Gwenchana, Jisung-ah

69 17 0
                                    

"Jeno-yah. Kita bakalan hidup dihutan 2 hari 1 malam. Kan ngeri-ngeri sedep tuh kalo ada hantu" kata Jaemin yang tiba tiba memecah suasana yang tadinya hening.

"Apaan sih lo. Geje banget" jawab Jeno tanpa melihat kearah Jaemin yang sedang menggerak gerakan tangannya seperti sedang menakuti nakuti Jeno.

Jisung dan Chenle menatap ke arah kami. Seolah mereka tidak siap melihat kami akan pergi ke hutan hari ini.

"Hyung... noona.." panggil Jisung pelan seperti sedang berbisik. Ia menunduk. Seolah tidak mau kami pergi ke hutan. Entah ada apa dengan anak ini, dia seperti merasakan hawa kekawatiran dalam dirinya.

"Hmmm... kenapa uri maknae?" Jawab Renjun sambil mengelus kepala Jisung. Ia hanya terdiam tapi wajahnya tetap melukiskan ekspresi ketakutannya.
Kami semua memandang ke arah anak itu.

"Kenapa Jisung?" Tanyaku pelan. Ia masih terus berdiam diri.

"Jisung takut dirumah sendirian sama gue. Gitu aja sih dia malu mau ngomong" akhirnya Chenle menjawab.

Jawaban Chenle mengundang tawa kami semua. Tampak Jisung langsung menyembunyikan mukanya dibalik lengan Chenle.

Anak anak ini memang menggemaskan. Tingkahnya seringkali membuatku ingin memiliki seorang adik. Meskipun usia kami hanya berbeda 1-2 tahun, tapi saat aku berada bersama mereka aku bisa merasakan kalau aku punya seorang adik laki laki.

Setelah itu kami berpamitan pada Jisung dan Chenle. Karena Renjun sedikit kawatir pada mereka, dia tadi tampak menelepon seseorang yang dia panggil "hyung" untuk datang menemani Jisung dan Chenle.

Entah siapa yang dia hubungi aku pun masih belum pantas untuk tau.

Kami menuju kampus dengan menaiki taksi online yang sudah dipesan oleh Jeno. Bahkan diantara kami hanya Jeno yang selalu up to date. Gayanya yang mencerminkan seorang anak milenial juga hal apapun yang tampak baru pun dia sudah bisa menyesuaikannya.

Ditengah tengah perjalanan menuju Taesan, entah kenapa aku tiba tiba teringat tentang Kim Chaerin. Fans Taeil yang waktu itu menyebabkan kekacauan yang membuat Taeil dikejar kejar para gadis di Taesan.

Dimana dia sekarang? Apa dia tidak mengenaliku karena aku merubah penampilanku?

"Woii. Jian. Bengong aja" sentak Jaemin yang membuatku terkejut.

"Ada apa?" Sahut Renjun yang tiba tiba menoleh.

Aku hanya menggelengkan kepalaku. Bahkan duduk diantara Jaemin dan Renjun bisa membuatku secanggung ini.

Jeno yang duduk didepan pun bisa fokus dengan ponselnya tanpa menoleh memperhatikanku yang sedari tadi diperhatikan oleh Jaemin.

Lee Jeno, entah ada masalah apa dia sampai memperlakukanku seperti ini? Atau aku yang terlalu memohon dan berharap padanya agar aku selalu diperhatikan?

Tak lama kemudian taksi kami berhenti didepan kampus Taesan. Sudah banyak sekali mahasiswa yang berkumpul disana. Beberapa bus terparkir rapi dipinggir jalan masuk ke kampus.

"Woahhh daebak. Rame banget" kata Jaemin

Kami pun berjalan mencari barisan tempat kelompok kami berkumpul. Benar saja, disana sudah banyak anggota kelompok kami yang sudah datang.

"Anyeong Jian-ah" kata seorang dari mereka.

Satu persatu aku menunduk mengucapkan salam pada anggota kelompokku yang lebih dulu datang.
Dan saat aku menoleh kebelakang, pikiranku selalu mendapatkan kenyataannya.

Ya, Jeno Jaemin dan Renjun sudah dikerubuti para gadis gadis Taesan yang menyodorkan bekal makanannya.

Bibirku mengerucut. Bisa bisanya mereka membiarkanku berjalan sendirian sedangkan mereka sedang asik mendapatkan paket makan siang?

"Dulu Mark, sekarang mereka. Apa nantinya pertemananku dengan mereka akan berakhir seperti aku dan Mark juga?" Gumamku

Tak lama kemudian senior kami sudah memerintahkan untuk berbaris rapi dan masuk menuju bus masing masing. Aku pun berusaha memakai ranselku yang penuh dengan barang bawaan.

"Hati hati" kata Renjun sambil membantuku untuk memakai tasku
"Gomawo" jawabku.
"Berat ya?" Tanya Jaemin yang membuatku tersenyum sengit.
"Jangan harap gue mau bawain tas lo" kata Jeno sambil berjalan melewatiku.
Aku merubah raut wajahku menjadi setengah kesal karena sikap Jeno.

"Emang siapa yang ngarep buat dibawain tasnya!" Teriakku.
Jaemin dan Renjun hanya bengong menatapku yang mungkin saja ini menjadi kali pertama mereka melihatku sedang kesal.

"Galak juga nih cewek" kata Jaemin yang kemudian berlari kabur meninggalkanku dan Renjun.
"Yaaa! Jaemin-ah!!" Teriakku lagi.

Hari ini benar benar darahku sedang naik. Jeno dan Jaemin selalu memancing kekesalanku. Aku melihat kearah Renjun. Ia tertawa dengan suara tawanya yang khas. Matanya yang terlihat cantik saat tertawa
"Mereka cuma godain lo doang" kata Renjun

"Apa masalah Lee Jeno? Kenapa dia selalu mancing-mancing emosi gue" tanyaku yang masih disambut tawa oleh Renjun
"Jeno memang begitu. Dia kurang fasih berekspresi. Jadi ya gitu kelihatannya. Angkuh. Tapi dia nggak pernah sih bertingkah kayak gitu ke cewek. Baru lo doang" jelas Renjun sambil berjalan bersamaku menuju Bus.
"Baru gue doang? Berarti cuma gue dong yang dia benci?" Tanyaku lagi.

Renjun menaikkan bahunya.

"Kalo godain belum tentu benci kan? Bisa aja cari perhatian. Tapi bisa aja loh yaa..." jawab Renjun memanjang

Aku hanya menaikkan pandanganku. Seolah aku tidak mempercayai kata kata Renjun. Jeno tidak pernah menunjukan gelagat dia menyukaiku. Dia selalu saja bertingkah angkuh dan acuh jika ada aku. Berbeda jika dia sedang berada didekat gadis lain. Ekpresinya berubah drastis. Bahkan matanya yang selalu tersenyum pun menampakkan wajah bayinya yang tampan. Bukan wajah dengan aura gelapnya yang selalu muncul didepan wajahku.

Didalam bus menuju hutan, ternyata Jeno sudah duduk berdampingan dengan Jaemin. Ia memejamkan matanya menikmati alunan musik yang mengalir melalui earphone yang dipakainya. Jaemin sedang sibuk bermain game dengan ponselnya.
Renjun menarik tanganku, mengajakku mencari kursi yang kosong didepan. Tapi kami hanya menemukan 2 kursi kosong yang berbeda site. Seketika itu hatiku berdegup kencang saat Renjun meminta salah satu diantara mereka untuk pindah ke site kosong yang ada didepannya.

"Tolong ya.." Renjun tersenyum sungkan pada seorang gadis yang duduk sendirian disana.
"Ahh. Kalian berkencan?" Jawab gadis itu sambil membawa barang bawaannya lalu pindah ke depan.

Rasanya aku ingin menjawab jika dia sedang salah paham. Aku dan Renjun tidak berkencan. Bahkan aku juga tidak meminta untuk duduk berdampingan dengan Renjun.

"Lo apaan sih. Kan nggak enak kalo ngusir orang" kataku.
Renjun hanya tersenyum malu lalu mendorong pelan lenganku agar aku duduk disudut.
"Gue udah minta maaf. Bahkan dia nggak keberatan kok" jawab Renjun
"Ya tapi kan dia duluan yang ada disini tapi kita yang nyuruh dia pindah" lanjutku sambil menggerutu sendirian.

Renjun akhirnya duduk. Memandang kedepan sambil tersenyum. Aku sesekali mencuri pandang ke wajahnya. Dia tenang, wajahnya selalu tersetting agar tampak ramah. Bahkan saat dia tersenyum pun mampu mengubah suasana menjadi lebih sejuk.

Seketika itu, mataku mulai terasa berat. Entah kenapa jika bepergian jauh aku selalu merasakan kantuk yang sangat menggangguku.
Aku berusaha menahannya agar tidak tertidur. Tapi apa boleh buat rasa kantukku lebih kuat dari dugaanku. Dan akhirnya kelopak mataku mendapatkan kemerdekaannya. Mataku tertutup, oleh kantuk yang sebegitu hebatnya menyerangku.

CLOSER | end✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang