35. Rasa sakit terbesar seorang Kakak

52.1K 7.1K 1.1K
                                    

Tubuh kecilnya diseret paksa. Anak laki-laki itu hanya bisa pasrah saat Ibunya membawanya ke depan rumah lalu diikat di tiang.

"Kamu renungin semua kesalahan kamu di sini. Gak ada makanan sampe nanti malam. Gucci kesayangan Mama kamu pecahin, kamu pikir belinya gak pakek uang?"

Setelah mengatakan itu, wanita paruh baya yang memakai pakaian mewah membuatnya terlihat anggun itu berlalu dari sana dengan amarahnya meninggalkan anak laki-laki yang berusaha melepaskan ikatan di tangan dan kakinya. Namun, percuma. Perutnya terus berbunyi karena belum terisi. Bagaimana bisa ia menahan lapar dari pagi sampai malam?

"Kak Saga dihukum lagi? Nakal sih." Gadis kecil memakai bando kelinci mendekat sembari memeluk boneka panda kesayangannya erat.

Saga hanya berdecak mendengar cibiran sang adik. Namun, ia terkejut saat gadis kecil itu tiba-tiba meletakkan boneka itu di pangkuannya dan berlari keluar masuk rumah hanya untuk meletakkan semua makanan yang berada dalam kulkas di depannya.

"Hati-hati tangannya," peringat Saga saat melihat tangan kecil adiknya mengupas apel kemudian menyuapinya.

"Kakak mau apalagi?" tanya Sherly mengerjap polos. Saga melihat deretan makanan di depannya yang masih tersisa sedikit kemudian tersenyum lebar dan menggelengkan kepala.

"Kak Saga jangan takut, ya. Aku sama pinky akan nemenin Kakak sampe Mama gak marah lagi," kata gadis itu sembari memainkan bonekanya di balas Saga dengan wajah laki-laki itu yang mendekat membuat Sherly kecil tertawa kemudian dengan cepat menangkap maksud Kakaknya. Ia bergerak mencium pipi kanan dan kiri Sang Kakak.

Sementara Samuel dari kecil sudah dididik keras. Masa kecilnya sibuk dengan yang namanya belajar, belajar dan belajar. Saga sering kali mencibir kalau hidup Kakaknya itu membosankan padahal Samuel seperti itu hanya supaya bisa menjadi contoh yang baik untuknya dan Sherly.

Samuel dan Saga itu sangat berbeda. Samuel berusaha keras supaya ia tak punya celah dan terlihat sempurna di mata orang tua mereka dan Saga malah kebalikannya, ia selalu berusaha memancing emosi orang tua mereka dengan kenakalannya.

Meskipun begitu, Sherly lebih dekat dengan Saga. Apalagi, Saga bukan Samuel yang lebih mementingkan gengsi contohnya saat memuji.

Saga suka memuji Sherly yang menyukai pujian dan Samuel malah sering kali mencaci adiknya.

"Kak kata Mama, mencuri itu dosa terus nanti kita makan uang haram dong." Berdiri di depan kamar Samuel dengan empunya kamar yang tengah sibuk mengarungi mimpi, Sherly menatap Saga polos.

Saga yang saat itu berusia dua belas tahun menunjuk ke arah jaket yang dikenakan Samuel. "Lihat, uang Kak Sam melambai di balik kantong untuk kita."

Sherly ikut melihat ke arah uang berwarna pink yang mengintip di balik kantong Samuel yang tengah terlelap.

Saga memegang kedua bahu adiknya, memaksa anak itu menatap matanya. "Memakan hak orang lain emang haram adikku sayang tapi mencuri uang Kakak sendiri itu bisa dipertimbangkan. Kita bisa dapet pahala."

Sherly mengerjap polos. "Mencuri dapet pahala?"

"Enggak," jawab Saga. "Mencuri tetep dosa tapi jujur dapet pahala."

Sherly menatap Kakaknya lekat-lekat, ia sama sekali tak mengerti.

"Kita mencuri terus nanti kalau uangnya udah habis nah kita jujur sama Kak Sam kalau uangnya udah habis sama kita sambil minta maaf pasti dimaafin," jelas Saga membuat mata Sherly berbinar. Kemudian gadis itu segera masuk ke kamar Kakak pertamanya, baru sampai ambang pintu ia menoleh ke arah Saga.

"Kalau ketahuan?" tanya gadis kecil itu membuat Saga mengulum senyum. "Pura-pura pingsan."

*

Sherly kecil bersenandung riang sembari memeluk leher Saga, saat mereka sampai di ambang pintu gadis itu berseru antusias. "Sosis bakarnya enak, Kak."

TITIK TERENDAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang