah panggung khas rumah di perkampungan, hanya bagian bawah rumahnya saja yang ditata dari campuran semen dan batu bata saja. Kamar Zulaikha dan Silvia berada dibawah, sedangkan kamar Ayah dan Ibunya ada dibagian atas.
Tiba-tiba terdengar suara motor milik Silvia. Gadis itu memarkirkan motornya, lalu mendekati Zulaikha yang sudah menyambut kedatangannya.
"Assalamu'alaikum, kak." Ucap Silvia sambil meraih punggung tangan kakaknya lalu menciumnya.
"Wa'alaikumussalam, polwan cantik. Bagaimana perjalanannya, kena hujan gak?" Tanya Zulaikha sambil mengusap rambut adiknya yang tertutupi kain.
"Alhamdulillah, Allah permudah kak. Sepanjang jalan hujannya gak deras-deras amat." Jawab Silvia.
"Ohhiya Ayah dan Ibu mana kak?" Lanjutnya lagi.
"Oh, Ayah sama Ibu sudah di sawah. Istirahat saja dulu baru kita menyusul, itu pesan Ibu." Ucap Zulaikha. Kemudian mereka pun melangkah ke kamar masing-masing.
Kamar itu nampak nyaman, tidak mewah namun menenangkan jika berada didalamnya. Dengan nuansa peach pada cat dinding dan beberapa tulisan kaligrafi turut terpaku di dinding kamar. Dua lemari yang penuh dengan buku-buku, mulai dari yang tipis sampai sangat tebal sudah Zulaikha jelajahi setiap hurufnya. Adapula meja belajar yang ada di sudut dan meja rias kecil yang hanya ada beberapa bedak baby dan hand body disana. Entahlah Zulaikha kadang berfikir, apakah suaminya nanti akan menerimanya yang tak pandai berdandan. Dia tak seperti wanita pada umumnya yang pandai mengoleskan berbagai jenis bedak diwajahnya, memakai maskara dan lain-lain. Tetapi Zulaikha sudah berjanji akan memakai semua itu hanya untuk suaminya. Dia meraih mushafnya dan mulai membaca 1 surah disana. Membuatnya meneteskan air mata dan tak henti-hentinya mengucap rasa syukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Dekapan Islam
SpiritualeJika Islam dapat memuliakanmu, maka mulialah dengan Islam