#4

68 15 1
                                    

Aku dan Jeno bersembunyi dibalik mobil tua yang menghalangi jalan menuju gudang BC.

Keadaan diluar sana sudah sedikit kondusif bahkan bodyguard bodyguard itu sudah kembali berdiri didepan pintu gudang BC yang tertutup rapat.

Seketika itu kakiku mulai melemah karena berjongkok bertumpu pada lututku yang mudah sakit.

Brekkkk...
Bip...

Pintu gudang itu terbuka sesaat setelah aku terduduk dan menduduki benda yang diselipkan Jisung tadi kedalam kantungku.

"Mwo?" Mata Jeno terbelalak saat melihat para bodyguard itu tampak bingung karena pintunya terbuka sendiri
"Pintu otomatis?"

"Benda ini" kataku sambil mengeluarkan benda milik Jisung tadi

"Darimana lo dapet ini?" Tanya Jeno sambil mengambil benda itu dariku

"Jisung yang menemukannya. Dia bilang ini milik para pria besar itu"

Jeno tersenyum sengit. Lalu beringsut mundur.

"Ayo"

Kami kemudian menjauh dari gudang itu lalu menuju ke mobil kami yang terparkir disekolah Jisung.

Jeno mengambil tas besar miliknya, mengeluarkan benda benda seperti alat listrik dari dalam tasnya lalu membongkar benda yang ternyata adalah remote pintu gudang BC yang diberikan Jisung.

"Anak nakal itu, gue takjub sama kecerdikannya" gumam Jeno membicarakan Jisung

Beberapa saat kemudian, Jeno mendengus lalu tersenyum.

"Well, its time to fight!" Ucapan Jeno membuatku bingung.

"Sekarang remote ini bisa mengendalikan semuanya termasuk pintu pintu didalam gudang terkutuk itu. Lebih mudah buat kita cari keberadaan Mark dan Jaemin" lanjut Jeno dengan bangganya

"Kan emang kuncinya juga itu. Terus mana yang membanggakan?"

"Babo!" Jeno menonyor keningku

"Gue udah ganti semua signal dalam gudang itu lewat remote ini. Mereka ternyata canggih juga tapi juga bego sih. Soalnya cuma nyetting semua kode pintu dalam 1 remote yang sama. Gue yakin setiap orang yang keluar masuk gudang itu punya remote ini. Dan ini tentunya lebih canggih karena ini milik Lee Jeno" jawab Jeno menyeringai

"Enak aja. Jisung tuh yang nemuin"

"Tapi gue yang bikin ini lebih berguna" Jeno menjulurkan lidahnya.

"Ohiya!" Pekik Jeno
"Remote ini belum berguna kalo gue belum nemuin interkom gudang itu"

Jeno tampak menyenderkan badannya ke badan mobil. Sepertinya dia geram karena tinggal satu langkah lagi dia bisa membabat habis koneksi dalam gudang itu.

Tiba tiba ponselku berdering. Ada sebuah telepon masuk, dari Moon Taeil

"Jian-ah periksa record nomor 1029 di ponsel lo, sekarang!!" Kata Taeil sembari menutup teleponnya

Dengan tergesa gesa aku langsung memeriksa ponselku mencari kiriman record dari pemyadap yang menempel ditubuh Renjun.

"Recordnya udah berjalan"

Jeno mendekatiku, dia tampak penasaran dengan apa yang dibicarakan Renjun dengan Jung Sinha

Gelombang suaranya mulai bergerak. Terdengar suara seorang wanita dan suara anak laki laki yang familiar.

Mataku dan Jeno seketika terbelalak lalu saling menatap satu sama lain.

Badanku terasa bergetar mendengar pembicaraan mereka. Renjun sedang diancam!

Jeno mengumpat dengan sadisnya. Tangannya mengepal kuat kuat dan ekspresinya menghitam

Sebuah pesan masuk

Urgent! Seluruh koneksi monitor rusak.
Sender: Moon Taeil

Dengan langkah panik aku dan Jeno terburu buru menuju tempat aku dan Jeno menguntit tadi. Tampak beberapa pria itu menginjak injak sesuatu dan mematahkan 2 buah drone yang ada ditangannya.

Mungkinkah itu chip kamera dan drone kami?

Aku menelan ludah menatap pemandangan mengerikan ini. Bahkan aku tidak bisa menemukan jalan untuk masuk diam diam menuju gudang itu, kecuali...

Aku melihat sebuah jendela kecil yang tertutup dibagian samping gudang

"Jeno, disana ada jendela kecil" kataku sambil menunjuk pendek kearah jendela

Lalu Jeno mencoba mengendalikan remote yang sudah dia modifikasi tadi dan bippp ... jendelanya pun terbuka

"Gue nggak mungkin muat masuk lewat sana" Jeno menghela nafas pendek

"Gue bisa" jawabku yakin
"Gue bakalan masuk kesana diem diem"

"Temuin interkomnya didalem. Terus pencet kode 127NCT. Itu kode baru remote ini" Aku mengangguk mendengarkan perintah Jeno

"Hati hati" Jeno menepuk lenganku.

Lagi lagi aku menelan ludah. Aku dan Jeno pelan pelan melangkahkan kaki menuju jendela itu sambil Jeno mengambil kotak kayu yang ia bawa sebagai tempat baginya untuk sekedar bersembunyi.

Kami mengintip kedalam gudang melalui Jendela.

Bibirku bergetar, kepalaku terasa dingin saat melihat kedalam.

Jaemin terkulai lemas dengan mulut tertutup plester dan tangan yang terikat. Mereka dengan teganya menyeret tubuh Jaemin masuk ke salah satu Boxroom milik mereka.

Benar kata Jisung. Telah terjadi penganiayaan didalam!

Setelah kondisinya sudah dirasa aman, aku diam diam masuk kedalam gudang lewat jendela. Jeno sudah berkali kali mewantiku untuk berhati hati dan menjaga diri. Demi Mark dan Jaemin aku sanggup melawan ketakutanku..

Aku merangkak menuju Boxroom tempat Jaemin disekap. Ada sebuah fentilasi yang cukup lebar dibagian tengah. Jaemin tengah tertidur diatas ranjang putih dengan posisi mulut terbekap dan badannya terikat.

Aku menutup mulutku agar tidak menimbulkan suara saat tersentak kaget melihat pemandangan ini. Aku sudah menahan air mataku agar tidak keluar tapi sulit karena aku bingung harus bagaimana membawa Jaemin keluar dan mencari mencari Mark kemana...

Seketika itu aku ingat pesan Jeno untuk mencari dimana Interkomnya. Aku berjalan pelan meninggalkan Jaemin yang tergeletak lemas didalam sana.

Aku menyusuri lorong lorong yang secara otomatis terbangun karena Boxroom sialan ini. Beberapa diantaranya kosong dan saat aku tiba di Boxroom paling ujung. Seseorang didalamnya membuatku histeris..

Iya, Mark yang terduduk lemas diatas ranjang dengan wajahnya yang babak belur dan pakaiannya tampak lusuh karena bercak darah dan beberapa bagiannya robek. Dia tertunduk dengan kedua tangan menyangga kepalanya. Anehnya dia sama sekali tidak dibekap dan diikat seperti Jaemin.

Aku menangis didepan ventilasi kecil tempat Mark tersekap. Dengan lirih aku mengeluarkan suaraku yang sedikit menghilang karena panik, marah, bahagia dan sedih bercampur aduk menjadi satu.

"Mark..." nafasku memberat memanggil Mark yang terduduk disana.

Mark menoleh menatapku dengan matanya yang salah satunya terlihat lebam.

Ia mengusap matanya beberapa kali dan melototkan bola matanya ke arahku

"Ini mimpi bukan? Yoon Jian?" Mark berteriak pelan. Mengerahkan nafasnya untuk memanggilku.

Aku hanya bisa menangis melihat situasi ini. Mark mendekat kearahku dengan langkahnya yang tertatih. Benar, wajahnya tampak tersentuh bahagia melihatku.

"Jangan menangis. Jangan... lo udah janji nggak nangis" kata Mark sambil mengulurkan tangannya yang terasa kasar dan bergetar menyentuh wajahku

"Yoon Jian... ini benar Yoon Jian" kedua tangan Mark mengulur keluar Boxroom. Air matanya menetes membasahi wajahnya yang lusuh.

Aku hanya bisa mengangguk. Saking bahagianya aku sampai tidak bisa berkata kata. Hanya melihat Mark saja sudah membuatku merasa sebahagia ini.

Mark, kemana saja kamu?
Aku rindu.. sangat rindu..

CLOSER | end✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang