end~~

55 15 0
                                    

Aku memejamkan mataku kala Jung Sinha menghampiriku dengan langkahnya yang berat menahan kepalanya yang ku pukul dengan batu tadi.

Seketika dia mengayunkan balok kayu yang sedari tadi ia bawa ke arahku.

"Jian-ah andwe!!" Teriak Mark.

Brukkk...

Tubuh Mark ambruk menimpaku.
Tanganku yang reflek melingkar kebadan Mark, tiba tiba terasa basah.

"Darah?" Aku memekik pelan
"Mark....." panggilku

"Babo-ya!" Ucap Mark lirih sambil tersenyum mengangkat pandangannya. Memandangku yang menangis menatapnya.

Aku berusaha duduk membangkitkan tubuh Mark lalu menyandarkannya di pelukanku.

Mark mendengus pelan. Bibirnya bergetar pelan. Darah mengalir ditengah wajahnya

"Mark...." panggilku lagi

Mark mengulurkan tangannya, menyeka airmataku dengan punggung tangannya yang bergetar

"Jangan nangis. Gue gapapa" ucap Mark dengan suara memberat.
"I love you... more than mine..."

Mark akhirnya menyerah. Matanya sudah terpejam sambil tersenyum.

Aku duduk sendirian ditengah kawanan Jung Sinha dan pria pria berbadan besar itu. Aku menangis diantara Mark, Jeno dan Jaemin yang sudah melemah tak sadarkan diri karena penyiksaan ini.

"Apa mau kalian?" Kataku lirih sambil menunduk

"Jawab gue! Apa mau kalian?" Bentakku marah.

Emosiku sudah meluap luap. Bahkan aku tidak bisa mengontrol akal sehatku. Bahkan aku berfikir ingin menghabisi mereka satu persatu dengan tanganku.

Jung Sinha berkali kali menamparku. Menendangku dengan kakinya sampai hidungku mulai berdarah dan terluka.

Ia juga memukulku dengan kepalan tangannya. Aku hanya diam menahan sakit. Fisik dan hatiku sakit. Disisi lain aku hampir mati karena penyiksaan ini dan disisi lain hatiku sakit melihat teman temanku terkulai lemas penuh bercak darah, luka lebam disekujur tubuhnya.

Aku hanya tersenyum saat Jung Sinha membabi buta menghajarku tanpa ampun.

Dipikiranku hanya teringat kata kata Jeno Jaemin dan Mark yang selalu terdengar ceria.

Senyum mereka yang membayangiku. Membuatku ikut tersenyum meski tubuhku rasanya akan hancur.

"Yaaaaaa! Jung Sinha. Oh shit!" Teriak seseorang yang masuk.

Badanku tersungkur lemah saat Sinha menjauhkan kakinya dari tubuhku.

Ia menoleh, kala Renjun masuk kedalam gudang mengumpat padanya.

"Sayang?" Sapa Sinha

"Jian-ah! Hyung!" Kata Renjun seraya menghampirku dan Mark yang sudah tak berdaya

Aku tersenyum melihat kedatangan Renjun. Ia tampak mendorong Sinha minggir dari jalannya.

"Jian-ah" kedua tangan Renjun tampak hangat menyentuh kedua pipiku. Ia menyandarkan kepalaku dipangkuannya.

Baru kali ini, aku melihat seorang Innocent Prince menangis dihadapanku. Aku tersenyum pandanganku sudah tampak kabur.

"Mianhae Jian-ah. Harusnya aku datang lebih cepat" ucap Renjun sambil menyeka bercak darah yang ada diwajahku.

Nafasku terengah engah. Sisa tenagaku hampir terkuras habis.

Seketika itu Renjun meluapkan semua amarahnya.

"Ayo bunuh gue sekalian! Tunggu apa lagi? Gue tau semuanya. Gue nggak akan bungkam!" Teriak Renjun sambil menatap Jung Sinha dengan wajah penuh dendam.

Jung Sinha terdiam. Tiba tiba beberapa orang tampak masuk kedalam gudang ini.

Taeil, Taeyong, Jaehyun dan beberapa polisi dengan senjata lengkap memasuki gudang ini.

Aku tersenyum lega. Akhirnya mereka datang sebelum kawanan Jung Sinha menghabisi Renjun juga.

"Jung Sinha-ssi. Kami dari kepolisian Gangnam memberikan surat penangkapan atas tuduhan penyekapan, penyiksaan dan penyelundupan barang barang ilegal dari Perancis" kata salah satu polisi sambil menunjuka surat penangkapan untuk Jung Sinha dan anak buahnya.

Tampak beberapa pria besar itu mencoba kabur dan akhirnya timah panas ditembakkan ke kakinya.

Taeil, Taeyong dan Jaehyun sontak menghampiriku, Mark, Jeno dan Jaemin yang terkulai lemas dilantai.

Taeil segera membawa Jaemin dengan cepat karena detak jantungnya sudah melemah. Juga Jaehyun yang langsung menggendong Mark keluar dari gudang itu.

Tampak Taeyong masih menepuk nepuk wajah Jeno yang tergeletak dilantai.

"Jeno-yah. Lo kuat. Plis jangan pingsan. Lo harus kuat lo harus tetep terjaga" ucap Taeyong memberat seperti menahan airmata.

Jeno tersenyum, ia masih sadar meskipun tenaganya sudah terkuras habis. Lalu Taeyong memapahnya.

Renjun masih menangis, membopongku dengan kedua tangannya sambil terus terisak berteriak pada petugas ambulance diluar gudang yang sibuk memasang oksigen untuk Jaemin dan Mark.

"Tolong, please. Jian-ah. Jian-ah jangan tidur dulu jangan pingsan. Gue mohon!" Renjun terisak dalam tangisannya.

Aku menatap Renjun dengan sisa penglihatanku yang memburam karena kepalaku yang terluka. Tanganku meraih wajah Renjun, mengusap airmatanya yang terus menetes.

"Syukurlah... Renjun-ah" kataku sebelum ku menutup mata.

...

CLOSER | end✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang