11

119 9 2
                                    

Pertemuan dan perkenalan yang sebenaranya tak pernah dibayangkan sebelumnya. Bobby melihat sosok Suciwati yang susah payah membawa beberapa barang belanjaan berjalan gontai menyebrang area parkir menuju pintu masuk Stasiun Depok Baru. Bobby yang semula hendak memacu mobilnya keluar parkir, seketika mengurungkan niatnya dan mengamati sosok Suciwati dari dalam mobil.

Tubuh Suciwati tergolong tinggi untuk ukuran perempuan, badan gempal laksana atlet bela diri, kulit sawo matang khas penduduk Indonesia serta rambut ikal sebahu yang diikat sekenanya. Tak ada yang istimewa dari penampilannya, tetapi binar mata Suciwati sangat berbeda bagi Bobby.

Tatapan mata Suciwati terlihat sangat tajam, penuh misteri namun memunculkan keindahan nan tiada tara. Belum pernah sebelumnya Bobby melihat mata dengan binar nan mempesona seperti milik Suci.

"Hhmmm kenapa gadis itu bolak-balik sendiri dengan barang bawaan yang cukup banyak, sedangkan ibu berpenampilan seronok itu hanya melihat saja," gumam Bobby penuh tanya.

Ekor mata Bobby tak pernah berpaling dari sosok Suciwati. Tampak sesekali Suciwati berhenti sejenak untuk melepas penat dan mengusap peluh yang mulai membasahi dahinya. Tangannya terlihat bergonta-ganti mengangkat barang belanjaan, namun tak sedikitpun Suciwati mengeluh. Senyum kecil terlihat menghiasi wajahnya, sepasang lesung pipi semakin menambah keelokan pemilik senyuman itu.

Diam-diam Bobby mengikuti langkah Suciwati, rasa penasaran itu begitu kuat membelenggu angan Bobby. Dari penelusuran singkat hari itu, Bobby tahu bahwa gadis yang telah menyita banyak perhatiannya ternyata seorang porter yang berkeliling menawarkan jasanya membawa barang-barang sesuai dengan permintaan dari para pemakai jasanya dengan imbalan sejumlah uang.

Meski pertemuan pertama itu teramat singkat dan tak terencana sebelumnya, namun bayangan sosok Suciwati begitu enggan bergeser dari ingatan Bobby. Setiap helaan napas hanya ada satu wajah yang tergambar di sana, padahal sosok gadis itu pun tak pernah dikenal sebelumnya.

Esok paginya Bobby mencoba kembali ke Stasiun Depok Baru di jam yang sama persis dengan hari sebelumnya. Berjam-jam Bobby menunggu sejak pagi hingga sore menjelang, namun sosok Suciwati tak jua tampak. Sedih dan kecewa bercampur menjadi satu rasa yang begitu sulit untuk diejawantahkan.

Ingin rasanya mengakhiri penantian itu, namun setiap kali hendak beranjak harapan untuk dapat menemukan sosok Suciwati di antara kerumunan penumpang yang hilir mudik dari dan menuju stasiun selalu mampu menahan langkahnya.

"Aku tidak bisa terus begini!" umpat Bobby kesal.

Sebuah kekesalan yang lebih ditujukan untuk diri sendiri, atas segala kekonyolan dan kebodohan yang sudah dilakukannya. Segera Bobby mematikan mesin mobilnya, pintu mobil terdengar berdebum ketika Bobby mendorong keras untuk menutupnya.

Langkah Bobby tampak tergesa-gesa menuju pintu masuk stasiun. Matanya nanar melihat ke sekelilingnya. Saat tak jua menemukan sosok Suciwati, tak luput Bobby bertanya ke beberapa pedagang asongan dan kaki lima yang banyak terdapat di sekitar Stasiun Depok Baru dan Pasar Kemiri.

Senyum Bobby tampak masam, rambutnya yang sudah lepek karena keringat terlihat semakin acak-acakan setelah menjadi pelampiasan kekecewaan begitu Bobby dapat informasi jika Suciwati berada di sekitar Stasiun Depok Baru dan Pasar Kemiri hanya di hari Senin dan Selasa Saja. Di luar kedua hari tersebut, Suciwati akan menawarkan jasanya di tempat lain.

Setelah mengumpulkan beberapa informasi dan melakukan pembuntutan selama kurang lebih dua minggu, akhirnya Bobby bisa hapal dengan jadwal dan ritme usaha Suciwati. Semakin Bobby tahu tentang hari-hari yang dilalui Suciwati, rasa takjub itu semakin besar dan sepenuhnya telah merenggut hati Bobby.

"Gila, sampai kapan aku harus sembunyi-sembunyi kayak maling begini!" gumam Bobby di kamarnya nan mewah malam itu.

Bermodalkan sedikit kenekadan dan skenario gila yang dibuatnya, Bobby bertekad harus bisa berkenalan langsung dengan Suciwati yang harusnya hari ini akan ada di sekitar Stasiun Bogor atau Pasar Anyar untuk berkeliling menawarkan jasanya.

Beruntunglah, kepolosan Suciwati tak pernah bisa tahu akal bulus Bobby saat mencoba mendekati dan berkenalan dengannya. Bobby meminta bantuan beberapa temannya seolah-olah sedang dipalak, dan Suciwati yang kebetulan lewat menjadi dewi penolongnya. Tak ubahnya seperti sinetron picisan yang menghiasi televisi yang ditonton para pembantu dirumah gedongan Bobby yang terletak di bilangan Grand Depok City.

***

Siapa Pembunuh Itu?Where stories live. Discover now