29

100 6 0
                                    

Tasya bergegas berlari ke arah kaca yang tergantung di dekat ruang makan rumah singgah. Berkali-kali Tasya terlihat mematutkan diri di depan kaca, berputar-putar laksana seorang putri yang sedang menari. Bahkan sampai rambut yang tergerai indah itu pun tak luput menjadi pelampiasan dalam upaya mematutkan diri untuk bisa tampil lebih cantik lagi.

Siapapa pun yang melihat tingkah konyol Tasya, pasti tak akan mampu menahan tawa. Laksana seorang anak yang mendapatkan hadiah baju baru, sibuk mematutkan diri dan berputar ke sana kemari. Senyum yang menampakkan lesung pipi Tasya selalu mengembang dan menghiasi wajah nan ayu.

"Ya Allah semoga pujian yang dilontarkan itu benar adanya dan Kak Satria juga menyukai aku," gumam Tasya sampai tanpa disadari pipinya pun telah merona.

Tasya tak pernah tahu pasti, sejak kapan getar-getar halus saat berada di dekat Satria itu muncul. Tetapi dari hari ke hari perasaan itu semakin kuat merasuki jiwanya, Tasya akan mudah sekali uring-uringan jika mengetahui Satria dekat dengan wanita lain. Bukan hanya itu, andaikan Satria hanya sebatas tersenyum kepada sesama penghuni rumah singgah Kasih, hal itu sudah cukup membuat Tasya merasa tak terima.

Wajar saja Tasya sangat tak ingin perhatian serta sayang Satria terpecah dan terbagi ke siapa pun mengingat sebagai salah satu penghuni tetap rumah singgah Kasih, Tasya selalu berinteraksi secara intens. Boleh dikatakan selama Satria libur kuliah, maka Tasya akan merinteraksi dengan Satria sejak membuka mata sampai dengan menutup mata kembali.

Namun sejak kedatangan Suciwati ke rumah singgah Kasih, disadari ataupun tidak perhatian Satria justru banyak tertuju ke gadis malang tersebut. Rasa iba sekaligus sayang yang tak pernah diundang, datang secara begitu saja menyelinap ke setiap relung jiwa.

Andai saja boleh bicara, Satria ingin bisa menjadi orang yang selalu menjaga dan melindungi Suciwati sehingga tak akan pernah ada lagi orang yang bisa menyakiti Suciwati. Bukan tak menyadari perubahan yang ada, namun Tasya selalu mencoba untuk menghibur diri bahwa apa yang dia lihat dan rasakan itu adalah sebuah kebohongan. Karena masih ada begitu banyak harapan dan doa-doa yang terpanjat sehingga Tasya dapat menaklukkan hati Satria dan mampu bersanding di pelaminan suatu saat kelak.

Rasa cemburu sering begitu membakar jiwa, setiap kali Tasya mempergoki Satria sedang mencuri pandang ke arah Suciwati yang hanya mampu terpekur sendiri.

"Hhmmm ... rasanya gak level harus bersaing dengan gadis gila seperti dia!" umpat Tasya pelan sambil berlalu menuju dapur.

Setiap hari ada saja tingkah polah Tasya yang mencoba menarik perhatian Satria namun justru berujung keributan kecil dalam rumah singgah. Anak-anak rumah singgah Kasih beramai-ramai menggota Tasya yang seketika membuat Tasya tak terima dan akan berlari mengejar mereka layaknya yang terjadi di film kartun Tom and Jerry, tak pernah akur dan ada saja yang diributkan setiap kali saling bertemu.

***

"Assalamualaikum Ummi, kenapa malah melamun di sini?" tanya Kyai Anwar, penerus pondok pesantren putri An-Nisa sekaligus orang yang telah mempersunting Suciwati sejak delapan tahun yang lalu dan ayah dari ketiga anak Suciwati.

"Waalaikumsalam, sejak kapan Abah berdiri di situ. Maaf Abah jika Ana tidak tahu kedatangan Abah," Jawab Suciwati gugup sambil bergegas berdiri untuk menyambut kepulangan suaminya setelah diminta untuk memberikan keterangan di kantor polisi terkait kasus pembunuhan yang menimpa salah satu santriwati asuhan pondok pesantren yang mereka bina.

Tanpa membuang waktu, Suciwati bergegas pergi ke dapur dan menyiapkan segelas minuman hangat serta kudapan ala kadarnya untuk disajikan ke laki-laki yang sudah begitu ikhlas menerima segala masa lalunya yang kelam untuk membimbing Suciwati lebih dalam mengenal Allah. Tanpa kasih sayang dan duukungan yang selama ini Kyai Anwar tunjukkan, belum tentu Suciwati mampu tumbuh menjadi wanita yang kuat seperti saat ini.

Siapa Pembunuh Itu?Where stories live. Discover now