9. Save It For The Next Date

40K 7.5K 680
                                    

How's your Wednesday, bebs?
Semoga blessed and awesome selalu.

Enjoy
*
*
*

Sekar

Kapan terakhir kali aku bingung mau mengenakan baju apa untuk keluar rumah? Kok rasanya sudah lama sekali.

Aku ingat! Saat pernikahan Pak Kahfi dan Kak Renata! Waktu itu aku bingung pakaian jenis apa yang pantas kukenakan untuk menghadiri sebuah resepsi pernikahan mewah yang tentu saja dihadiri oleh orang-orang kelas atas.

Syukurnya waktu itu ada Rio yang menyemangatiku. Dia paham akan kekalutanku dan mengatakan aku cantik dengan dress krem brokat yang melekat di tubuhku.

To be honest, aku sampai pergi ke mall untuk membeli dress tersebut. Aku memang separah itu dulu. Atau...sampai sekarang?

Tapi kan kali ini cuma ke toko komputer. Laptopnya juga sudah aku pesan dan bayar. Tinggal diambil saja.

What's wrong with me? Apa karena selama ini, selain Rio, belum pernah ada yang mendekatiku seburu-buru ini?

Bel apartemenku berbunyi. Siapa yang datang ke apartemenku di Sabtu hampir siang ini? Gimana dia bisa masuk?

Aku membuka pintu, lalu tubuhku tiba-tiba langsung dipeluk oleh seorang cewek kecil-postur tubuhnya mirip denganku.

"Surprise!"

Miranda-calon istri Rio-merenggangkan pelukan kami. Rio yang berdiri di sebelah Miranda menepuk sekali puncak kepalaku kemudian tanpa permisi masuk ke dalam dan berjalan menuju dapur.

"Kapan ke Jakarta?" tanyaku mengajaknya duduk di tempat tidur. Risiko tinggal di apartemen tipe studio.

"Tadi pagi, terus langsung meeting sama wedding planner, terus langsung ke sini deh," jawab Miranda semangat.

"Cie yang udah mau nikah," godaku.

Wajah Miranda memerah. Dia menyerahkan goodie bag padaku. "Mbak Sekar jadi bridesmaid. Nggak boleh nolak."

"Tapi akadnya di Malang, kan?"

Miranda mengangguk. "Kalau nggak sibuk, Mbak dateng juga dong pas akad."

"Insha Allah," kulirik Rio di dapur yang sejak tadi membuka kulkas tapi nggak mengambil apa-apa. "Nyari apa, Yo?"

"Nggak ada minuman seger, Sekar?" tanyanya.

"Ada strawberry tuh. Bikin sendiri dong. Self service," jawabku sambil tersenyum geli.

Rio memanyunkan bibir lalu menoleh pada Miranda. "Ran, bikinin aku jus, dong. Haus. Please."

"Iya iya. Nggak usah sok imut gitu mintanya," omel Miranda lalu dia bangkit dari kasur menuju dapur.

Bukannya membiarkan Miranda membuat jus, Rio malah mengganggu Miranda sampai kena omel.

They love each other so much. Keliatan dari interaksi mereka. Membuatku bahagia sekaligus iri.

"Jusnya udah jadi," Miranda membawa tiga gelas jus stroberi.

"Enak. Makasih, Mir," ucapku.

Rio sudah duduk anteng di satu-satunya single chair yang ada di unitku sambil meminum jus.

"Mbak, makan siang bareng, yuk," ajak Miranda.

Waduh. Gimana nih?

"Maaf, Mir. Tapi aku mau keluar. Mau beli laptop," jawabku gelisah.

A Healing PillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang