Memasuki pelataran Rumah Sakit Hermina, sudah ada tenaga medis yang bersiap menyambut kedatangan rombongan pembawa sosok perempuan yang ditemukan dari Sungai Ciliwung. Bersyukur Aipda Darmo telah menghubungi rumah sakit terlebih dahulu sehingga brankar dorong untuk pasien sudah bersiap, tepat di depan pintu Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit.
Begitu brankar dorong yang membawa pasien masuk ruang IGD, Aipda Darmo bergegas menuju ruang administrasi rumah sakit, entah apa yang akan dibahasnya dengan pihak manajemen. Tak ada suara keluar dari mulut-mulut pengantar maupun petugas, wajah-wajah tegang tergambar jelas, dan keringat pun mulai mengalir deras membasahi seragam yang dikenakan petugas IGD.
Kesibukan di ruang operasi juga tak kalah hebohnya, tim yang terdiri dari dokter umum, dokter bedah, dokter anastesi serta dokter penyakit dalam telah bersiap dengan pakaian operasi menunggu kehasiran pasien di ruang operasi rumah sakit yang berada di lantai dua.
Pak Ridwan, Mono, Marni dan dua warga lainnya tampak gelisah menunggu di depan ruang operasi. Waktu seolah begitu lambat bergulir. Entahlah meski perempuan itu adalah orang yang sama sekali belum dikenal, namun seolah ada ikatan batin yang tiba-tiba terbentuk saat proses penyelamatan pagi ini.
"Sambil menunggu hasil operasi, ayo kita ke kantin dulu untuk sarapan atau sekedar minum kopi," ajak Pak Ridwan kepada beberapa orang warganya yang ikut mengantar korban ke rumah sakit.
"Tapi Pak ... bagaimana nanti jika dokter mencari dan membutuhkan informasi dari kita?" tanya Marni gamang.
"Tenang, Saya sudah meninggalkan nomor telepon kepada perawat. Nanti jika ada perkembangan apa-apa, perawat itu akan segera menghubungi saya." Jawab Pak Ridwan tegas.
Tanpa berani membantah lagi, Marni dan rombongan mengikuti langkah Pak Ridwan menuju sisi lain bangunan rumah sakit. Selapar apapun, rasanya tetap tak bisa menelan makanan dengan kondisi yang ada saat ini.
"Gadis itu cantik banget ya, siapa coba yang sampai tega menyakiti gadis secantik itu?" gumam Mono pelan dengan nada tak habis pikir.
"Ah dasar kamu saja yang mata keranjang, tak bisa melihat perempuan!" potong Marni sengit. "Tapi benar juga sih No kata kamu, kok ada ya orang yang tega bermaksud menghabisi nyawa seorang perempuan yang tampak tak berdosa itu," Imbuh Marni dengan nada yang sama-sama heran.
"Sudah ... sudah tidak perlu diperdebatkan panjang lebar. Kita sama-sama tidak tahu kejadian yang sebenarnya, biarkan nanti polisi yang memeriksa kasus ini, tugas kalian Cuma segera habiskan minumannya dan kita kembali ke depan ruang operasi!" Pak Ridwan mencoba menghentikan perdebatan yang terjadi di antara warganya.
Belum juga selesai menikmati segelas kopi dan semangkuk mie ayam, dari kejauhan tampak Aipda Darmo berjalan menuju kantin tempat Pak Ridwan dan beberapa warganya makan. Gurat-gurat di wajah tua nya semakin terlihat jelas, tuntutan tugas sebagai aparat negara dari hari ke hari terasa semakin berat dengan maraknya tindak pidana yang terjadi di tengah masyarakat.
Aipda Darmo mengambil sebotol air mineral dari atas meja kantin, sebelum duduk tepat di sebelah pak Ridwan. Dengan tangan yang gemetar, Aipda Darmo mencoba membuka tutup botol dan segera menenggak habis air yang berada di dalam botol.
Aipda Darmo menarik napas dalam-dalam, berharap mampu meredakan gejolak dalam dadanya. Ingatannya melayang membayangkan betapa pedihnya jika hal yang terjadi pada sosok perempuan itu menimpa putri semata wayangnya.
"Ada informasi apa Pak, tampaknya sesuatu yang sangat berat. Apakah sosok perempuan itu bisa terselamatkan nyawanya?" tanya Pak Ridwan antusias.
"Entah lah, Saya tidak tahu harus bercerita mulai dari mana," lirih Aipda Darmo menjawab pelan.
"Ceritakan saja apa yang Bapak tahu dari dokter ataupun tenaga medis lainnya." Ujar pak Ridwan.
"Iya Pak, kami juga ingin tahu kondisi perempuan itu!" timpal warga yang lain.
Sekali lagi Aipda Darmo menghela napas panjang, dia coba mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang ada.
"Perempuan itu telah diperkosa sebelum ditusuk pisau, dan diduga pemerkosaan itu dilakukan bukan hanya oleh satu orang saja," wajah Aipda Darmo tertunduk lesu.
"Astagfirullah Pak!" pekik Marni sambil menutup mulutnya. "Itu beneran Pak?" imbuh Marni.
"Iya Mar, tim dokter yang tadi menyampaikan. Beruntung luka pada perutnya tidak terlalu dalam sehingga nyawa perempuan itu masih bisa tertolong, namun kemaluan dan anus nya mengalami luka robek yang cukup besar."
Semua orang terdiam, tak tahu lagi harus berkata apa. Setan apa yang telah merasuki orang-orang bejat itu, sehingga bisa berlaku sedemikian keji.
"Pak Ridwan dan Marni, ayo kita segera pergi ke Polres Depok untuk membuat Laporan Polisi dengan adanya tindak pidana ini. Untuk yang lain tetap menunggu di sini sampai kami kembali dari Polres!" Aipda Darmo memberikan instruksi kepada orang-orang yang ada di hadapannya.
Alih-alih menjawab omongan Aipda Darmo, Marni hanya bergeming tak percaya dengan semua hal yang baru saja didengarnya. Meski bukan dia yang mengalami, namun rasanya dia mampu merasakan segala penderitaan perempuan itu.
"Marni ... ayo segera berdiri dan kita ikut Aipda Darmo ke Polres. Gimana sih bukannya bergegas, malah cuma bengong saja!" pekik Pak Ridwan.
"Eh ... iya pak, anu Saya ke toilet dulu sebentar." Jawab Marni sambil berlalu mencari toilet di dekat area kantin.
YOU ARE READING
Siapa Pembunuh Itu?
Misterio / SuspensoSuciwati seorang perempuan berumur 31 tahun, pernah menjadi korban pemerkosaan dan nyaris terbunuh seandainya pisau yang masih tertancap di tubuh lemahnya tidak tersangkut di Sungai Ciliwung dan berhasil diselamatkan warga beberapa tahun silam. Sed...