DUA PULUH

140 13 0
                                    

Waktu terasa bergerak begitu pelan. Kekalutan tampak di mata cokelatnya berpendarkan duka. Kesedihan begitu kuat mendekapnya hingga mengabaikan siapapun yang berusaha berbicara padanya.

Rumaisha hanya bisa duduk di antara ruang tunggu IGD rumah sakit. Sesekali ia menatap bagian pintu dihadapannya. Mulutnya tidak henti-hentinya berdzikir. Sudah tiga jam ia berada dalam kehampaan atas apa yang menimpanya. Menimpa lelaki yang paling dicintainya. Lelaki yang menjadi belahan jiwanya.

Rumaisha menyesali dirinya yang tidak peka. Tidak peka terhadap kondisi suaminya. Tidak peka bahwa suaminya menyimpan penyakit Lupus sejak lama. Ia tahu kondisi Araafi selalu tidak sehat. Tapi Araafi, begitu hebat dalam menyembunyikan penderitaannya selama ini dihadapannya. Mengetahui penyakit suaminya dari orang lain membuat hatinya sakit. Ya. Ibnu Abbas tetap saja orang asing di dalam keluarganya.

"Sekali lagi, aku minta maaf, Aisha." ujar Ibnu dengan tulus.

Rumaisha bergeming. Ia bersandar dan menunduk lemah.

"Kamu nggak salah, Nak." ujar bu Dewi menanggapi pada Ibnu. "Kami yakin, tujuan kamu baik, hanya ingin menolong Araafi."

Wajah Ibnu terlihat lebih lega. Meskipun Rumaisha tidak memberikan jawaban apapun.

Suara pintu digeser dari dalam ruangan IGD membuat Rumaisha sontak berdiri. Ia berjalan cepat ke depan dokter yang baru keluar dari ruangan tersebut. Si dokter membuka masker putihnya lalu menghela nafas. Helaan nafasnya membuat perasaan Rumaisha seakan berkecamuk.

"Gimana kondisi suami saya, dokter?" tanya Rumaisha tercekat karena air mata yang tertahan ditenggorokannya.

"Alhamdulillah, Araafi berhasil melewati masa kritisnya. Tapi saat ini dia masih belum sadar. Sebaiknya kita banyak berdo'a saja."

"Maaf dok, sebenarnya apa yang terjadi pada kondisi suami saya?"

Prof. Fachry Hamid menghela nafas. "Begini, Araafi memiliki yang namanya Antiphospolipid Syndrome dan Sjogren's Syndrome. Jadi pada sindrom antifosfolipid ini, sistem imun menghasilkan antibodi yang menjadikan darah lebih kental atau lebih mudah membeku dibanding kondisi normal, sehingga menyebabkan pembentukan gumpalan darah dalam arteri tubuh dan pembuluh darah. Bekuan darah ini bisa saja pecah sehingga memotong pasokan darah ke sejumlah organ penting lain di dalam tubuh. Seperti ginjal dan jantung. Dan ini sangat berbahaya. Sedangkan Sjogren's Syndrome menyebabkan kerusakan pada sendinya. Jadi otomatis pasien juga perlu fisioterapi rutin seminggu tiga kali."

Tubuh Rumaisha limbung kebelakang. Dadanya terasa sesak dan berat. Ibunya dengan sigap menahan kedua lengannya. Sejenak ia merasa tidak lagi berpijak di atas bumi. Airmata yang sejak tadi tertahan dikelopak matanya kini tumpah. Ia menangis tanpa suara. Rasanya ia ingin berlari ke dalam ruangan itu dan memeluk suaminya. Tapi belum sempat melangkahkan kakinya, pandangannya terasa kabur. Sebelah tangannya memijit pelipisnya.

Dan saat itu, kalimat terakhir yang ia tangkap adalah ibunya teriak memanggil namanya dengan panik.

®®®®®®®®®®

Araafi seperti terbangun dari mimpi. Kelopak matanya terasa berat, pandangannya masih agak kabur. Saat berusaha membuka mata, ia mendapati dirinya berada di sebuah ruangan serba putih. Ia berbaring di atas kasur putih dan selang ditangannya. Bunyi alat mesin terdengar monoton merasuki kepalanya. Namun bukan suara alat-alat itu yang berhasil membangunkannya. Tapi suara merdu seorang wanita yang sedang melantunkan ayat suci Al-Qur'an. Suaranya terdengar serak seperti habis menangis. Suara itu mampu merasuki ke dalam hatinya. Suara yang sangat ia kenali. Dan kini ia sangat merindukan suara itu.

Araafi ingin bergerak tapi kepalanya terasa berdenyut. Ia mengernyit sambil memegangi kepalanya. Ia merasa tangan dan kakinya masih terasa nyeri.

"Aisha...," Sahutnya dengan suara lirih.

Senja Yang Hilang (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang