ENAM

127 11 0
                                    

        Hari itu pun tiba. Hari dimana Rumaisha dan Araafi akan menjadi pasangan suami istri. Pagi itu Rumaisha sedang melihat bayangannya didepan cermin dengan balutan gaun syar'i berwarna serba putih ditubuhnya. Ibunya begitu takjub melihat putrinya yang begitu sangat cantik. Airmatanya menetes karena tidak menyangka putri satu-satunya hari ini menjadi pengantin. Sementara Rumaisha hanya termenung memandangi dirinya didepan cermin.

        "MasyaAllah. Cantik sekali anak ummi." Puji ibunya.

        Rumaisha tersadar dari lamunannya menoleh ke ibunya yang tersenyum lebar kepadanya.

        "Ummi." Rumaisha beranjak dari tempat duduknya lalu memeluk ibunya.

        "Jangan menangis, Nak. Make up kamu nanti bisa lutur." kata ibunya mencoba menghibur.

        Rumaisha hanya bisa tersenyum dibalik punggung ibunya.

        Ibunya mengelus pundaknya dengan pelan. "Kamu harus ikhlas menjalani semua ini ya sayang. Ummi tau Araafi bukan pilihan hati kamu. Tapi mungkin dia adalah takdir kamu. Ingat sayang, jika kamu ridho dengan takdir dan pilihan dari Allah dan mampu bersyukur maka kamu akan mendapatkan kasih sayang Allah. Karena boleh jadi sesuatu yang kamu benci, tetapi itulah yang terbaik disisi Allah." Ucap ibunya menasehati.

        Rumaisha meregangkan pelukannya. Ia tersenyum lebar kepada ibunya. "Ummi, Terima kasih atas nasehat ummi. InsyaAllah Aisha akan berusaha lebih tegar dan ridho dengan ketetapan Allah."

        Ibunya mengangguk sambil tersenyum. Tiba-tiba Ali masuk kevkamar dengan balutan jas berwarna hitam. Ia menyunggingkan seulas senyum kearah ibu dan kakaknya.

        "Gimana Ummi, Gimana kak Aisha? Penampilanku udah keren belum? Udah cocok kan?" tanyanya sambil berputar.

        "Kamu makin terlihat gagah kalau pakai stelan seperti itu, Nak. Gagah sekali." ujar Ibunya.

         Rumaisha mengacungkan kedua jempolnya sambil tersenyum, "MasyaAllah. Adik kakak memang udah keren kok. Mau pakai apapun tetap gagah."

        Senyum Ali semakin mengembang lalu ia membalas memuji kakaknya.

        "Terimakasih kakak. Kak Aisha juga nggak kalah cantiknya. Semoga kakak bahagia ya kak. Ali akan selalu mendo'akan yang terbaik buat kak Aisha."

        "Terima Kasih, adik kakak." ujar Rumaisha sambil tersenyum.

        "Yasudah, ayo kita ke depan. Mobil yang dikirim Rafi untuk menjemput kita udah datang." Kata ibunya.

        Rumaisha menarik napas lalu menghembuskannya. Ibunya melirik Rumaisha yang menunduk, ia tau putrinya sedang gugup. "Bismillah ya sayang. Jangan gugup."

        Rumaisha mengangguk samar dan menggandeng lengan ibunya. "Bismillah"

®®®®®®®®®®

        Araafi sedang menatap pantulan dirinya di cermin, ia tampak gagah melihat dirinya dengan balutan jas berwarna hitam dengan peci berwarna senada yang menempel diatas kepalanya.

        Ia menghela napas panjang. Ia memang terpikir untuk menikah, tapi tak pernah terpikirkan untuk menikah seperti ini, dengan keadaan terpaksa dan dengan gadis yang sama sekali bukan kriterianya. Semua ini ia lakukan demi kesehatan ibunya, satu-satunya orang yang berarti di dalam hidupnya.

        Saat ini tidak ada sosok Ayah, saudara ataupun teman-temannya yang seharusnya mendampinginya. Ia merasa tidak perlu mengabari siapapun, tidak perlu mengundang siapapun dan tidak ada siapapun yang perlu mengetahuinya. Karena baginya hari ini bukanlah hari yang berarti di dalam hidupnya. Sekalipun pernikahan adalah sebuah kebahagiaan. Tapi baginya-untuk saat ini-pernikahan adalah kesalahan. Kesalahan karena menikahi gadis yang salah.

Senja Yang Hilang (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang