Akhirnya libur semester tiba.. Daan baru bisa upload sekarang setelah sempat terhenti hampir sebulan.
Semoga masih setia menunggu kelanjutan ceritanya yaa.. 💛🙏___________________________________________
Rumaisha meminta pak Bagus untuk mengantarkannya ke rumah sakit. Sesampainya di parkiran, Rumaisha turun dari mobil. Ia langsung berlari masuk ke rumah sakit. Kepalanya bergerak mencari nomor kamar yang dikirimkan oleh teman Araafi. Nomor 510 lantai 2.
Setelah berlari lumayan jauh, akhirnya ia menemukan kamar dimana Araafi dirawat. Saat ingin menerobos masuk, seorang laki-laki keluar dari ruangan itu sambil menatapnya terkejut, begitupun dengannya.
"Oh, maaf. Kamu Aisha? Saya Andrew. Yang tadi menelpon." Kata Andrew memperkenalkan diri.
"Ya, saya Aisha. Gimana keadaan mas Rafi? Dia baik-baik aja kan? Dokter bilang apa?" tanyanya panik.
"Alhamdulillah, dia baik-baik aja. Kata dokter dia cuma kelelahan dan butuh istirahat yang cukup." Terang Andrew." Sekarang dia sedang tidur setelah minum obat."
"Boleh saya masuk sekarang?"
"Ya, tentu. Tapi kebetulan kita bertemu disini, boleh kita bicara sebentar? Ada yang mau saya bicarakan." Pinta Andrew seraya tersenyum.
Rumaisha berkerut bingung. Kemudian ia mengangguk, "Baiklah. Kita duduk di kursi itu aja." Saran Rumaisha sambil menunjuk ke salah satu bangku panjang samping mereka.
"Baiklah." sahutnya
®®®®®®®®®®Araafi mulai terjaga dari tidurnya. Perlahan ia membuka matanya. Obat yang diminumnya bereaksi dengan sangat baik. Meskipun masih sedikit pusing, tetapi ia sudah merasa lebih baik daripada sebelumnya. Araafi memang menyadari belakangan ini kesehatannya mulai menurun. Seperti kata dokter, mungkin ia hanya kelelahan dan merasa sedikit stress.
Araafi melihat sekeliling kamarnya. Tidak ada siapapun di dalam kamarnya. Tiba-tiba saja ia teringat dengan Rumaisha. Ia ingin menemui istrinya. Ia harus meyakinkan Rumaisha sekali lagi. Ia tidak ingin berdiam diri seperti ini. Ia akan melakukan apapun, apapun itu, asalkan Rumaisha bisa mempercayainya lagi. Asalkan Rumaisha bisa kembali ke sisinya lagi.
Araafi turun dari atas ranjang dengan perlahan. Ia berjalan dengan tertatih-tatih menuju pintu. Saat ingin membuka pintu, seseorang membuka pintu dari luar dan mengagetkannya.
"Mas Rafi," Seru Rumaisha dan berjalan menghampiri Araafi sambil tersenyum. "Kok udah bangun, mas? Mas udah baikan?"
Araafi menunduk menatap Rumaisha. Keningnya berkerut. Ia sama sekali tidak menyangka Rumaisha berdiri dihadapannya saat ini. Bagaimana Rumaisha bisa mengetahui keberadaannya?
Araafi bisa merasakan kelegaan menjalari dirinya begitu melihat Rumaisha ada dihadapannya, tersenyum kepadanya, dan berbicara dengannya. Ia tak tahu sejak kapan dan ia tidak tahu kenapa, tapi yang ia tahu Rumaisha sangat berpengaruh pada ketenangan jiwanya.
Rumaisha menatapnya dengan mata disipitkan. "Mas, kok diam aja? Mas udah merasa baikan?" tanya Rumaisha lagi.
Perlahan Araafi melangkah maju dan tangannya bergerak merangul bahu Rumaisha lalu menariknya mendekat. Sebelum Rumaisha sempat bereaksi, kedua tangan Araafi sudah melingkari tubuhnya, melingkarinya dengan kehangatan. Araafi tahu Rumaisha pasti kaget. Kaget karena ia mendadak memeluknya. Tapi Araafi yakin sudah melakukan sesuatu yang benar. Sesuatu yang seharusnya ia lakukan sejak dulu. Sesuatu yang seharusnya ia sadari sejak dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Hilang (Completed)
General FictionRumaisha Mahira, atau Aisha, harus mengubur impiannya untuk menikah dengan sosok yang sudah sejak lama ia kagumi, Ibnu Abbas, senior di kampusnya. Demi menikah dengan lelaki yang ia ketahui 'berandalan' semasa SMA, Muhammad Araafi Kurniawan Souhail...