"Aku cuma bilang, kalau makan tak perlu buru-buru, nanti bisa tersedak."
"Benar cuma itu?" tanya Suciwati penuh telisik.
Suciwati harus membatalkan niatnya untuk bicara lebih lanjut, karena rasa pedas taoge goreng miliknya terasa semakin menjadi-jadi ketika tak sengaja sedikit tersedak. Es teh milik Suciwati telah habis sebelumnya, sehingga reflek Suciwati pun mengambil gelas milik Bobby dan menghabiskan isinya.
"Tuh kan, apa kata Aku tadi!" ujar Bobby sambil geleng-geleng kepala melihat lucunya tingkah polah Suciwati.
Alih-alih marah, Suciwati justru tersenyum kecil menyadari kekonyolan sikapnya. Warung taoge goreng Pak Gebro semakin malam semakin ramai pengunjung, sehingga tak nyaman juga harus berlama-lama duduk berdesak-desakan saat makanan telah ludes.
"Ayo Bob, buruan!" pekik Suciwati sambil menarik tangan Bobby yang baru saja selesai membayar makanan mereka.
"Ini apaan sih, lagian mau kemana. Buru-buru amat?" tanya Bobby heran.
"Ga perlu protes, Kamu cukup ikut saja. Aku jamin Kamu tak akan menyesal." Suciwati menjawab sambil terus berlari kecil menuju halaman parkir Plasa Dewi Sartika yang tepat berada di samping Pasar Anyar Bogor.
Entah siapa yang memberitahu Suciwati jalan menuju ke atap di salah satu sisi bangunan Plasa Dewi Sartika. Napas Suciwati dan Bobby masih terengah-tengah ketika akhirnya mereka sampai ke tempat yang dituju. Keringat tampak mengalir deras dari dahi Suciwati, rambutnya yang diikat kucir kuda tampak berkibar tertiup angin yang berhembus.
"Ngapain kita di sini, kurang kerjaan aja!" Bobby mendengus kesal.
"Lihat ... bulan purnama di atas itu bagus banget kan?" tak peduli dengan protes yang diajukan Bobby, Suciwati tampak takjub melihat pemandangan alam yang Allah sajikan.
Bulan purnama baru saja sempurna keluar dari peraduan, langit yang cerah dan angina yang berhembus lembut terlalu sayang jika dilewatkan begitu saja. Tak ada tempat yang lebih baik untuk menikmati bulan purnama selain dari atas ketinggian dan di atas gedung ini lah Suciwati sering menghabiskan waktu malamnya, terlebih saat purnama menyapa.
Meski tak pernah bisa berada di atas sepuas hati, karena jam operasional plasa yang terbatas, namun sedikit waktu itu sudah lebih dari cukup bagi Suciwati sekedar untuk melepas rindu akan suasana di kampung halaman yang terpaksa harus dia tinggalkan.
"Wahai angin malam, sampaikanlah salam rinduku untuk simbok di kampung." Suciwati bergumam pelan sambil merentangkan kedua tangannya.
Dihirupnya udara sebanyak-banyaknya, agar mampu memenuhi seluruh bagian rongga paru-parunya. Suciwati terlihat melepas ikatan rambutnya, dan membiarkan rambutnya semakin berkibar. Tak ada kata yang mampu terucap dari mulut Bobby yang berdiri tepat di samping Suciwati. Mata Bobby tampak enggan berpaling dari wajah Suciwati yang terlihat lebih bercahaya di bawah pantulan sinar rembulan.
Andai saja waktu bisa dihentikan, ingin rasanya Bobby menghentikan waktu itu sekarang juga agar bisa memandang lebih lama wajah ayu Suciwati.
"Pemandangannya dari atas sini bagus kan Bob?" tanya Suciwati tiba-tiba.
"Eh, anu ... Kamu bilang apa barusan?" Bobby terlihat sangat terkejut dan gugup mendapat pertanyaan yang tak pernah diduga sebelumnya.
"Huft ... mulai dech melamun ga jelas!" jawab Suciwati kesal sambil menghempaskan dirinya ke lantai roof top plasa.
Suciwati tak lagi mengindahkan Bobby yang masih sibuk berdamai dengan perasaannya. Momen-momen bisa menikmati keindahan rembulan seperti saat ini, tidak datang setiap hari bagi Suciwati sehingga sayang rasanya jika dilewatkan begitu saja. Senyum tampak selalu menghiasi wajah Suciwati, dan mata indah itu tak pernah berhenti memancarkkan keindahannya sama seperti saat pertama kali Bobby melihat Suciwati tanpa sengaja.
Tak ada lagi kata yang terucap dari kedua mulut anak manusia itu. Baik Bobby maupun Suciwati tampak sibuk dengan pikiran masing-masing. Suasana yang sangat syahdu meski tanpa alunan piano. Bisingnya lalu lintas Kota Bogor tak lagi terdengar dari roof top plasa, benar-benar tenang dan mampu membawa kedamaian dalam jiwa.
***
YOU ARE READING
Siapa Pembunuh Itu?
Mistério / SuspenseSuciwati seorang perempuan berumur 31 tahun, pernah menjadi korban pemerkosaan dan nyaris terbunuh seandainya pisau yang masih tertancap di tubuh lemahnya tidak tersangkut di Sungai Ciliwung dan berhasil diselamatkan warga beberapa tahun silam. Sed...