Hanya tersisa AKP Donny Setiawan dan tiga orang anggota polisi yang lainnya. Wajah AKP Donny Setiawan terlihat kusut, tangannya pun berkali-kali menggaruk kepala yang tak gatal. Dengan gontai AKP Donny Setiawan berjalan menuju ke mesin yang menyediakan berbagai jenis minuman dingin dan makanan ringan. Lincah tangannya memasukkan selembar uang sepuluh ribuan dan menekan tombol sesuai dengan minuman yang diinginkannya.
Tak perlu waktu lama, minuman yang baru saja dibelinya telah tandas dan menyisakan botol kosong saja. Dinginnya air mineral yang diteguknya mampu sedikit meredakan kegundahan hatinya. Kusutnya pengungkapan tindak pidana yang sedang ditangani, seolah menemukan benang merah penanganan.
"Alfin, untuk sample DNA pelaku yang mungkin tertinggal pada tubuh korban apakah sudah diambil?" tanya AKP Donny Setiawan kepada petugas yang mengenakan seragam bertuliskan INAFIS.
"Siap sudah Ndan. Saya sudah lakukan swabbing pada bagian wajah, bibir, daerah payudaya, alat kelamin dan area sekitar anus. Cotton bud yang digunakan untuk masing-masing bagian tubuuh juga sudah kami kemas ke dalam kantong barang bukti yang berbeda dan telah kita lakukan pelabelan." Jelas Alfin dengan detail terkait langkah apa saja yang telah dilakukannya.
"Bagus, segera koordinasikan dengan pihak DVI terkait proses analisa terhadap sample DNA yang ada." AKP Donny Setiawan memberikan instruksi tegas.
"Siap Ndan, jika demikian sebaiknya kita segera kembali ke kantor untuk menyiapkan administrasi yang dibutuhkan untuk pemeriksaan sample DNA ke DVI."
Tanpa membuang waktu lagi, setelah menitipkan pesan kepada petugas yang bertugas di ruang ICU Rumah Sakit Hermina, AKP Donny Setiawan segera mengajak anak buahnya kembali ke Polresta Depok. Nomor telepon yang dapat dihubungi pun tak luput ditinggalkan, dengan tujuan agar pihak rumah sakit bisa segera menginformasikan saat korban siuman.
**
"Ayo Bob ... siapa yang kalah sampai ke warung Pak Gebro, maka dia yang harus membayar taoge goreng yang kita beli!" pekik Suciwati sambil berlari kencang.
Bobby hanya tersenyum kecil melihat tingkah polah wanita yang dicintainya secara diam-diam. Bagi siapa pun yang mengenal Bobby, pasti tak akan pernah bisa percaya jika cowo yang terkenal lihai menaklukkan hati perempuan itu, hanya mampu tersenyum kecut mentertawakan nyalinya yang selalu menghilang saat berada di dekat Suciwati.
Sejak perkenalan pertama itulah Bobby sering meluangkan dan menghabiskan waktunya sekedar bercerita ataupun menemani Suciwati menghitung hasil jual jasa sebagai porter atau membersihkan barang bekas hasilnya memulung kala orang yang membutuhkan bantuan tenaganya sangat sepi.
Meski belum lama kenal, namun Bobby merasa nyaman saat berada di dekat Suciwati. Sebuah rasa yang belum pernah dirasakannya selama ini. Bisa melihat senyum yang tergambar jelas dari wajah Suciwati, itu sudah merupakan anugerah tersendiri bagi Bobby.
"Hore aku yang menang, berarti malam ini aku kembali dapat traktiran taoge goreng!" Suciwati berteriak girang.
Tak banyak kata terucap, saat Bobby dan Suciwati menikmati sepiring taoge goreng di warung Pak Gebro. Mulut Suciwati tak kunjung berhenti mengunyah, mencoba memenuhi hasrat cacing-cacing dalam perut yang sudah berontak sejak sore. Warung sederhana di salah satu sudut Pasar Anyar Bogor nan selalu dipadati pengunjung, ditambah pedasnya toge goreng yang disantap membuat keringat Suciwati nampak mengalir membasahi pada dahi dan lehernya.
"Kamu sangat manis Chi," gumam Bobby.
Ya meski tanpa sedikitpun polesan make-up, wajah Suciwati bagi Bobby tetaplah ayu. Sebuah kecantikan alami yang terpancar dari dalam dirinya.
"Apa ... Kamu ngomong apa barusan?" tanya Suciwati dengan mulut yang masih terisi penuh.
"Eh tidak, aku tidak ngomong apa-apa kok!" jawab Bobby gugup, sambil mencoba menutupi kebohongannya.
"Ih, kok tidak mau ngaku sih. Orang jelas-jelas kamu barusan bicara kok, cuma aku nya saja yang agak budeg," ujar Suciwati asal sambil mencibirkan bibirnya yang tampak semakin memerah karena pedas.
YOU ARE READING
Siapa Pembunuh Itu?
Gizem / GerilimSuciwati seorang perempuan berumur 31 tahun, pernah menjadi korban pemerkosaan dan nyaris terbunuh seandainya pisau yang masih tertancap di tubuh lemahnya tidak tersangkut di Sungai Ciliwung dan berhasil diselamatkan warga beberapa tahun silam. Sed...