5

129 14 1
                                    

Marni memboceng motor dinas Aipda Darmo, sedangkan Pak Ridwan memilih untuk memesan ojek dari aplikasi yang ada di gawainya. Tidak butuh waktu yang lama, mengingat jarak antara Rumah Sakit Hermina dan Polresta Depok juga tidaklah terlalu jauh.

Pelataran Polres masih cukup lengang, hanya tampak beberapa anggota yang berlalu lalang setelah selesai melaksanakan apel pagi, dari pembicaraan yang terdengar tampaknya para anggota tersebut bermaksud mencari sarapan. Marni tampak bingung, tak henti-hentinya Marni mengedarkan pandangan melihat para anggota polisi dari jarak dekat.

Tak semua anggota berpakaian dinas lengkap, ada yang Cuma mengenakan pakaian putih, celana hitam dan dasi merah. Marni tak tahu kenapa seragam para polisi itu, namun yang pasti ada perasaan keder melihat petugas yang mengenakan helm dan rompi anti peluru lengkap dengan senjata laras panjang yang selalu terdekap di tangannya.

"Aduh ... itu senjata beneran ya Pak?" tanya Marni ragu-ragu.

"Ya iya lah, kenapa Kamu pengen membuktikannya sendiri?" ujar Aipda Darmo dengan maksud menggoda Marni.

"Jangan Pak, anak-anak masih kecil dan Saya belum mau mati," jawab Marni spontan yang ditanggapi dengan gelak tawa dari Aipda Darmo.

Motor yang dikendarai Aipda Darmo menuju ke arah ruang Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) yang berada di dekat pos penjagaan, sedangkan Pak Ridwan tampak berjalan menuju ke arah Aipda Darmo memarkirkan motor dinasnya. Wajar saja Pak Ridwan harus berjalan masuk ke area Polresta Depok, mengingat segala macam jenis ojek online dilarang keras masuk ke markas komando (mako).

"Pak Ridwan dan Marni, kalian masuk dulu dan buat Laporan Polisi di ruang itu. Saya mau laporan dulu ke atasan, nanti Saya segera menyusul kalian setelah selesai laporan." Terang Aipda Darmo sambil tangannya menunjuk ke sebuah pintu yang masih tertutup.

"Tapi Pak, itu pintunya belum dibuka, memangnya kami boleh langsung masuk ke sana?" tanya Pak Ridwan.

Merasa pertanyaannya sudah tersampaikan, Marni cuma mengangguk-angguk mengiyakan keraguan yang dirasakan oleh Pak Ridwan.

"Pintunya memang selalu tertutup, kalian ketuk saja. Sudah jangan buang waktu lagi, kita harus bergerak cepat untuk mengungkap kasus ini!" ucapan tegas Aipda Darmo seketika membungkam mulut Marni yang hendak berucap.

Pak Ridwan dan Marni berjalan beriringan menuju pintu SPKT, sedangkan Aipda Darmo justru berjalan berlawanan ke arah kantor Bimmas Polresta Depok. Tak ada kata yang terucap dari mulut Pak Ridwan maupun Marni, masing-masing tampak sibuk dengan pikirannya sendiri. Marni pun masih tak mengira harus berada di posisinya sekarang, takdir apa yang telah membuatnya sebagai orang yang pertama kali menemukan sosok perempuan di Sungai Ciliwung itu.

"Pak ... tunggu sebentar, Saya lupa belum menelepon suami dan anak-anak di rumah!" pekik Marni sambil menarik tangan Pak Ridwan yang hendak membuka pintu ruang SPKT.

Marni tampak sibuk membuka dan mengaduk-aduk isi tas, berharap bisa menemukan telepon genggam tua yang selama ini dia pakai untuk berkomunikasi dengan suami, keluarga dan kelompok arisan ibu-ibu yang diikutinya.

"Cepetan Marni, kamu lupa ya perintah Aipda Darmo bahwa kita harus bergerak cepat," Pak Ridwan tampak gusar melihat tingkah polah Marni yang tak kunjung menemukan teleponnya.

"Nganu Pak, teleponnya tidak ada dan Saya baru ingat jika telepon itu tertinggal di atas tivi rumah," Marni menjawab pelan sambil tersenyum malu menyadari kekonyolan dirinya. "Apa boleh pinjam telepon Pak Ridwan, sebentar saja?" imbuh Marni.

"Sudah heboh, ternyata malah tidak bawa telepon. Nih pakai telepon Saya, jangan lama-lama!" jawab Pak Ridwan sambil mendengkus.

Dengan malu-malu Marni menerima telepon yang diberikan Pak Ridwan, tombol-tombol yang Marni tekan memunculkan sederet angka pada layar monitor.

"Assalamualaikum Mas, ini Marni. Aku masih ada di Polresta Depok bareng dengan Pak Ridwan karena sosok perempuan tadi diduga sebagai korban usaha pembunuhan. Sesuai petunjuk Aipda Darmo, kami harus membuat Laporan Polisi, tolong ingatkan anak-anak untuk sekolah dan membawa bekalnya." Dengan suara yang cukup keras, Marni berceloteh seolah tak berjeda sebelum akhirnya menutup telponnya.

"Sudah selesai teleponnya?" tanya pak Ridwan dengan nada yang masih kesal.

"Sudah Pak, matur nuwun," jawab Marni sopan sambil mengembalikan telepon Pak Ridwan.

Siapa Pembunuh Itu?Where stories live. Discover now