(11) bagian dari sebuah takdir

7.1K 884 26
                                    

"Jimin!" Seruan itu membuat Sang empu nama berhenti dan kemudian menoleh, hanya untuk mendapati seorang pemuda berwajah manis tengah berlari kearahnya.

Di belakangnya terdapat seorang pemuda berwajah tak kalah manis terlihat mengikuti Hoseok dengan malas, jika saja tangannya tidak ditarik secara paksa, maka dia tidak akan mau mengikuti putra Aprodhite tersebut.

"Ada apa hyung?" Tanya Jimin. Namun bukannya jawaban yang diterima olehnya melainkan sebuah rangkulan akrab yang di dapatnya dari Hoseok.

"Kajja, kita ke kantin bersama" Ajak Hoseok dengan nada kelewat ceria.

Jimin tersenyum canggung, meski sudah lima bulan saling mengenal, tetapi tetap saja Jimin merasa sedikit aneh dengan kebiasaan Hoseok yang terlalu akrab dengannya.

Di tambah dengan sifat Hoseok yang sedikit touchy membuat Jimin terkadang bergidik ngeri.

Putra Aprodhite ini masih normal bukan?

Setelah berjalan selama beberapa menit, akhirnya mereka bertiga sampai di kantin yang sudah dipenuhi oleh orang-orang yang tengah mengantri, menunggu jatah makan siang masing-masing.

Benar-benar mirip seperti perkemahan musim panas, hanya penghuninya saja yang sedikit berbeda.

"Naah, kau mau makan apa Jimin-ah?" Tanya Hoseok dengan suara yang sedikit keras, terlalu bersemangat.

Seketika suasana kantin menjadi hening, semua pasang mata tertuju kepada mereka.

Bisik-bisik mulai terdengar membuat jimin mengusap tengkuknya tidak nyaman.

Semenjak kedatangannya lima bulan yang lalu, Jimin tidak henti-hentinya menjadi bahan perbincangan di Zecourus, mengingat siapa ayahnya dan kedudukan sang ayah di dalam Olympus.

Apalagi semenjak dirinya yang berhasil mengalahkan salah satu putra Ares dalam kelas duel tiga bulan yang lalu, membuat dirinya semakin menjadi perbincangan hangat.

"Aku akan mengambil makanan, kau mau makan apa Jimin-ah?" Tanya Hoseok kembali, tampaknya pemuda itu masih tidak menyadari Jimin yang merasa tidak nyaman berada disana.

"Terserah kau saja, hyung" Ucap Jimin dengan pelan, dia semakin tidak nyaman dengan omongan orang-orang tentang dirinya.

Seokjin memicingkan matanya menatap seisi kantin dan kemudian merangkul Jimin menggantikan Hoseok yang telah pergi mengantri untuk mendapatkan makanan.

"Jangan dengarkan omongan mereka, hanya buang-buang waktu" Ucap Seokjin membuat Jimin mendongakkan kepalanya akibat perbedaan tinggi badan mereka yang cukup signifikan.

Jimin mengulas senyum kecil. "Terimakasih Seokjin-ssi" Ucapnya dengan sopan.

Seokjin berdecak. Dia sudah berusaha mengesampingkan ego miliknya dan berusaha akrab dengan bocah ini selama dua bulan belakangan, tetapi Jimin seperti masih menjaga jarak kepadanya.

Apakah dia se-menyeramkan itu?
Secara tidak sadar Seokjin sudah mengerucutkan bibirnya kesal.

Jimin yang duduk di hadapan Seokjin menyeringit tidak mengerti, apakah dia salah bicara lagi?

"Kau memanggil Hoseok dengan sebutan hyung, jadi kau bisa memanggilku dengan sebutan hyung juga"

Jimin terperangah melihat sikap Seokjin yang berbeda dari biasanya.

"Aigoo,, hyung. Kau lucu sekali!" Seru Hoseok yang baru saja duduk di sebelah Seokjin.

Dia meletakkan makanan yang dibawanya dan kemudian mencubit pipi gembul Seokjin.

"Kiyowo~" Gemas Hoseok membuat Seokjin berteriak meminta untuk di lepaskan.

Jimin yang melihat interaksi dua orang di depannya hanya dapat tertawa kecil.

Mereka tidak menyadari jika ada tiga, ah tidak, tepatnya dua pasang mata yang mengamati mereka dari sudut ruangan.

"Lihatlah putra poseidon itu, dia jadi besar kepala setelah berhasil mengalahkan dirimu" Ucap seorang pemuda berperawakan besar, khas keturunan Eropa kepada pemuda yang berkulit sedikit gelap darinya.

Sedangkan di hadapan keduanya duduk seorang pemuda berperawakan lebih kecil dari kedua saudaranya, hanya diam menyimak apa yang tengah di bicarakan oleh kedua saudaranya.

"Cih... dia hanya beruntung karena aku yang sedikit lengah" Balas pria berkulit gelap itu.

"Really?"

"Sudahlah Dave, jangan mengganggu Josh lagi" Ucap pemuda berwajah Asia itu, membuat Dave berhenti menggoda Josh yang sudah memasang wajah masam.

"Okay... Namjoon-ssi" Dave mengedipkan sebelah matanya dan kemudian terkekeh membuat Namjoon memutar bola matanya malas.

"Tapi apa kau tidak tertarik untuk menantang putra poseidon itu untuk berduel? Sepertinya dia bisa menjadi lawan yang cukup tangguh untukmu, Joon" Lanjut Dave.

Ketika Namjoon hendak membuka suaranya, tiba-tiba terdengar seruan dari seseorang yang berlari menerobos masuk kedalam kantin.

Kini seluruh perhatian tertuju kepada pemuda yang masih menghela napas akibat berlarian tadi.

"Ada kamar baru yang muncul!"

*****
Jungkook menguap panjang, dia tidak dapat fokus akan pelajaran yang tengah dijelaskan oleh gurunya di depan kelas.

Dengan malas dia membaringkan kepalanya di atas meja dan kemudian memejamkan matanya.

Dia sudah tidak dapat menahan kantuknya lebih lama lagi, persetan dengan gurunya yang akan marah-marah ketika mendapatinya tertidur di kelas nanti.

Baru beberapa detik kedua matanya terpejam, Jungkook menyeringit ketika merasakan napasnya yang menjadi berat dan sesuatu yang panas menempel di dadanya.

Semakin lama rasa panas itu seakan mencekik dan menghambat jalan napasnya, seolah tidak cukup hanya dengan memberikan rasa panas.

Jungkook segera berlari keluar kelas, menghiraukan Sang guru yang terus menyerukan namanya.

Setibanya di toilet, Jungkook segera membuka baju seragamnya meninggalkan kaos hitam yang bahkan telah bolong pada bagian dada.

Jungkook menatap dengan seksama kalung kristal yang telah lima bulan ini menggantung di lehernya, kristal yang sama dengan kristal yang di berikan oleh bibi Hang padanya.

"Arghh... sial!" Umpatnya ketika rasa sakit itu semakin terasa. Bahkan kini cincin yang melingkari jari telunjuknya ikut berpendar kemerahan.

'Itu adalah hukuman kecil untukmu yang selalu membantai dan menghabisi nyawa-nyawa mereka selama ini'

Jungkook mengenali suara itu.
"Sialan! Apa yang kau lakukan kepadaku hah!?" Bentaknya kepada cermin yang memantulkan bayangan seseorang yang sangat di bencinya. Ayah kandungnya.

'Kau harus belajar mengendalikan kekuatanmu itu, karena keberadaanmu dan demigod lainnya mulai terancam'

"Apa yang sedang kau katakan? Hilangkan rasa sakit ini- arghh!" Jungkook mengerang kesakitan. Dia berusaha melepaskan kalung yang melingkari lehernya namun semuanya sia-sia.

'Pecahkan kristal itu maka rasa sakitnya akan menghilang'

Tanpa pikir panjang Jungkook menggenggam kristal merah yang menggantung pada lehernya dan kemudian meremasnya, membuat kristal itu pecah berhamburan.

Tiba-tiba sebuah cahaya kemerahan melingkupi tubuhnya dan berpendar semakin terang seakan menelan tubuh Jungkook kedalamnya.

*****
Don't copy my story!

2 Desember 2019

Revisi : 19 maret 2020

~Weni

King of Demigod [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang