"Sekarang kamu dimana? Ada yang perlu aku bicarakan." Terdengar suara Andrew panik ditelepon.
Araafi sedang sarapan bersama Rumaisha di ruang makan. Araafi yang mendengar suara panik Andrew diseberang sana menghentikan makannya.
"Emangnya ada apa? Apa terjadi sesuatu?."
"Kamu harus cepat ke kantorku. Ada yang ingin aku tunjukkan. Sekarang!"
"Tapi.."
Rumaisha penasaran dengan siapa Araafi berbicara. Tapi ia tidak berani untuk bertanya.
"Ya sudah, saya akan ke sana sekarang." kata Araafi lalu beranjak dari meja makan.
"Mas mau kemana?" tanya Rumaisha kaget saat Araafi terburu-buru.
"Saya ada urusan sebentar. Maaf saya pergi dulu." katanya lalu berlari ke kamar.
Sementara Rumaisha terdiam. Ia menatap nasi goreng di piringnya dengan pandangan kosong. Ia tidak lagi berselera untuk makan. Tanpa sadar airmatanya turun.
Seberapa penting orang itu bagi kamu, mas? Ternyata kamu belum berubah. Sesal Rumaisha dalam hati.
®®®®®®®®®®
"Sebenarnya yang mau kamu tunjukkan?" tanya Araafi saat sampai di kantor Andrew. Mereka sedang duduk diruangan kerja Andrew.
"Dengar, aku nggak akan menghubungi kamu sepagi ini kalau bukan karena hal yang sangat penting."
"Iya, tapi apa?" Tanya Araafi lagi mendesak.
"Dengarkan rekaman ini baik-baik. Dengarkan sampai selesai. Oke?"
Andrew menghidupkan rekaman di ponselnya dan memperbesar volume suaranya.
Kamu tau? Sampai sekarang aku selalu di hantui rasa bersalah.
Terdengar suara seorang wanita seperti sedang mabuk. Dari latar belakang suaranya terdengar musik DJ. Wanita itu berada di club malam.
"Suara ini..." ujar Araafi seraya menoleh menatap Andrew. Seolah mengetahui suara di balik rekaman itu.
"Aku bilang dengarkan dulu sampai selesai."
Araafi kembali fokus mendengarkan suara rekaman itu.
Aku bukan pembunuh. Aku nggak melakukan apapun, kamu tau itu kan? Tadinya aku cuma menggertak saja. Aku cuma membuat mamanya percaya kalau aku sedang mengandung anaknya Araafi. Tapi tiba-tiba saja mamanya kena serangan jantung. Aku panik. Makanya aku langsung pergi dari sana. Aku nggak tau kalau ternyata mamanya sudah meninggal.
Seketika darah Araafi berdesir karena marah. Darahnya seakan mendidih mendengar pengakuan dari suara wanita di rekaman itu. Sebelah tangannya terkepal kuat.
"Suara wanita di rekaman ini.... Monica?" tanya Araafi dengan mata berkilat marah.
Andrew mengangguk. "Ya. Temanku yang merekamnya malam tadi. Namanya Claudia. Aku baru tau kalau ternyata dia juga berteman dengan Monica."
Sebelah tangan Araafi masih terkepal dengan kuat. "Saya harus menemuinya sekarang juga." kata Araafi dengan perasaan berkecamuk.
Saat Araafi melangkah, Andrew menahan lengannya. "Tunggu Rafi. Ada satu hal lagi yang kamu harus tau."
Araafi membalikkan badan. "Apa?"
"Aku juga nggak yakin itu apa. Tapi sepertinya Monica sedang merencanakan sesuatu yang buruk pada Aisha."
"Keterlaluan." geram Araafi "Kalau gitu, aku harus pergi sekarang. Terima kasih banyak, Andrew." Katanya memukul pelan pundak Andrew lalu pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Hilang (Completed)
General FictionRumaisha Mahira, atau Aisha, harus mengubur impiannya untuk menikah dengan sosok yang sudah sejak lama ia kagumi, Ibnu Abbas, senior di kampusnya. Demi menikah dengan lelaki yang ia ketahui 'berandalan' semasa SMA, Muhammad Araafi Kurniawan Souhail...