18. Peringatan

54.2K 9.2K 1.5K
                                    

Dania menarik Sekar memasuki kelas. Mereka duduk di bangku belakang Zemira yang fokus pada layar ponselnya. Elina sendiri sedang berkutat dengan buku biologi di tangannya.

Gadis itu kemudian menatap ke arah pojok kelas dimana Sherly tengah mendengarkan musik melalui headset-nya sembari menatap kosong ke luar jendela kelas. Setiap di kelas, hanya itu yang dikerjakan gadis itu sebelum guru datang mengajar. Membosankan bukan?

Namun, apalagi. Seorangpun tak ada yang mau menjadi temannya, selain karena rumor Sherly yang dikira pembunuh kucing, mereka yang tak mau berteman dengan Sherly juga takut diganggu Zemira.

Zemira sering mengatakan kalau Sherly itu dia ibaratkan sebagai bangkai. Sekali ada yang mendekatinya, bau busuknya akan menular. Parah 'kan?

"Guys, Miss Titik absen hari ini, itu berarti kita jamkos," seru Ramdan si ketua kelas di ambang pintu. Mendadak seluruh penghuni kelas bersorak senang kecuali Sherly yang meremat kertasnya kuat hingga mengusut.

Dania tebak, gadis itu pasti sekarang sedang ketakutan. Ia berhitung sampai tiga dan di hitungan kedua, terbukti satu tong sampah beserta isinya sudah terlempar ke arah Sherly. Gadis itu tak menangis. Raut wajahnya datar.

Dania meneguk ludah kasar melihatnya saat anak-anak kelas berkumpul untuk menertawakan Sherly yang menunduk, berupaya keras terlihat tak peduli. Namun, terlihat jelas matanya nampak berkaca-kaca. Bayangan Dania yang berada di posisi itu menampar batin Dania telak.

Namun, Dania segera menggelengkan kepala. Anak kaya dan manja yang diperlakukan bak putri raja di rumahnya seperti Sherly tak pantas dikasihani, pikirnya. Seharusnya Dania yang mengasihani dirinya sendiri, untuk belanja di kantin saja Ibunya kepayahan mencari pinjaman.

*

Sherly mematut diri di depan cermin kemudian mengulas senyum kecil. Ia lega, seragamnya bisa dibersihkan meski sedikit basah tetapi setidaknya Sherly akan kembali bisa belajar dengan nyaman. Sebelum keluar kamar mandi, ia terlebih dahulu menyemprotkan sebuah parfum di tubuhnya.

Setelah semuanya selesai, Sherly membuka ponselnya. Ada banyak notifikasi masuk dari aplikasi Wattpad. Itu sudah jelas karena ia baru saja mengepost chapter baru dari ceritanya. Sherly mengulas senyum kecil melihat puluhan spam komentar dari akun Im.Zem, pembacanya yang satu itu sangat antusias.

Sherly tak bisa membalas satu persatu komen pembacanya tetapi saat ia membaca semua komentar pembaca, semangatnya membara untuk melanjutkan tulisannya.

Ini adalah jembatannya, Sherly berharap melalui tulisan tidak seberapanya, ia bisa menginspirasi banyak orang yang mengalami masalah yang sama dengannya. Dikucilkan dan di-bully. Ia berharap suatu hari, ia dikenal karena tulisannya dan itu bisa membuat dirinya mendapat 'secuil' pengakuan dari keluarganya.

Saat Sherly berjalan dengan mata fokus pada ponsel, seseorang berlari menabrak tubuhnya keras.

"Kalau jalan tuh pakek mata!" bentak orang itu. Sherly memilih mengabaikan. Namun, orang itu malah menjambaknya saat ia akan mengambil ponselnya yang terjatuh.

Sherly meringis kesakitan karena rambutnya seperti akan tercabut paksa dari kulit kepalanya.

"Bersihin sepatu gue!" pinta anak laki-laki yang sekarang menjambaknya itu.

"Sampah! Gue bilang, bersihin sepatu gue!" bentak laki-laki dengan nametag Agam Adhiwiya itu.

Sherly mencoba melepaskan tangan Agam dari rambutnya dengan susah payah menahan air matanya. "L-lepas."

Hingga saat Agam lengah dan ia berhasil terlepas dari cengkraman laki-laki itu, Sherly menggigit kuat tangan Agam membuat empunya berteriak kesakitan.

TITIK TERENDAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang