35

89 5 0
                                    

Kembali keluar dari kampus UI menuju Margonda, jalanan tampak lebih ramai dari sebelumnya. Terlebih untuk yang arah ke Jakarta, kendaraan tumpah ruah dan macet hampir di sepanjang Jalan Margonda. Cacing-cacing yang mulai berteriak menuntut hak nya, membuat Bobby tersadar bahwa sudah beberapa hari ini Bobby sangat jarang makan.

Bobby Permana menutuskan untuk berhenti di tukang penjual bubur ayam yang mangkal. Mencari penjual bubur ayam di Depok tidaklah sulit, karena bisa dengan mudah ditemukan pada beberapa sudut kota.

"Bang, bubur tapi ga usah pakai seledri dan bawang goreng!" ujar Bobby Permana ke penjual bubur yang sedang sibuk melayani pembeli lain.

"Siap, tunggu sebentar ya Mas." Jawab abang penjual bubur itu singkat.

Tangan sang penjual bubur terlihat lincah, menyendok bubur dan meletakkannya ke mangkuk. Kuah kuning yang khas pada bubur ayam pun terlihat dituangkan dengan mudah. Setelah menaburkan beberapa bahan pelengkap, sang penjual bubur sigap menyajikan semangkuk bubur ayam di hadapan Bobby Permana.

Tekstur bubur yang lembut, berpadu dengan gurihnya kuah dan suwiran ayam goreng seketika memenuhi mulut Bobby Permana yang tak pernah berhenti mengunyah. Hanya dalam waktu sekejap bubur yang tersaji sudah tandas.

Matahari sudah mulai menampakkan sinar keemasan yang terasa begitu hangat. Selesai membayar bubur yang disantap, Bobby Permana pun bermaksud kembali menuju rumah singgah Kasih.

Rasa penasaran yang sangat kuat, membuat Bobby Permana tak kuasa lebih lama lagi menahan diri kembali ke rumah singgah Kasih. Walau masih pagi, setidaknya tanda-tanda kehidupan sudah semakin terlihat jelas di rumah singgah yang Bobby Permana tuju pagi ini.

Anak-anak yang lengkap dengan seragam sekolahnya, tertawa riang saat keluar dari pintu rumah singgah. Pakaian yang mereka kenakan tampak sangat sederhana, namun entah mengapa hal itu tak sedikit pun mengurangi kebahagiaan yang terpancar dari wajah-wajah polos mereka.

"Assalamualaikum ... permisi Bu," Bobby Permana tampak sopan mengucapkan salam kepada Bu Ratna yang sedang menyapu di halaman rumah singgah.

"Waalaikum salam, mau cari siapa Nak?" jawab Bu Ratna sopan.

"Ibu, perkenalkan saya Bobby Permana. Sebelumnya saya mohon maaf jika tidak sopan sudah bertamu pagi-pagi." Terang Bobby Permana dengan suara enggan.

"Tidak mengapa Nak Bobby, perkenalkan saya Bu Ratna pemilik dan pengelola rumah singgah ini." Bu Ratna tersenyum lembut sambil mengulurkan tangannya kea rah Bobby.

Melihat senyum yang terkembang di wajah Bu Ratna seketika hati dan perasaan Bobby Permana menjadi tenang. Senyum seorang ibu yang begitu lembut dan penuh kasih. Setidaknya seandainya benar Suciwati ada di sini, maka Suciwati sudah berada di tempat yang tepat.

Bu Ratna segera mencuci tangan dari kran air yang berada di tembok samping rumah singgah dan mempersilahkan Bobby Permana masuk ke ruang tamu.

"Jika boleh tahu, Nak Bobby ada keperluan apa datang ke sini?" tanya Bu Ratna saat sudah duduk di ruang tamu.

"Itu Bu, kedatangan Saya ke sini bermaksud untuk bertanya apakah benar rumah singgah Ibu sudah menampung Suciwati, gadis yang ditemukan di Sungai Ciliwung beberapa minggu lalu?" ujar Bobby Permana dengan suara yang bergetar menahan sebuah rasa.

"Oia benar, Nak Bobby kenal dengan Suciwati?" tanya Bu Ratna sejurus kemudian.

Sebuah harapan seketika muncul dalam hati Bobby Permana, setidaknya pencariannya selama ini mulai menemukan titik terangnya. Mata Bobby tampak berbinar, laksana seorang anak kecil yang telah menerima hadiah dari orang lain. Binar-binar yang selalu muncul hanya saat berada di dekat Suciwati saja.

"Apa hubungan Nak Bobby dengan Suciwati?" tanya Bu Ratna dengan wajah penuh selidik.

"Saya sahabat Suciwati Bu. Semenjak Suciwati hilang, Saya sudah berupaya mencarinya ke sana kemari sampai sempat putus asa karenanya." Bobby Permana menjawab dengan suara pelan dan muka yang tertunduk. "Bolehkah Saya ketemu Suci Bu?" imbuh Bobby tak sabar.

Siapa Pembunuh Itu?Where stories live. Discover now