Rumaisha hampir tak mempercayai pendengarannya sendiri. Siang itu Araafi menelponnya untuk mengajaknya makan malam di Secret Green Restaurant. Jantungnya berdebar seketika. Belum pernah ia merasakan sebahagia ini sebelumnya. Meskipun hanya makan malam, Rumaisha mengira ini awal yang baik. Kenyataan bahwa Araafi sudah ingin berbicara dengannya, tidak bersikap dingin lagi dengannya, membuat hatinya merasa lega.
Araafi bilang ia tidak bisa pulang ke rumah. Karena ada beberapa hal yang harus diselesaikan di restoran. Jadi Araafi meminta pak Bagus untuk mengantarkan Rumaisha ke restoran.
Selesai melaksanakan shalat Maghrib, Rumaisha segera menyiapkan pakaian terbaiknya. Gamis chiffon warna peach dengan paduan putih, dipadukan dengan kerudung warna putih, bros bunga didekat telinga dan make up tipis.
"Semoga aku nggak mengecewakan mas Rafi" katanya mengingatkan diri sambil mematut dirinya di depan cermin.
Rumaisha mendengar suara mobil datang dari luar. Pak Bagus sudah menjemputnya dan menunggunya di luar. Rumaisha segera mengambil tas selempang bewarna senada dengan bajunya.
"Bismillah. Semoga malam ini menjadi awal yang baik untuk aku dan mas Rafi. Aamiin." ujarnya tulus lalu bergegas keluar.
®®®®®®®®®®
Araafi sedang sibuk mengobrol dengan manager dan beberapa pelanggan laki-laki di restorannya. Sedang asyik mengobrol, pandangannya teralihkan dengan sosok wanita yang sangat ia kenal keluar dari mobil miliknya. Araafi memandangi wanita itu cukup lama hingga membuat manager dan para pelanggannya mengikuti arah pandangnya.
"Perempuan itu istri pak Rafi?" tanya managernya.
Araafi terkesiap dan mengalihkan pandangannya dengan salah tingkah. "Hm." singkatnya.
"Assalamu'alaikum." sapa Rumaisha seraya tersenyum ramah setelah berdiri di hadapan mereka.
"Wa'alaikumussalam." jawab manager dan pelanggannya kompak. Mereka menjawabnya dengan senyum ramah.
Sementara Araafi hanya menjawabnya pelan dengan kepala tertunduk dan sebelah tangan dimasukkan ke saku celana.
"Saya baru tau kalau pak Rafi udah menikah. Selamat ya pak atas pernikahannya." ujar salah seorang pelanggan.
"Ini juga pertama kalinya saya melihat istri pak Rafi berkunjung kesini." sambung managernya.
Araafi merasa tidak nyaman dengan percakapan serta tatapan mereka pada Rumaisha. Ia berpikir bagaimana mencari cara untuk menghindari manager dan juga pelanggannya agar mereka tidak tersinggung.
"Oh iya, gimana kalau ngobrolnya kita lanjutkan nanti saja? Saya rasa istri saya udah nggak sabar mencicipi makanan spesial malam ini." katanya dengan senyum terkesan dipaksa.
Rumaisha terkesiap pelan. Ini pertama kalinya Araafi menyebut dirinya sebagai istri dihadapan oranglain. Satu hal lagi perubahan dari diri Araafi yang ia sukai. Rumaisha berharap ini akan bertahan lama.
"Oh iya pak, maaf, kita jadi keasyikan ngobrol." seru managernya. "kalau gitu saya siapkan dulu tempatnya. Permisi" katanya lalu pamit.
"Iya, sebaiknya kami juga pamit ya pak Rafi. Terimakasih atas pelayanannya." kata salah satu pelanggan laki-laki seraya berjabat tangan.
"Sama-sama pak. Kami tunggu kedatangannya kembali" serunya sambil membalas jabat tangan.
Setelah mereka semuanya pergi, Araafi mengajak Rumaisha naik ke atap lantai dua. Mereka duduk dimeja makan yang sudah disiapkan managernya. Tempat dengan desain taman langit dengan kelap-kelip lampu dari kejauhan menjadikan suasananya menjadi syahdu. Mereka duduk di dekat pagar sehingga bisa menikmati pemandangan di bawahnya.
"Mas, Aisha nggak tau kalau restoran ini punya tempat seindah ini." kata Rumaisha takjub.
Matanya menjelajahi yang ada disekitarnya. Tempat ini sangat ramai dengan para muda-mudi yang membawa pasangannya.
"Ya. Ini tempat favorit mama."
"Mama emang perempuan yang hebat ya, mas. Sayang sekali kita nggak bisa menikmati ini bertiga." katanya dengan mata yang berkaca-kaca.
Araafi menatap ke dalam mata Rumaisha. Araafi bisa melihat kesedihan yang tulus dari matanya. Tapi Rumaisha berusaha mengalihkan pandangannya.
Tiba-tiba Rumaisha beranjak dari tempat duduknya. Ia melangkah ke pagar warna mocca disamping meja mereka dan menyandarkan tubuhnya di pagar. Araafi pun ikut berdiri dan bersandar disamping Rumaisha. Mereka menatap lurus ke depan. Sesaat mereka hanya saling diam.
"Mas, apa Aisha bisa melihat matahari terbenam dari atas sini?" tanya Rumaisha memecah keheningan di antara mereka tanpa menoleh ke arah Araafi.
Araafi menoleh ke arah Rumaisha. "Mm." katanya singkat. Tapi ia tidak mengalihkan pandangannya.
"Kalau gitu, kapan-kapan Aisha mau kesini lagi. Mas mau melihatnya bersama kan?" tanya Rumaisha lalu mengalihkan pandangannya pada Araafi sambil tersenyum.
"Mm." jawabnya tanpa butuh waktu lama.
Araafi sadar tidak bisa mengalihkan pandangannya. Rumaisha tersenyum kepadanya. Walaupun senyum itu hanya sesaat karena Rumaisha kembali mengalihkan pandangannya ke depan.
Satu hal yang Araafi yakini, Ia merindukan senyuman itu. Senyum wanita itu berpengaruh terhadap hatinya.
"Eh, makanannya nanti jadi dingin, sebaiknya kita makan dulu ya mas." seru Rumaisha menoleh ke Araafi lalu melihat ke belakang ke meja mereka.
Ketika Rumaisha ingin melangkah, Araafi membalikkan badannya berhadapan dengan Rumaisha, lalu berkata, "Aisha."
"Ya?" sahut Rumaisha dengan kedua alis terangkat.
Kamu cantik malam ini. "Warna baju dan hijab yang kamu pakai cocok." Araafi mengutuk dirinya. Ia hampir saja mengatakan apa yang ia pikirkan. Rumaisha pasti akan terkejut jika ia benar-benar mengatakannya.
"Syukurlah mas. Tadinya Aisha takut akan mempermalukan mas di depan semua orang."
Araafi berdeham karena salah tingkah. Lalu ia melangkah mendahului Rumaisha. "Ayo kita makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Hilang (Completed)
General FictionRumaisha Mahira, atau Aisha, harus mengubur impiannya untuk menikah dengan sosok yang sudah sejak lama ia kagumi, Ibnu Abbas, senior di kampusnya. Demi menikah dengan lelaki yang ia ketahui 'berandalan' semasa SMA, Muhammad Araafi Kurniawan Souhail...