19. Can't Cross The Limit

38.3K 7.4K 574
                                    

Malam semua
Makasih buat yang nungguin
Semoga suka dengan chapter ini

Enjoy
*
*
*

Sekar

Mataku sekarang mungkin sudah bengkak. Bukan mungkin lagi. Pasti bengkak.

Aku menangis semalaman. Saat di ballroom hotel, di taksi, dan di apartemen hingga aku tertidur.

I can't take this anymore. Tatapan merendahkan, kaget dan tak percaya yang diberikan oleh beberapa orang begitu mengetahui fakta bahwa aku adalah pacar Mas Bima.

Kadek dan adik Bara yang bernama Gendis bersikap baik padaku. Namun tidak dengan beberapa sepupu Mas Bima yang lain.

"Jadi lo dari Banyuwangi. Kenal Mas Bima dari mana?"

"Saya...saya pernah mengikuti diskusi terbuka di UI. Kebetulan Mas Bima salah satu pembicaranya."

Salah satu dari mereka memandangku dari atas sampai bawah, lalu memandang wajahku. "Girl, you need to learn how to look presentable."

Gendis menegurnya. "Tolong pakai Bahasa Indonesia yang baik, benar, dan sopan."

Apa aku setidak presentable itu? Mungkin karena gaun yang kukenakan cuma Zara yang bahkan sudah didiskon hingga puluhan persen sementara kebaya mereka mungkin harganya jutaan hingga puluhan juta.

Padahal bagiku dress ini sudah cukup merogoh kocek. Ternyata aku salah.

Oh. Atau karena make up-ku yang terlalu minimalis dan cuma drugstore? Aku membelinya di Guardian sementara mereka belanja make up di Sephora.

"Gue kan cuma ngasih saran, Mbak," sepupu Mas Bima yang aku nggak tahu namanya membela diri. "Buat kebaikan dia juga. Kan katanya Mas Bima dan dia punya hubungan yang serius. Biar dianya juga pede gitu ada di keluarga kita."

"Apaan sih lo. Sotoy banget jadi orang," sambung Gendis lagi.

"Orang tua kamu kerja apa, Sekar?" tanya yang lain.

"Bapak saya pensiunan PNS, Mbak. Ibu saya ibu rumah tangga."

"Oh. Ya ya ya."

Apa maksud dari respon itu?

"Sekar, kamu lapar nggak? Aku lapar banget nih. Temani aku makan yuk," ajak Kadek.

Aku mengangguk. Tetapi sepupu-sepupu yang lain tetap mengikuti kami.

Saat antre untuk mengambil makanan, salah satu dari mereka berbisik, "lo hebat bisa bikin Mas Bima move on. Secara mantannya dulu mantan model. Temen gue yang cantik banget aja nggak bisa narik perhatian Mas Bima."

Itu artinya aku nggak cukup cantik, kan? Ya kan?

"Tapi gue saranin lo nggak usah minder. Santai aja. Mas Bima emang kaya banget sih. Tapi kan lo udah bikin dia bertekuk lutut."

Itu artinya gap ekonomiku dan Mas Bima terlalu jauh sampai perlu diingatkan untuk nggak minder, kan? Ya kan?

Tanganku sedikit bergetar saat meletakkan ayam ke atas piring. Tapi aku masih berusaha untuk kuat. Ini risiko yang harus kutanggung. Aku yang dari awal setuju dengan hubungan ini.

"Hubungan kamu dan Deryl baik kan, Sekar?" tanya Kadek lembut.

"Alhamdulillah," aku mencoba tersenyum.

Kadek menepuk punggung tanganku. "You'll be a good mother for him. Kamu juga cocok sama Mas Bima. Jangan dengerin omongan orang, ya."

Bara benar-benar beruntung punya istri sebaik Kadek. Sudah cantik, baik, dari keluarga kaya-kan teman akrab Kak Renata-supportive pula.

A Healing PillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang