Upaya Penyelamatan

171 18 10
                                    



Berita penemuan sosok perempuan di tengah Sungai Ciliwung begitu cepat menyebar dari mulut ke mulut. Warga yang berkumpul di tepian suangai semakin banyak dan berjejal, baik bapak-bapak, ibu-ibu bahkan sampai anak-anak yang tampak berlari kesana kemari mencoba menemukan sedikit celah kosong untuk mereka merangsek dalam kerumunan.

Pak Ridwan selaku ketua RT bertindak cepat, setelah melaporkan kejadian yang terjadi di lingkungannya ke Pak Lurah, beliau pun segera menghubungi Aipda Darmo selaku petugas Babinkamtibmas Desa Pondok Cina.

Mono dibantu beberapa warga lain telah kembali ke pinggir sungai sambil membawa perahu karet dan tali yang diambil dari kantor kelurahan. Warga bahu membahu menyiapkan segala keperluan untuk mengangkat sosok perempuan yang tersangkut itu. Pelan perahu karet bergerak menuju ke tengah sungai dengan empat lelaki dewasa di atasnya.

Tidak perlu waktu yang terlalu lama untuk mengangkat sosok perempuan itu ke atas perahu karet. Ceceran noda darah menempel pada beberapa bagian pakaian yang tampak compang-camping dengan sebilah pisau masih tertancap di perut sebelah kanan.

"Mono ... sepertinya perempuan ini baru saja meninggal, lihat saja tubuhnya masih agak hangat," ujar Pak Samsul ragu sambil mencoba melihat kondisi sosok perempuan itu dengan seksama.

Mendengar penuturan dari Pak Samsul, Mono dan dua orang warga lainnya ikut memeriksa kondisi sosok perempuan tersebut sambil perahu karet bergerak kembali ke tepian. Selain terdapat luka pada perut, lengan dan beberapa bagian tubuh lainnya pun terdapat luka bekas sayatan benda tajam.

"Baby tolong," lirih bahkan teramat lirih sosok perempuan itu bergumam sebelum akhirnya kembali pingsan.

"Perempuan ini masih hidup!" sontak seluruhorang yang berada di atas perahu karet berteriak, entah karena bahagia bahwasosok tersebut masih hidup atau sebatas karena rasa terkejut mereka.

"Pak RT, apa perlu kami cabut pisau yang masih tertancap pada perutnya?" tanya Mono dengan suara lantang.

"Jangan, biarkan saja pisau itu tetap tertancap sampai mendapat penanganan medis. Kita tidak tahu cara yang benar untuk mencabutnya, jangan sampai kondisi perempuan itu menjadi semakin berbahaya karena salah penanganan!" pekik Pak Ridwan dari tepi sungai.

Mendengar kabar bahwa sosok perempuan tersebut masih hidup, orang-orang yang berada di tepian sungai tak kalah antusias menunggu perahu karet tersebut menepi dengan sempurna. Semakin dekat jarak perahu karet ke tepian semakin banyak orang yang merangsek bermaksud untuk paling pertama melihat sosok perempuan misterius.

Alih-alih membantu proses evakuasi, kerumunan ini justru menghambat dan semakin mempersulit gerak orang-orang yang bermaksud memberikan pertolongan demi menyelamatkan nyawa perempuan itu. Himbauan yang diberikan agar masyarakat yang menonton memberikan jalan bagi tim penyelamat turun dari perahu karet, tak jua dihiraukan.

"Ayo berikan jalan, pada minggir semua!" instruksi tegas dari Pak Ridwan dan Aiptu Darmo akhirnya mampu membuat warga yang berkerumun keder.

Tak ada ambulans yang tersedia di lokasi, hanya ada sebuah mobil bak terbuka milik salah satu warga yang selalu digunakan untuk mengangkut pasir.

Dalam kondisi seperti saat ini, waktu menjadi salah satu yang sangat krusial dalam upaya penyelamatan nyawa sosok perempuan asing itu. Maut seolah berlomba ingin menangkap dan mendekap nyawa sang perempuan.

"Mono dan dibantu beberapa warga lain, ayo segera angkat tubuh wanita itu ke atas mobil baknya. Kita harus segera membawanya ke Rumah Sakit Hermina, saya akan memimpin di depan kalian dengan motor dinas ini!" Aiptu Darmo segera bersiap dengan menghidupkan mesin motor dinas yang sudah terlihat butut.

Asap tampak mengepul dari knalpot begitu mesin dihidupkan dan suara mesin pun tak kalah bisingnya. Beruntung tak ada orang yang memperdulikan kondisi motor dinas yang terlihat menghawatirkan itu, tujuan mereka hanya satu bagaimana bisa membawa sosok perempuan asing ini ke rumah sakit secepatnya agar nyawanya masih tertolong.

Keringat dingin mulai membasahi wajah-wajah warga yang saling bahu-membahu mengangkat tubuh perempuan asing ke mobil bak terbuka yang terparkir sekitar 500 meter dari bibir sungai. Tak ada lagi suara yang keluar dari mulut para pengunjung, mereka tampak sibuk dengan pikiran masing-masing.

Motor dinas Aiptu Darmo mulai berjalan meninggalkan tepi Sungai Ciliwung, diikuti mobil bak terbuka tersebut. Pak Ridwan ikut mendampingi warga, beliau duduk di samping sopir sedangkan beberapa warga lainnya duduk di bak belakang sambil menjaga tubuh perempuan asing itu.

Beruntung jalanan diDepok pagi itu sangat lengang, sehingga tidak membutuhkan waktu yang terlalulama untuk sampai di Rumah Sakit Hermina Depok.

Siapa Pembunuh Itu?Where stories live. Discover now