Dion pulang ke rumahnya. Namun, tak menemukan siapa-siapa. Dimana anak serta istrinya?
Langkah kakinya begitu lebar menyusuri dapur, ruang tengah lalu naik ke lantai atas menuju kamar sembari tak berhenti memanggil nama Hyura istrinya. Namun, tak ada sahutan pun menemukan orang dimana-mana. Bahkan, Bi Tini pun tidak kelihatan.
Pria paruh baya itu membuka satu-persatu kamar putranya, tak ada siapa-siapa. Di kamar Samuel pun Saga, tak ada penghuninya. Hembusan napas kasar pun terdengar keluar dari bibirnya sampai langkah kakinya beralih ke kamar paling ujung, jarak beberapa langkah dari kamar Saga.
Itu kamar putri bungsunya. Dion pikir, Sherly pasti ada di dalam kamar mengingat anak itu tidak suka keluar kemana-mana dan lebih suka menyendiri di kamar sembari menulis cerita.
Dibukanya kamar Sherly yang tak terkunci, Dion dibuat menahan napas seketika.
Di sana berceceran darah dimana-mana. "SHERLY!" paniknya.
Dion kalut, mencari keberadaan putrinya. Menatap ranjang anak itu yang kotor lalu mengikuti darah yang berceceran itu ke kamar mandi tempat dimana suara keran hidup terdengar. Dion membuka pintu kamar mandi dengan tergesa menemukan putrinya tergeletak tak berdaya dengan baju bersimbah darahnya.
"A-aku ga m-mau hidup la-gi, Pa."
"SHERLY!"
Dion bangun dari tidurnya dengan napas berhembus terburu, ia lalu bangkit sembari mengusap wajahnya kasar. Mimpi itu lagi. Sudah seminggu, ia tiga kali memimpikan hal yang sama.
"Kamu dari semalem demam, Mas. Hari ini jangan ke kantor dulu," kata Hyura berjalan sembari membawa nampan berisi minuman.
Dion mengangguk sembari mengulurkan tangan untuk meneguk minuman dalam gelas. Ditatapnya Hyura yang duduk di tepi ranjang. "Sam pulang?"
Hyura menggeleng dengan air muka yang langsung berubah.
"Saga gak marah lagi sama kamu?" tanya Dion, Hyura menghela napas dengan kepala mengangguk.
"S-sherly?" tanya Dion.
Hyura menatap suaminya. "Ah anak itu. Sudah seminggu ngabisin uang sampe jutaan. Aku gak ingin terlalu manjain dia tapi setiap aku mau marah, aku selalu gak tega."
Dion tersenyum kecil, ia memilih tak terlalu memikirkan mimpi yang hanya menjadi bunga tidurnya itu.
"Jangan terlalu manjain dia, Hyura. Nanti dia gak bisa mandiri," pesan Dion yang diangguki setuju oleh Hyura.
*
Masih berada di dalam kelas dengan rambut yang serasa akan tercabut dari kepalanya akibat jambakan keras Zemira yang tak kunjung lepas.
Sherly hanya bisa meringis menahan sakit. Menahan mati-matian air supaya tak jatuh dari pelupuk matanya. Percuma ia melawan karena keadilan tak diperuntukkan dirinya di tempat ini.
Melapor hanya akan membuatnya berada dalam masalah, Ayahnya Zemira akan melakukan segala cara dengan kuasanya untuk melindungi Zemira dan ia justru akan semakin kalah dari Elina.
"Zem! Zem!" Sekar datang sembari menarik lembut tangan Zemira terlepas dari rambut Sherly.
"Kita urusin nih anak 'aneh' ini nanti," kata Sekar tersenyum mengejek ke arah Sherly yang menunduk dengan wajah memerahnya.
Sekar menarik tangan Elina yang menghembuskan napas lega. Zemira justru menatap dengan kening mengerut ketiga temannya.
"Hari ini hari besar buat Elin," seru Dania datang.
![](https://img.wattpad.com/cover/200035716-288-k491889.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
TITIK TERENDAH
Teen FictionAku menangis, Kalian tertawa. Aku kesakitan, Kalian masih tetap tertawa. Apa jika aku mati, kalian masih tetap akan mentertawakanku? _____________ Semua orang pasti pernah mengalami TITIK TERENDAH dalam hidupnya. Jika 'belum' maka 'akan'. Note: sta...