Pukul 00.55 WIB.
Rumaisha sudah menghubungi Araafi puluhan kali sejak siang tadi tapi tidak diangkat. Pesannya juga tidak dibalas. Dan sekarang saat Rumaisha menghubunginya nomornya tidak aktif. Rumaisha dibuat tidak tenang. Sementara ia tidak tau tempat yang biasa Araafi kunjungi dan siapa teman dekatnya.
"Ya Allah, mas. Kamu ada dimana sih sekarang?" Cemas Rumaisha sambil mondar mandir di ruang tamu. Ia tidak berhenti melihat jam di ponselnya. Ia bingung harus melakukan apa.
Tiba-tiba ia teringat pada pak Bagus, sopir pribadinya. Rumaisha segera mencari nomor pak Bagus dan menghubunginya.
"Assalamu'alaikum, pak Bagus. Maaf Aisha mengganggu pak Bagus tengah malam begini." katanya setelah pak Bagus menjawab panggilannya.
"Nggak apa-apa, Non. Bapak belum tidur kok. Ada yang bisa dibantu, Non?" tanya Pak Bagus diseberang sana.
"Pak Bagus tau siapa teman-temannya mas Rafi?"
"Waah bapak ndak tau, Non. Tuan ndak pernah bawa teman-temannya ke rumah. Emang ada apa, Non?"
"Mas Rafi belum pulang sampai jam segini, pak. Saya jadi khawatir."
"Mas Rafi memang selalu pulang larut malam, Non. Dia juga pernah pulang pagi hari."
"Bener, pak Bagus? Emang mas Rafi kemana sampai pulang jam segitu?"
Pak Bagus terdiam sesaat. "Saya ndak enak mau ngomongnya, Non."
"Nggak apa-apa, pak Bagus. Saya sebagai istri juga berhak tau."
"Sebenarnya bapak nggak terlalu yakin. Tapi bapak pernah lihat mas Rafi pulang dalam keadaan mabuk. Ya bapak pikir kemana lagi kalau bukan ke apa itu ya namanya--oh iya, diskotik ya Non?"
Mata Rumaisha mulai memanas. Airmatanya tertahan dikelopak matanya. Rumaisha tidak akan sanggup kalau mengetahui Araafi kembali lagi ketempat terkutuk itu.
"Maaf Non, tapi itu mas Rafi yang dulu. Mungkin aja setelah nikah, mas Rafi udah berubah. Apalagi setelah bu Salma meninggal." kata pak Bagus mencoba menenangkan suasana.
"Semoga aja ya pak. Terima kasih ya pak atas informasinya. Maaf saya udah mengganggu waktu istirahat pak Bagus."
"Nggak apa-apa, Non. Kalau non Aisha butuh bantuan kabari bapak aja ya. Mungkin bapak bisa bantu."
"Iya pak. Sekali lagi terima kasih ya pak. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Setelah panggilan berakhir, Rumaisha terduduk lesu di sofa ruang tv. Rumaisha menghapus airmatanya yang terus mengalir. Ia tau ia harus bersabar. Ia sudah berjanji akan bersabar semampunya.
"Ya Allah, aku pasrahkan suamiku kepada-Mu. Bimbinglah ia dalam setiap langkahnya, biarkan dia selalu dalam penjagaanMu."
®®®®®®®®®®
"Rafi, kamu benar-benar udah mabuk berat."
Seorang lelaki muda bertubuh tegap tinggi, rambut pirang dengan kulit putih bersih, menjauhkan gelas yang berisi wine dari Araafi.
"Ayolah Andrew, saya benar-benar ingin mabuk. Kalau bisa sampai tak sadarkan diri." kata Araafi yang mencoba meraih gelas itu di tangan temannya. Tapi tidak berhasil.
"Pinjam ponselmu. Aku akan hubungi istrimu buat jemput kamu disini."
Andrew meraba saku baju dan celana Araafi untuk mencari ponsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Hilang (Completed)
Fiksi UmumRumaisha Mahira, atau Aisha, harus mengubur impiannya untuk menikah dengan sosok yang sudah sejak lama ia kagumi, Ibnu Abbas, senior di kampusnya. Demi menikah dengan lelaki yang ia ketahui 'berandalan' semasa SMA, Muhammad Araafi Kurniawan Souhail...