8 bulan kemudian...
"Mas, bekalnya udah siap. Jangan lupa di makan ya?"
Setelah selesai sarapan dan membereskan piring-piring kotor, Rumaisha menyiapkan bekal makan siang dan minuman untuk Araafi.
Araafi tersenyum dan menerima bekalnya. "Sebenarnya kamu nggak perlu capek-capek siapin bekal. Mas bisa makan di restoran nanti."
Rumaisha memasang raut kecewa di wajahnya. Araafi melangkah dan mendekatinya, lalu sebelah tangannya memegang bahu istrinya.
"Sayang, mas nggak bermaksud apa-apa. Mas cuma khawatir kalau kamu kelelahan. Kamu harus ingat, sekarang ada 2 nyawa yang harus mas jaga dengan baik." Tangan Araafi turun ke perut istrinya dan mengelusnya dengan lembut."Tolong jaga calon bayi kita ya?"
"Insyaa Allah, mas. Kita akan menjaganya bersama-sama."
Sejak memasuki trimester pertama dan akan memasuki trimester kedua, Araafi menjadi suami yang super siaga. Rumaisha menjalani trimester pertama yang cukup berat. Ia sulit makan, sering mengantuk dan morning sickness. Terkadang ia juga mengidam sesuatu yang aneh dan di waktu yang tidak terduga. Namun, Araafi selalu bersabar dan membantu melewatinya. Araafi tipe suami yang penuh dengan kasih sayang di matanya. Banyak kejutan positif yang Rumaisha temukan dari suaminya, setelah mereka memperbaiki hubungan saat itu. Kini ia merasa menjadi istri yang beruntung.
Araafi menatap lurus ke mata Rumaisha seraya tersenyum. Sebelah tangannya menangkup wajah Rumaisha.
"Mas sangat menyayangi kamu. Istriku." ujar Araafi lalu mencium kening istrinya, cukup lama."Aisha juga." balasnya setelah Araafi melepaskan ciumannya.
"Kalau kamu butuh sesuatu atau mulai merasa nggak nyaman atau pengen ngidam apapun itu, cepat telpon mas ya."
Rumaisha tersenyum lebar. "Iya, mas."
"Kamu juga bisa panggil pak Budi kalau terjadi sesuatu." kata Araafi lagi.
Rumaisha hanya mengangguk sambil tersenyum. Hampir setiap hari Araafi mengatakan hal yang sama. Mungkin Rumaisha sudah hapal. Tapi ia bahagia, karena suaminya begitu mengkhawatirkannya.
"Bagus. Kalau gitu mas berangkat kerja dulu ya"
Seperti biasa setiap Araafi akan berangkat kerja, Rumaisha akan mengantarkan Araafi ke depan. Kemudian ia mencium tangan Araafi dan Araafi mencium keningnya.
"Assalamu'alaikum." ujar Araafi.
"Wa'alaikumussalam." balas Rumaisha.
®®®®®®®®®®
"Bulan ini pendapatan di Restoran kita ada peningkatan cukup pesat. Gimana kalau kita menambahkan menu baru untuk membuat pelanggan kita nggak bosan, pak?" Tutur Araafi pada Pak Tomy, sambil membalikkan laporan keuangan Restoran.
Araafi sedang berada di ruangan pribadinya bersama pak Tomy untuk membicarakan langkah kedepan yang mereka lakukan untuk kemajuan Restoran. "Saya setuju, pak. Menu baru di restoran kita bisa menarik pelanggan. Kita juga bisa memberikan potongan harga sebagai perayaan menu barunya, pak."
Araafi menggangguk dengan semangat. Ia tersenyum lebar hingga memperlihatkan lesung pipi miliknya. "Pak Tomy benar, saya rasa itu akan sangat membantu. Promosi sangat diperlukan. Sepertinya bulan ini akan menjadi bulan tersibuk untuk kita semua, pak Tomy."
"Baik, pak. Nanti saya akan persiapkan laporannya." ujar Pak Tomy. "Tapi pak, belakangan ini saya melihat bapak sering kelelahan, nggak apa-apa pak?."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Hilang (Completed)
General FictionRumaisha Mahira, atau Aisha, harus mengubur impiannya untuk menikah dengan sosok yang sudah sejak lama ia kagumi, Ibnu Abbas, senior di kampusnya. Demi menikah dengan lelaki yang ia ketahui 'berandalan' semasa SMA, Muhammad Araafi Kurniawan Souhail...