16. Hesitation and Consideration

39.9K 7.3K 374
                                    

Gimana Jumat kalian? Fun, B aja, atau frustrating?

Semoga chapter ini bisa menghibur kalian semua

Enjoy
*
*
*

Bima

Berita kedekatanku dengan Sekar sudah tercium semerbak di kalangan keluarga besar. Siapa lagi reporter-nya kalau bukan si Mbak tercinta.

So far, Mama mendukung hubunganku. Katanya Sekar anak yang baik dan sederhana. Cocok untukku dan keluarga.

Sepertinya Deryl juga nyaman dengan Sekar. Ini yang paling penting. Seklik apa pun aku dengan satu wanita, jika dia tidak cocok dengan Deryl, aku memilih mundur.

Mama memintaku untuk membawa Sekar ke rumah. Papa juga ingin ketemu. Beliau penasaran gadis seperti apa yang membuatku akhirnya membuka hati lagi.

"Udah lama nunggu?" tanyanya begitu masuk ke dalam mobil.

Aku menjemputnya di kampus pukul sembilan malam. Dia lembur.

"Nggak kok," aku mengusap-usap rambutnya. "Capek ya?"

Matanya sayu. Rambutnya sudah diikat asal-asalan. Air mukanya lesu.

"Banget. Bakal begini terus sampai seminggu ke depan," jawabnya agak manja.

Aku tersenyum. Sekar mulai menunjukkan sisi manjanya yang selama ini dia tahan entah untuk apa.

"Mas emang nggak capek? Tadi ngajar di Salemba juga, kan?"

Selain mengajar kelas reguler, aku juga mengajar kelas khusus di Salemba untuk program magister.

Aku mulai melajukan mobil meninggalkan pelataran parkir kampus Sekar.

"Cuma sampai jam tujuh. Satu matkul doang kok. Udah makan malam?"

"Udah. Mas belum, ya?"

"Rencananya sama kamu."

"Maaf, Mas. Tapi aku capek banget. Mungkin karena lagi datang bulan juga. Pengin langsung pulang. Ehm...nggak pa-pa, kan?"

Aku tersenyum. "Nggak pa-pa, Sayang. Entar kalau capek banget nanti kamu Mas gendong aja sampai ke apartemen."

Sekar memukul tanganku pelan. "Mas Bimaaa."

Aku terkekeh. "Sekarang udah berani pukul-pukul, ya."

"Eh, maaf, Mas. Aku nggak sengaja. Abis Mas Bima jail banget. Sakit ya?" tanyanya khawatir.

"Nggak kok. Seneng aja ngerjain kamu."

"Terus Mas mau makan malam di mana?"

"Di rumah aja," aku berdeham sejenak. "Kamu...Sabtu ini nggak sibuk, kan?"

"Nggak sih. Tapi pengin istirahat di apartemen aja. Emang kenapa?"

"Mama sama Papa pengin ketemu kamu."

Hening beberapa detik. Aku melirik Sekar. Dia menggulung-gulung ujung dress selututnya.

"Cuma pengin ketemu kamu kok."

"Secepat ini?"

"Emang mau kapan lagi, Sayang? Kamu juga udah pernah ketemu Mama. Mereka berdua nggak makan orang kok."

"Mas Bimaaa,"

Aku menyengir. "Mau ya? Minggu deh supaya kamu bisa istirahat total pas Sabtu."

"Oke."

"Good. Thank you," aku mengusap-usap lagi rambutnya. Enak soalnya. Lembut.

"Aku mesti bawa apa ke sana ya, Mas?" tanyanya.

A Healing PillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang