15.A New Experience

42.2K 7.4K 363
                                    

So sorry for this slow update. Thank you so so much for those who keep waiting. I really am touched by your patience. Semoga update kali ini nggak mengecewakan kalian. Mungkin sekarang memang aku cuma punya waktu di weekend untuk menulis. Even kadang weekend pun ya begitu lah. Gaje banget. Maapin.

Kindly give ur constructive critism, suggestions, or anything. Eh, terserah saja lah. Dibaca juga udah Alhamdulillah ya beb hahahaha. Sori juga misalnya aku pernah balas komen kalian dengan kurang baik. It's just because I found it hard to express my feeling through words. Kalau ketemu langsung mungkin jadinya beda. The point is, I love you all.

Enjoy

*
*
*

Sekar

Perjalananku ke Yogyakarta kali ini terasa berbeda. Bukan hanya karena mungkin hampir sepuluh tahun lalu terakhir kalinya aku menginjakkan kaki di sini, tetapi teman perjalananku lah yang membuatnya terasa baru.

Beberapa mahasiswa yang ikut denganku pada seminar kali ini juga sudah senyum-senyum jail. Mungkin karena aku masih muda, jadi mereka tidak merasa terlalu canggung menggoda dosennya.

"Mas, aku malu banget diliatin sama yang lain pas seminar tadi," ungkapku jujur.

Saat ini kami sedang makan makan di angkringan.

"Malu kenapa?" tanyanya balik dengan santai.

Aku mengerucutkan bibir. "Ya malu sama yang lain. Ini...ini kan pertama kalinya mereka liat aku sama laki-laki. Mahasiswa-mahasiwaku sampai ikut godain aku."

"Bagus dong. Biar pada tahu Ibu Dosen Kecil mereka udah punya pacar." Jempol Mas Bima mampir di sudut bibir kananku. "Jorok ih makannya."

Wajahku langsung panas. Aku menundukkan kepala untuk menahan malu. Kudengar Mas Bima tertawa lepas.

"Sekar Sekar. Kelakuan kamu kayak anak SMA yang dideketin cowok tahu nggak?" godanya.

"Malu-maluin ya?"

"Nope. Lucu. Mas suka," dia mengangkat-angkat alisnya sambil tersenyum.

Aku ikut tersenyum. Lalu aku sadar. Ada yang mau aku tanyakan. "Mas, aku mau nanya sesuatu."

"Please."

"Ehm...mamanya Deryl kan...cantik banget. Model. Tinggi. Langsing. Terus...aku...aku kan jauh banget dibandingkan mama Deryl. Kenapa Mas...ehm...mau coba untuk jalanin hubungan sama aku?"

Mas Bima mengelap bibirnya dengan tisu. Dia menatapku intens. Aku deg-degan menunggu jawabannya.

"Kamu juga cantik kok. Polos lagi. Lucu. Ya. Mungkin selera Mas udah berubah. Lagian kalau suka ya suka aja, Sekar. Nggak ada kriteria-kriteria tertentu."

Masa sih? Tapi dari dulu aku selalu suka sama pria dengan tipe-tipe sejenis. Nggak banyak sih. Tapi kurasa Pak Kahfi dan Mas Bima punya banyak kesamaan.

Astaga. Aku belum cerita soal Pak Kahfi ke Mas Bima. Do I have to tell him about it now?

"Kenapa nanya-nanya kayak gitu? Jangan bilang kamu insecure sama Clara?"

"Just wondering. Kalau dibandingin ya aku pasti jauh banget dibandingin Mbak Clara. Itu sih fakta."

Wajah Mas Bima berubah sedikit dingin. "Kamu ini...ah. Forget it."

"Kenapa?"

"Nothing. Ayo dimakan lagi ayamnya. Biar cepat gede," Mas Bima menepuk-nepuk rambutku.

"Aku bukan anak kecil lagi ya, Mas. Udah 27 tahun."

Kumasukkan nasi ayam ke dalam mulut.

"Eh ngambek nih ceritanya?"

A Healing PillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang