3. A New Guy and A Coloring Book

49.7K 7.4K 298
                                    

Akhirnya weekend

Semoga suka

Enjoy
*
*
*

Sekar

Sambil menunggu pergantian kelas, aku memeriksa tugas mahasiswa di ruang dosen. Ada yang tulisannya bagus banget, ada yang saking bagusnya mataku sampai siwer.

Terkadang aku masih tidak percaya aku bisa berada di titik ini. Rasanya masih seperti mimpi. Ternyata memang jika tekad dan usaha kita sejalan, Insha Allah apa yang kita cita-citakan bisa tercapai.

Walaupun lelah, aku sangat menikmati kehidupan baruku ini. Kata Ibu, aku harus sering bersyukur. Banyak orang di luar sana yang ingin berada di posisiku saat ini.

Ibu.

Aku jadi teringat dengan percakapan kami seminggu yang lalu.

Setelah bertanya kabar dan bercerita tentang kegiatanku seharian penuh, Ibu akhirnya bertanya apakah aku sedang dekat dengan seseorang atau tidak. Aku memilih menjawab jujur.

Ternyata kejujuranku berujung pada rencana Ibu dengan mengenalkanku pada salah satu anak temannya yang kini bekerja di Jakarta. Sabtu ini aku akan bertemu dengan pria tersebut.

I don't hope too much. Aku mengiyakan permintaan Ibu karena Ibu terus-menerus menanyakan soal itu. Bahkan tadi pagi Ibu menyuruhku membeli dress baru supaya pria tersebut terkesan dengan penampilanku.

Even my mother realizes how plain her daughter is.

"Pagi, Sekar," Kak Renata-istri Pak Kahfi-menyapaku.

"Pagi, Kak," balasku sambil tersenyum dan menganggukkan kepala satu kali.

Berbeda dengan Pak Kahfi yang sudah mempunyai ruangan sendiri, Kak Renata masih berbagi ruangan dosen dengan aku dan beberapa dosen lainnya.

She's like a goddess, dalam bentuk yang modern dan sophisticated dengan segala hal yang melekat pada dirinya from head to toe. Sangat cocok bersanding dengan pria se-wow Pak Kahfi.

Kak Renata memang berwajah sedikit jutek. Tapi sebenarnya dia baik. Buktinya dia mau memaafkan kesalahanku beberapa tahun lalu dan tidak pernah satu kali pun mengungkitnya lagi.

"Kamu nggak ikut conference yang di Jogja?" tanya Kak Renata.

"Ikut. Aku masukin paper juga di sana," jawabku. "Kakak ikut?"

"I wish I could. Tapi aku mesti temani mahasiswa yang ikut bridge competition di KL," jawabnya lagi. Kemudian dia menyerahkan sebuah undangan padaku.

Syifa's 3rd birthday.

"Emang Syifa mau ulang tahunnya dirayain begini, Kak?" tanyaku sambil tersenyum geli.

Beberapa bulan lalu, kami para dosen menjenguk Syifa-putri kecil mereka-yang masuk rumah sakit karena DBD. Syifa cantik sekali. Perpaduan ibu bapaknya banget. Pak Kahfi bercerita pada kami kalau Syifa tidak terlalu suka keramaian dan lebih suka berteman dengan orang yang lebih tua daripada dia.

"Honestly, no. Tapi papanya yang maksa. Supaya Syifa-nya nggak ansos banget," jawab Kak Renata. "Kamu dateng, ya. Acaranya santai aja kok. Aku ngundang Rio juga."

"Rame banget, dong."

"The merrier the better. Again, prinsip Kahfi."

Dari segi sikap, Syifa memang sepertinya lebih mirip dengan Kak Renata daripada Pak Kahfi yang terlihat lebih cheerful.

"Insha Allah aku dateng," kumasukkan kartu undangan tersebut ke dalam tas.

A Healing PillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang