18. Enough Is Enough

43.3K 7.4K 618
                                    

They are back!!!
Semoga suka

Enjoy
*
*
*

Bima

Astaga. Sama sekali tidak pernah terlintas di kepalaku tentang kemungkinan Sekar pernah punya perasaan lebih pada Kahfi.

Kahfi, man. Si pria charming jaman aku di Inggris yang banyak bikin baper cewek-cewek baik Indonesia maupun luar negeri tanpa dia sadari.

Sampai membuat Sekar segalau itu dan susah move on. Berarti perasaan Sekar ke Kahfi dulunya dalem banget.

Aku memandang Kahfi dan Renata yang kini sedang ngobrol dengan teman-teman semasa kuliah di Inggris. Kami memang sedang reuni. Aku mengajak Sekar namun dia menolak karena harus ke Bandung mengikuti seminar.

Memang tidak bisa dipungkiri kalau Renata ini benar-benar cantik. Bahkan lebih cantik dari Clara yang memang seorang model.

Cantik. Tubuh tinggi langsing. Pintar. Anak orang kaya dan penting juga di dunia konstruksi. Cuma emang kalau lagi nggak ngomong wajahnya jutek banget.

Selera Kahfi dari dulu emang nggak berubah. Dulu seingatku di awal kuliah dia sempat punya pacar yang mirip-mirip Renata gini penampilan fisik dan latar belakangnya.

Logically, kupikir wajar Sekar sempat insecure. Walaupun bagiku Sekar nggak kalah menarik. She's captivating in her own way. Buktinya aku terpesona.

Aku kemudian memandangi Syifa-putri Kahfi dan Renata-yang kini sedang bermain dengan Deryl dan anak-anak temanku yang lain. Anaknya nggak sebanyak omong Deryl dan anak-anak lain.

Syifa juga cantik banget lagi. Tinggi banget juga kayak bapak ibu nya. Luar biasa memang keluarga mereka.

"Lo kok melamun aja?" Kahfi menepuk bahuku.

Aku tersenyum. "Ngeliatin anak lo. Cantik banget."

"Siapa dulu dong bapak ibu nya," Kahfi tersenyum bangga. "Tapi Deryl cakep juga kok. Supel banget lagi."

"Mirip si Bara, kan?" tambahku.

Kahfi mengangguk. "Banget. Pas di ulang tahun Syifa kemarin juga Deryl nempel mulu sama Bara. Bukan putra yang tertukar, kan?"

"Enak aja lo," aku meneguk jus semangkaku, lalu berkata, "kayaknya anak gue kalo ditempatin di remote area bisa bikin pemerintahan sendiri."

Kahfi tertawa. "Sama Sekar gimana? Deryl nempel juga nggak?"

"Banget. Basically Deryl sama siapa aja nempel."

Bahkan sama suami Clara yang sekarang pun Deryl akrab. Aku sampai heran. Tapi aku memilih mengambil sisi positifnya. It means my son is a good kid.

"So...lo sama Sekar...kayaknya udah dapet lampu ijo nih," Kahfi mengatakannya dengan senyum mengejek.

"Ya gitu deh. Doain aja," jawabku.

Dibilang lampu hijau juga masih hijau muda, soalnya Sekar belum ngasih kabar soal approve hubungan kami dari bapak-ibunya.

Sepertinya sudah terlalu lama. Dia nggak sedang menyembunyikan sesuatu dariku, kan?

"Lo bantu-bantu lah si Sekar. Kasih saran-saran cara beradaptasi di lingkungan kampus," ucap Kahfi kemudian. "Dia masih suka kagok tuh. Performance mahasiswanya yang jelek eh dia yang sedih. Mahasiswanya yang mau ikut kompetisi dia yang sibuk."

"Anaknya emang suka overthinking, Kaf," sahutku. "Kayak yang takut mengecewakan orang gitu. Fragile juga."

"Dari jaman jadi mahasiwa emang gitu. Makanya gue sering ajak dia sharing. Awalnya diem aja tapi lama-lama dia mulai ngasih tahu keluhannya apa-apa aja."

A Healing PillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang