39. Trauma

57.3K 6.5K 1.5K
                                    

Sekitar seminggu tak bisa tidur tenang dimana jantungnya seperti akan berhenti berdetak melihat keadaan adiknya menurun. Sekarang, Samuel bisa menghembuskan napas lega melihat mata indah itu sudah bisa menatapnya meskipun... begitu lemah.

Ia meraih tangan Sherly untuk ia tempelkan di pipinya. "Puas bikin gue deg-degan setiap detik huh?"

Sherly tak menjawab dan hanya terus menatap Kakaknya dengan mata sayu. Samuel membantu melepaskan masker oksigen yang menutupi sebagian wajah Sherly.

"Ka-kak." Suaranya nyaris seperti berbisik membuat Samuel mendekatkan wajahnya.

Air mata perlahan turun membasahi pipi pucat Sherly membuat Samuel menghapusnya tergesa.

"Ka-kak," lirihnya. Samuel menatap teduh, gadis itu terlihat kesulitan untuk berbicara.

"Ka-kak, a-aku takut." Sherly tak sedikitpun mengalihkan pandangan dari sang Kakak meskipun wajah Samuel tak terlihat jelas di penglihatannya yang mengabur. "A-aku takut Kak Sam ke-napa-napa."

Samuel mengusap air mata yang entah sejak kapan turun membasahi pipinya. Dia tersenyum, pahit mengetahui bahwa di keadaan adiknya yang nyaris meregang nyawa masih memikirkan tentang keselamatannya.

"Gue di sini," jawab Samuel menatap dalam-dalam sang adik. Ia menjulurkan tangan mengusap kepala adiknya lembut berupaya memberikan ketenangan seorang Kakak.

Sherly memejamkan mata berusaha menetralisis rasa sakit di kepala. Ia kemudian kembali menatap Samuel sendu. "Ja-ngan ter-luka lagi."

Maka, dengan susah payah menahan air matanya untuk kembali jatuh Samuel mengangguk beberapa kali. "Gue janji."

"Lo juga janji sama gue buat sembuh," lanjut Samuel memalingkan wajah saat gagal menahan air matanya. Ia mengusapnya tergesa kemudian kembali menatap sang adik. "Lo harus janji buat jadi adik yang kuat."

Sherly tersenyum tipis di bibirnya yang pucat membuat Samuel ikut tersenyum. Tak lama, Hyura datang masuk ke kamar dan menangis sembari memeluk tubuh putrinya.

Samuel terkejut bukan karena kedatangan Ibunya melainkan tangan sang adik yang tiba-tiba langsung gemetar hebat di genggamannya.

Laki-laki itu menatap Sherly yang sudah banjir air mata dan sedikitpun tak berani menatap ibu mereka yang memeluk tubuh lemahnya.

"Sherly...," panggil Samuel lirih.

"Ma-ma marah," isak gadis itu membuat tubuh Hyura menegang.

Sherly hanya terus menatap ke arah Samuel. "Ma-ma a-akan marah."

"Ma-ma selalu ma-rah kalau aku sakit, Kak." Sherly berusaha keras menjauhkan tubuh Hyura darinya membuat Hyura tak kuasa, wanita itu menggelengkan kepala kuat-kuat.

"Enggak Sayang," isak Hyura mencium seluruh wajah sang anak yang semakin menangis.

"Ma, udah." Samuel menarik tangan Hyura menjauhi Sherly tetapi wanita itu menolak, terus ingin mendekati putrinya.

"Dia baru sadar, Ma." Samuel terus berusaha menjauhkan Ibunya.

Sherly memejamkan mata dengan air mata terus mengalir membasahi pipinya.

"Sherly?" Saga datang dan menghampiri adiknya. Menatap bingung ke arah sang adik yang meremat kuat selimut yang dikenakannya dengan mata terpejam dan air mata bercucuran.

"Saga panggil dokter," titah Samuel. Namun, Saga tak menghiraukan dan malah memanggil-manggil nama sang adik.

"Me-reka mau hu-kum aku." Sherly terus bergumam. "A-aku gak pernah bully siapapun tapi Mama dan Papa gak percaya."

TITIK TERENDAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang