5. The Reason Behind Everything

45K 7.2K 364
                                    

Good morning everyone
Bisa jadi teman baca di jalan menuju kantor/sekolah/kampus :)

Enjoy
*
*
*
Sekar

From : Jenaro
Ayam kremesnya udah nyampe, kan?

To : Jenaro
Udah. Makasih ya, Je. Wangi bgt nih ayamnya :)

From : Jenaro
Itu emg ayam kremes paling enak se-SCBD 😂

To : Jenaro
Ngawur. Okedeh. Aku makan, ya. Sekali lagi makasih. Kamu jg harus makan siang.

From : Jenaro
Siap, Bu Dosen.
See you tonight. Jgn di-cancel. Aku udah book 2 tiket.

Kepalaku menegak saat mendengar suara batuk dari Bu Anita yang duduk di sebelahku.

Senyum jailnya muncul. "Kamu lagi dekat sama cowok ya?"

"Anaknya teman ibu saya, Bu," jawabku sambil mengelap sendok dengan tisu. "Saya makan ya, Bu. Ibu udah makan siang?"

"Udah tadi bareng Renata," jawabnya. "Dia kerja di mana, Sekar?"

"KAP di SCBD, Bu. Auditor."

Bu Anita mengangguk. "Ya. Semoga hubungan kamu lancar. Saya doakan yang terbaik. Walaupun sebenernya saya agak sedih, sih."

Ayamnya beneran enak. Ternyata lidah Jenaro pintar mencicipi makanan.

"Kenapa sedih?"

"Saya kan penginnya kamu sama Pak Bima. Kamu kenapa nggak mau sama Pak Bima, Sekar? Karena dia duda?"

Aku tersenyum tipis. "Ibu ada-ada aja. Bukan masalah statusnya. Ya, gimana ya, Bu. Pak Bima juga nggak mungkin tertarik sama saya."

"Kalau dia tertarik berarti kamu mau?"

Kepalaku langsung menggeleng. Bu Anita ada-ada saja. "Bukan gitu juga."

"Ya abis kamu ngomongnya gitu." Sambil membuka compact powder dan merapikan bedaknya, Bu Anita berkata, "kamu jangan suka merendah gitu. Kamu ini cantik tau."

"Makasih, Bu."

"Ini saya serius, Sekar. Kamu cantik, pinter, sopan. Kamu juga domestik banget. Kamu nggak perlu pake skincare berlebih karena wajah kamu udah mulus. Kenapa kamu suka merendah banget sih?"

Aku terdiam.

Bu Anita menatapku intens. "Saya nggak suka kamu insecure seperti ini. Kalau saya punya anak cowok yang seumuran kamu, saya pasti seneng banget punya menantu kayak kamu."

Ayam yang awalnya enak jadi sedikit hambar. Perkataan Bu Anita ngena banget ke hatiku.

"Jangan pernah merasa kamu nggak pantas buat laki-laki tertentu. Termasuk Pak Bima. Kamu kira nggak mungkin dia suka sama kamu? Karena apa? Karena dia keliatan kaya?"

Kepalaku mengangguk pelan.

Bu Anita berdecak sebal. Pandangannya yang semula tajam kini melunak. "Jangan suka menilai orang sedangkal itu, Sekar. Kamu sudah sekolah ke Eropa sana. Mestinya pemikiran kamu lebih terbuka."

"Maaf, Bu."

"Lah, kenapa kamu jadi minta maaf?" Bu Anita menepuk keningnya. "Ini yang gendeng saya atau kamu sih. Gusti. Tolong kasih hamba-Mu yang cantik ini pencerahan. Kasian dia."

Aku tersenyum geli. Bu Anita ekspresif banget.

"Jangan pernah mikir kayak gitu ya, Sekar. You deserve the best man for your partner in life. Entah dia kaya dari lahir atau seseorang yang berjuang dari nol untuk berada di titik yang dia mau."

A Healing PillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang